Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi Ibu Kota
Upaya pengendalian penularan virus korona harus tetap menjadi prioritas pemerintah untuk menumbuhkan harapan terus terjaganya kinerja positif perekonomian Ibu Kota.
Setelah empat triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan minus, ekonomi DKI Jakarta tumbuh positif pada triwulan II-2021. Vaksinasi Covid-19 turut menumbuhkan harapan terjaganya pertumbuhan di masa mendatang.
Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II-2021 mencatat pertumbuhan positif untuk pertama kali sejak merebaknya pandemi Covid-19. Data pertumbuhan tersebut terlihat dari laporan yang disusun Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Ekonomi Ibu Kota tumbuh 10,9 persen dibandingkan triwulan-II 2020 (year on year).
Sebelumnya sejak triwulan II-2020 hingga triwulan I-2021, ekonomi di DKI Jakarta mengalami tekanan akibat krisis pandemi. Di awal pandemi melanda, pertumbuhan ekonomi Ibu Kota pada triwulan II-2020 mengalami kontraksi hingga minus 8,33 persen. Minusnya pertumbuhan terus dialami hingga triwulan 1-2021. Baru di periode April-Juni 2021, perekonomian tumbuh positif.
Membaiknya tren perekonomian Ibu Kota memiliki pola yang sama dengan kinerja ekonomi nasional. Setelah sempat didera krisis sejak triwulan-II 2020, ekonomi Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan positif 7,07 persen pada triwulan-II 2021.
Sebagaimana perekonomian nasional, tumbuh positifnya ekonomi DKI Jakarta disebabkan dampak base effect akibat rendahnya kinerja pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya. Masih serupa juga dengan penyebab tumbuhnya ekonomi nasional, perbaikan kinerja perekonomian di Jakarta juga didorong peningkatan ekspor, konsumsi rumah tangga, dan belanja pemerintah.
Kinerja ekspor di DKI Jakarta pada April 2021 menunjukkan peningkatan 60,56 persen dibandingkan April 2020. Kinerja ekspor DKI terus memperlihatkan denyut pertumbuhan hingga Juni 2021 yang mencapai 1.007,6 juta dollar AS. Jika dibandingkan pada Juni 2020 (year on year), ekspor pada periode ini naik 45,4 persen.
Sektor nonmigas yang bertumpu dari industri pengolahan nyaris mendominasi seluruh jenis ekspor Jakarta (99 persen). Komoditas ekspor nonmigas yang menjadi andalan Jakarta dan mengalami pertumbuhan tinggi adalah perhiasan, produk kimia, lemak dan minyak hewan, serta kendaraan. Negara tujuan ekspor adalah Swiss, Hong Kong, Filipina, dan Jepang.
Komoditas ekspor yang mengalami pertumbuhan tinggi adalah produk perhiasan dan permata. Nilai ekspor pada Juni 2021 tercatat 185,4 juta dollar AS. Tumbuhnya nilai ekspor perhiasan ini didukung oleh kenaikan harga emas di pasar dunia dan perluasan pasar ekspor ke negara Eropa. Salah satu ekspansi pasar potensial ekspor perhiasan adalah negara Swiss dengan nilai 56,6 juta dollar AS.
Kinerja eskpor yang moncer mendorong tumbuhnya Produk Domestik Regional Bruto DKI Jakarta pada triwulan II-2021 mencapai Rp 721,5 triliun. Kontribusi ekspor ikut andil menyumbang 10,75 persen sumber pertumbuhan PDRB. Selain ekspor, dari sisi pengeluaran terdapat juga pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang banyak menyumbang pertumbuhan PDRB.
Lebaran
Triwulan II-2021 ditandai dengan momentum hari raya Idul Fitri yang berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas dan konsumsi masyarakat dalam berbelanja. Peningkatan konsumsi ini, di antaranya, didukung oleh kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13.
Pelonggaran kebijakan pembatasan aktivitas membuat pasar, ritel, dan restoran dapat diakses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan menjelang Lebaran. Selain itu, munculnya kebijakan larangan mudik yang diberlakukan pemerintah turut mendorong peningkatan konsumsi makanan dan pola liburan staycation di hotel-hotel Jakarta.
Laporan Google tentang Mobilitas Masyarakat menunjukkan, mobilitas masyarakat ke area pertokoan, tempat belanja ritel, taman, dan tempat rekreasi meningkat menjelang Lebaran 12-13 Mei 2021. Bahkan pada 10 Mei 2021 kunjungan masyarakat meningkat 36 persen dibandingkan periode Februari 2021.
Kunjungan masyarakat sedikit banyak berdampak pada penjualan ritel. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan di masa menjelang Idul Fitri, indeks penjualan riil menunjukkan pertumbuhan positif pada April 2021, yakni 15,6 persen secara tahunan, sedangkan pada Mei 2021 tumbuh 12,9 persen. (Kompas, 23 Juli 2021)
Denyut ekonomi Lebaran ini juga terlihat dari angka inflasi Jakarta pada Mei 2021 yaitu sebesar 0,41 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yaitu 0,86 persen, diikuti kelompok pengeluaran penyedia makanan dan minuman serta kelompok pengeluaran pakaian.
Melihat postur PDRB, berkurangnya kontraksi pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II-2021 disumbang sebagian besar oleh komponen lapangan usaha. Perbaikan capaian ekonomi, terutama didorong oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, serta jasa kesehatan.
Selain faktor ekonomi Lebaran yang meningkatkan konsumsi makanan, pertumbuhan sektor akomodasi juga terlihat dari meningkatnya tingkat hunian hotel. Pada Juni 2021, tingkat hunian kamar di hotel berbintang Ibu Kota mencapai 51,9 persen.
Tingkat hunian ini mengalami kenaikan 26,5 persen dibanding Juni 2020 dan meningkat 6,7 persen dibanding Mei 2021. Kenaikan tingkat hunian hotel ini seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan dan rata-rata lama menginap.
Kunjungan wisatawan mancanegara dengan tujuan kemanusiaan, medis, dan bekerja di Jakarta tercatat 12.782 orang dengan rata-rata menginap 3,41 hari. Di luar kedatangan WNA, Jakarta juga menerima kunjungan wisatawan domestik dengan rata-rata mengingap selama 2,31 hari.
Adapun pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan didorong oleh peningkatan penumpang pada semua moda transportasi publik. Di luar lapangan usaha akomodasi dan transportasi, aktivitas ekspor-impor turut mendukung tumbuhnya lapangan usaha pergudangan di DKI Jakarta. Aktivitas bongkar muat impor yang banyak dilakukan adalah pengepakan produk-produk mesin, pesawat mekanik, peralatan elektronik, serta barang-barang dari plastik.
Belanja pemerintah
Tumbuhnya perekonomian di DKI Jakarta sekaligus menumbuhkan harapan akan keberlanjutan pertumbuhan di triwulan-triwulan mendatang. Namun, sejumlah catatan patut diperhatikan mengingat pertumbuhan ini memiliki momentum dan karakteristik tersendiri.
Pertama, momentum Lebaran yang sudah dilewati. Sebagian aspek pertumbuhan pada triwulan II-2021 seperti penyediaan akomodasi makan dan minum, perdagangan besar (aspek lapangan usaha) maupun konsumsi rumah tangga (aspek pengeluaran) ditopang oleh peristiwa menjelang hari raya Idul Fitri.
Kini, momentum itu telah berganti dengan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di wilayah Jawa-Bali mulai 3 Juli 2021. Pembatasan ketat yang diikuti menurunnya aktivitas publik dan penutupan tempat-tempat usaha di luar sektor nonesensial dapat berpengaruh terhadap kinerja lapangan-lapangan usaha di masyarakat.
Situasi PPKM darurat yang dilanjutkan dengan PPKM level 1-4 membuat indikator sejumlah perekonomian kembali tertekan. Ekspor Jakarta pada Juli 2021 tercatat 853,8 juta dollar AS. Dibandingkan Juni 2020, nilai ekspor ini turun 15,3 persen.
Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah fenomena tingkat inflasi yang rendah dan keyakinan konsumen yang menurun. Data BPS menyebutkan, tingkat inflasi di Jakarta pada Agustus 2021 tercatat 0,08 persen. Pada bulan sebelumnya, yaitu Juli 2021, Jakarta masih mengalami deflasi 0,04 persen.
Di masa pandemi Covid-19, sejak Mei 2020 tingkat inflasi di Ibu Kota cenderung rendah. Idealnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.010/2017 tanggal 18 September 2017, target inflasi pada 2021 berada di rentang 2-4 persen. Tingkat inflasi yang rendah patut diwaspadai sebagai bentuk pandemi lain di bidang ekonomi, berupa penurunan permintaan masyarakat yang bersumber pada minimnya daya beli masyarakat.
Terlebih, salah satu faktor yang stabil mendongkrak pertumbuhan PDRB adalah belanja pemerintah. Pada triwulan II-2021, pengeluaran pemerintah tecatat tumbuh 23,59 persen, khususnya untuk alokasi belanja barang dalam upaya penanggulangan pandemi, yaitu vaksinasi Covid-19.
Tantangan lain yang harus diperhatikan untuk menjaga momentum pertumbuhan adalah penurunan indeks keyakinan kosumen. Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen mengalami penurunan dari 107,4 pada Juni 2021 menjadi 80,2 pada Juli 2021.
Kondisi ini memberikan gambaran jaga jarak keyakinan konsumen di Tanah Air terhadap stagnasi pertumbuhan ekonomi setelah penerapan kebijakan PPKM. Tertahannya keyakinan konsumen ini disebabkan masa depan perekonomian yang kembali menekan kegiatan usaha dan peluang mendapatan lapangan kerja.
Tidak dimungkiri, pertumbuhan ekonomi saat ini juga belum banyak berdampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin di Jakarta dan menyerap banyak pengangguran. Pada Maret 2021, masih terdapat 501,92 ribu penduduk miskin di Ibu Kota.
Karena itu, upaya pengendalian penularan virus korona harus tetap menjadi prioritas pemerintah untuk menumbuhkan harapan terus terjaganya kinerja positif perekonomian Ibu Kota. Program vaksinasi menjadi tumpuan optimisme masyarakat dan dunia usaha agar aktivitas publik dan bisnis dapat dibuka luas.
Baca juga : Memulihkan Perekonomian Aceh, Bali, dan Papua Barat
Hingga 2 September 2021, vaksinasi di Jakarta untuk dosis pertama sudah menjangkau 9.773.386 orang atau 109 persen dari target yang ditetapkan. Sementara vaksinasi dosis kedua sudah diterima oleh 5.894.734 orang atau 65 persen dari sasaran penerima vaksin.
Ditambah penerapan disiplin kesehatan, kebijakan pengetatan aktivitas publik lambat laun dapat diperlonggar untuk mendukung aktivitas dunia usaha dan kegiatan sosial lainnya. Terjaganya aspek kesehatan masyarakat dari penularan Covid-19 sekaligus menjaga berlanjutnya pertumbuhan ekonomi di Jakarta. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Catatan Pertumbuhan di Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua