Memperluas Kewaspadaan Pandemi Covid-19 di Luar Jawa-Bali
Lonjakan kasus Covid-19 membuat penerapan PPKM darurat di luar Jawa-Bali harus dilakukan dengan kewaspadaan esktra. Laju penularan virus korona membutuhkan manajemen antisipasi yang lugas dan terukur.
Sepekan setelah penerapan PPKM darurat di Jawa Bali, kasus terkonfirmasi Covid-19 masih terus meningkat. Bahkan, tren kenaikan kasus juga dialami banyak wilayah di luar Jawa-Bali, sehingga PPKM darurat diperluas.
Upaya Pemerintah Indonesia menghadapi lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air masih memerlukan kewaspadaan tinggi. Kewaspadaan ini terlihat dari masih tingginya kasus infeksi virus korona walau kebijakan PPKM darurat di wilayah Jawa-Bali sudah berjalan lebih dari sepekan.
Hasil asesmen tingkat provinsi yang dilakukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional pada 13 Juli 2021 menunjukkan semakin banyak wilayah yang berada di level 4 atau bahaya penularan virus korona. Salah satu indikator bahaya di level ini adalah munculnya 150 kasus korona per 100.000 penduduk. Di tingkat provinsi, enam dari tujuh provinsi di Jawa-Bali berada di zona merah.
Di tingkat kabupaten/kota, dari 124 daerah yang menerapkan PPKM darurat terjadi peningkatan tingkat situasi ke zona merah. Jika pada level 4 yang pada 6 Juli 2021 terdapat 59 kabupaten/kota yang berada di situasi level 4, jumlahnya meningkat menjadi 73 kabupaten/kota pada 13 Juli 2021.
Selain zona penularan, kewaspadaan tinggi penanganan pandemi juga datang dari masih tingginya jumlah kasus harian. Hingga 12 Juli 2021, kasus terkonfirmasi di Indonesia terus meningkat tajam. Seluruh provinsi di Jawa-Bali yang menerapkan PPKM darurat belum menunjukkan tanda-tanda penurunan infeksi. Total kasus baru di seluruh wilayah Jawa-Bali mencapai 82,26 persen dari total nasional.
Pantauan kasus selama periode 3-12 Juli 2021 di wilayah PPKM darurat menunjukkan tren penambahan kasus terkonfirmasi. Wilayah dengan penambahan tertinggi adalah Banten (32,83 persen), disusul Bali (11,07 persen) dan Jawa Timur (8,27 persen).
Peningkatan kasus positif korona juga diikuti jumlah kematian pasien Covid-19. Empat dari tujuh provinsi tersebut mencatat lebih dari 100 orang meninggal dalam kurun waktu 24 jam. Catatan kritis penularan dan kematian pasien Covid-19 bukan hanya terjadi di Jawa-Bali. Sejumlah wilayah di luar pulau Jawa-Bali juga mengalami peningkatan kasus positif hingga lebih dari 100 persen.
Wilayah di luar Jawa-Bali yang berada di level 4 atau zona merah penularan virus SARS-CoV-2 terus bertambah. Pantauan pada 1 Juli 2021, ada 30 kabupaten/kota yang berada di zona merah. Dalam kurun waktu satu pekan, jumlahnya bertambah hingga 31 persen atau ada 51 kabupaten/kota.
Kenaikan wilayah zona merah juga turut diikuti jumlah kasus aktif yang mencapai 63,74 persen pada 8 Juli 2021. Situasi darurat telah menyebar ke banyak wilayah di Indonesia, tak hanya Jawa-Bali. Imbasnya, tingkat keterisian rumah sakit juga melonjak hingga melebihi 60 persen.
Mempertimbangkan situasi yang belum terkendali, Pemerintah Indonesia memperluas PPKM darurat ke wilayah luar Jawa-Bali. Dasar penetapan tersebut adalah status zona infeksi, tingkat keterisian rumah sakit lebih dari 65 persen, kasus aktif meningkat signifikan, dan capaian vaksinasi kurang dari 50 persen.
Berdasarkan empat parameter yang ditetapkan, ada 15 kabupaten/kota yang harus menerapkan PPKM darurat. Wilayah tersebut tersebar di delapan provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Perluasan pengetatan mobilitas masyarakat di luar Jawa-Bali menjadi upaya konkret pengendalian pandemi di dalam negeri. Kewaspadaan publik tidak bisa hanya terkonsentrasi di wilayah tertentu, sementara wilayah lain menjadi lebih abai.
Penerapan PPKM darurat di wilayah lain memiliki target hampir sama dengan Jawa-Bali, yaitu perbaikan masif di pemeriksaan, pelacakan, perawatan, vaksinasi, serta tingkat kepatuhan protokol kesehatan. Seluruh usaha tersebut dilakukan agar pandemi terkendali, terlebih ada ancaman varian-varian baru yang lebih infeksius.
Target daerah
Dalam masa PPKM darurat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan indikator keberhasilan penanganan darurat pandemi dari empat aspek, yaitu pemeriksaan, pelacakan, perawatan, dan vaksinasi. Seluruh wilayah di luar Jawa-Bali yang akan diterapkan PPKM darurat memiliki target jelas terkait pemeriksaan, yaitu perlu terus ditingkatkan hingga laju kasus positif di bawah 10 persen.
Untuk mencapai target laju kasus positif tersebut, pemerintah menerapkan target minimum di 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Target terbanyak ada di Kota Batam, Kepulauan Riau, sebesar 3.307 orang tiap harinya. Wilayah lain yang memiliki target cukup besar adalah Kota Bandar Lampung (2.333 orang), Kota Pontianak (1.412 orang), dan Kota Padang (1.406 orang).
Selain target minimum, sorotan juga perlu diberikan ke daerah-daerah yang memiliki rata-rata pemeriksaan rendah. Berdasarkan pantauan pada 3-8 Juli 2021, setidaknya ada empat daerah dengan rata-rata pemeriksaan harian rendah, yaitu Kota Singkawang, Kalimantan Barat (24 orang), Kota Padang Panjang, Sumatera Barat (30 orang), Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (177 orang), dan Kota Sorong, Papua Barat (195 orang).
Selain pemeriksaan, target pelacakan juga harus dipenuhi, yaitu lebih dari 15 kontak erat tiap kasus terkonfirmasi. Sebagai perbandingan, rata-rata mingguan pelacakan nasional pada akhir Mei 2021 lalu hanya 1,3 kontak erat per kasus. Dari cakupan pelacakan tersebut hanya tiga provinsi yang memiliki performa cukup baik, yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta. Rata-rata kontak erat per kasus 3-5 kontak erat per kasus.
Melihat capaian pelacakan di tiga wilayah terbaik yang masih di bawah target, upaya menggapai pelacakan hingga 15 kontak erat tentu membutuhkan usaha yang keras. Poin penting tujuan pelacakan terletak pada pemutusan rantai infeksi virus SARS-CoV-2. Sebab sering kali masyarakat tidak sadar telah terinfeksi akibat melakukan kontak dengan pasien Covid-19.
Selain pelacakan dan pengetesan, aspek lain yang menjadi perhatian dalam penanganan pandemi di masa PPKM darurat adalah perawatan pasien Covid-19. Ada dua skema yang harus menjadi perhatian otoritas di daerah adalah pemetaan pasien korona sesuai beratnya gejala. Panduan dari pemerintah pusat menekankan bahwa hanya pasien bergejala sedang hingga kritis yang perlu dirawat di rumah sakit. Skema kedua, pemerintah daerah juga ditekankan membentuk isolasi terpusat untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Hingga 8 Juli 2021, hanya 2 dari 15 wilayah yang melaksanakan PPKM darurat luar Jawa-Bali yang vaksinasinya lebih dari 50 persen.
Titik krusial yang juga harus mendapat perhatian dalam aspek perawatan adalah ketersediaan ruang perawatan. Situasi darurat penularan virus korona harus diantisipasi dari sisi kecukupan ruang perawatan dan isolasi.
Data Kementerian Kesehatan hingga 8 Juli 2021 menyebutkan, setidaknya 40 persen wilayah PPKM darurat luar Jawa-Bali memiliki tingkat keterisian tempat tidur pasien Covid-19 di rumah sakit lebih dari 90 persen. Persentase tertinggi adalah Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (98 persen), dan Kota Singkawang, Kalimantan Barat (97 persen).
Target terakhir yang menjadi indikator penerapan PPKM darurat adalah percepatan vaskinasi hingga cakupannya melebihi 50 persen. Hingga 8 Juli 2021, hanya 2 dari 15 wilayah yang melaksanakan PPKM darurat luar Jawa-Bali yang vaksinasinya lebih dari 50 persen. Dua wilayah tersebut berada di Kepulauan Riau. Sementara wilayah dengan cakupan vaksinasi rendah adalah Kota Sorong, Papua Barat (14,17 persen) dan Kabupaten Singkawang, Kalimantan Barat (14,92 persen).
Kepatuhan masyarakat
Berpijak dari tujuan dan indikator yang diterapkan, perluasan wilayah PPKM darurat ke luar Jawa-Bali juga menjadi upaya meningkatkan kewaspadaan masyarakat di tengah pandemi. Keberhasilan pelaksanaan PPKM darurat membutuhkan partisipasi dan disiplin warga menerapkan protokol kesehatan.
Dari aspek mobilitas, PPKM darurat dilakukan dengan kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat untuk menurunkan potensi penularan virus korona. Penegakan disiplin protokol kesehatan juga dilakukan melalui sosialisiasi memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumuman.
Baca juga : Siapkan Skenario Terburuk Lonjakan Covid-19 di Luar Jawa
Kewaspadaan masyarakat dapat diamati melalui seberapa patuh terhadap protokol kesehatan. Satgas Penanganan Covid-19 Nasional melakukan pantauan kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak.
Hingga 4 Juli 2021, ada 10,47 persen kabupaten/kota yang masih rendah tingkat kepatuhan memakai masker, yaitu kurang dari 60 persen. Sementara kepatuhan untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan yang rendah mencakup 11,63 persen kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Partisipasi masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi modal bagi tercapainya tujuan PPKM darurat. Modal itu tecermin dari kepatuhan masyarakat yang menjalankan protokol kesehatan rata-rata lebih dari 70 persen.
Bahkan di beberapa wilayah, tingkat kepatuhan masyarakat berada di atas 80 persen. Teladan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan ditunjukkan warga di Kepulauan Riau dan Lampung.
Di Kepulauan Riau, hasil pemantauan Satgas Penanganan Covid-19 menemukan lebih dari 90 persen masyarakat memakai masker dan menghindari kerumunan. Wilayah berikutnya adalah Lampung dengan kepatuhan memakai masker 83,8 persen dan menghindari kerumunan 89,5 persen.
Baca juga : Perkuat Protokol Kesehatan di Tengah Krisis Pandemi Covid-19
Antusiasme masyarakat untuk mendukung penanganan pandemi menjadi energi positif bagi pemerintah daerah untuk melaksakan indikator lain keberhasilan PPKM darurat, yaitu dalam pelaksanaan 3T dan vaksinasi.
Lonjakan kasus korona yang salah satunya dipicu munculnya varian Delta membuat penerapan PPKM darurat di luar Jawa-Bali harus dilakukan dengan kewaspadaan esktra karena harus berpacu dengan laju penularan virus korona. Tanpa antisipasi, peningkatan kasus Covid-19 dan kematian secara eksponensial di daerah tentu akan mengancam fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan keselamatan masyarakat luas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Menekan Risiko Kematian Pasien Covid-19 yang Semakin Besar