Shin Tae-yong dan Penerus Trah Sepak Bola Indonesia
Bermodalkan pengalaman sebagai pelatih timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018, kehadiran Shin Tae-yong membawa harapan baru perbaikan prestasi Indonesia dalam kancah sepak bola internasional.

Shin Tae-yong.
Langkah yang diambil oleh Shin Tae-yong untuk membentuk tim nasional Indonesia boleh dikata bukanlah jalan populer dalam iklim sepak bola negeri ini. Berpadu dengan hasil pengembaraan pelatih sebelumnya beberapa tahun silam, secara perlahan racikan Shin mulai membuahkan hasil.
Sejak resmi diperkenalkan sebagai pelatih tim nasional pada Desember 2019, nama Shin mulai ramai diperbincangkan oleh kalangan pencinta sepak bola Indonesia. Bermodalkan pengalaman sebagai pelatih timnas Korea Selatan pada Piala Dunia 2018, kehadiran Shin membuahkan harapan baru dalam perbaikan prestasi Indonesia dalam kancah sepak bola internasional.
Namun, lebih dari satu tahun menangani timnas, Shin tak jarang dibanjiri kritikan dari berbagai pendukung tim sepak bola Indonesia. Kritikan salah satunya lahir saat timnas Indonesia menelan beberapa kekalahan dalam sejumlah laga uji coba.
Terakhir kali, Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong mengalami kekalahan beruntun dalam laga uji coba saat berhadapan dengan Afghanistan (2-3) dan Oman (1-3) pada Mei 2021 di Uni Emirat Arab.
Alih-alih larut dalam kritikan, Shin tetap fokus untuk membentuk tim sesuai dengan rencana jangka panjang yang telah dibentuk. Jalan yang diambil oleh Shin memang bukanlah langkah populer dalam ranah sepak bola Indonesia.
Tak ada tim instan yang dibentuk, Shin bahkan juga tampak tidak begitu memedulikan hasil pertandingan akhir dalam setiap laga yang dimainkan. Pada awal pembentukan tim, pelatih yang pernah membawa Korea Selatan menaklukkan Jerman dalam Piala Dunia ini hanya fokus pada satu tujuan, yakni pembenahan fisik pemain.
Jika menengok pola pembentukan tim dan latihan rutin yang diberikan, terlihat jelas bahwa Shin ingin membentuk sebuah tim yang tidak hanya dipersiapkan untuk jangka pendek, tetapi tim yang dapat bermain untuk Indonesia dalam jangka panjang. Itulah mengapa fisik pemain menjadi prioritas. Shin tampak tidak begitu menghiraukan ragam kritikan dan tekanan yang hanya tertuju pada hasil akhir pertandingan.
Untuk menjaga fokus dalam latihan rutin, Shin tak jarang menggelar latihan tertutup. Bahkan, ia pernah menolak siaran langsung pertandingan uji coba saat Indonesia berhadapan dengan Oman, Mei, demi menjaga rahasia permainan dan kualitas timnas dalam rangka persiapan menghadapi laga lanjutan kualifikasi Piala Dunia zona Asia.
Salah satu keputusan yang cukup mengejutkan dan jarang dilakukan pelatih di Indonesia adalah memberikan hukuman hingga mencoret pemain yang tidak disiplin dalam proses latihan, sekalipun hanya terlambat dalam hitungan menit.
Hal ini telah beberapa kali dilakukan oleh Shin Tae-yong dengan beragam alasan seperti pemain yang terlambat datang latihan hingga persoalan disiplin makanan. Ia bahkan pernah memulangkan pemain yang telah dibawa dalam pemusatan latihan di Eropa karena persoalan kedisiplinan.
Pada beberapa sisi karakter Shin Tae-yong yang begitu menaruh perhatian pada fisik pemain mengingatkan pencinta sepak bola Indonesia pada sosok Anatoli Polosin, pelatih timnas yang berhasil membawa Indonesia menjadi juara SEA Games 1991.
Pada awal masa kepelatihannya, fisik pemain adalah hal yang paling menjadi sorotan. Saat itu, Polosin terus fokus untuk memperbaiki fisik pemain sebelum meracik strategi untuk permainan tim. Hal tersebut juga kembali dilakukan oleh Shin dalam satu tahun terakhir.

Baca juga : Timnas Indonesia, Mendamba Trofi Tanpa Kompetisi
Modal awal
Meski terkadang menuai kritikan, strategi Shin dalam membangun tim nasional Indonesia memperoleh dukungan dari dua aspek. Pertama, modal kualitas dan kuantitas pemain muda hasil pengembaraan pelatih sebelumnya. Hingga kini, para pemain tersebut masih memperoleh tempat dalam tim yang dibangun oleh Shin.
Dari hasil pengembaraan Indra Sjafri, misalnya, terdapat sejumlah nama yang masih menjadi andalan Shin seperti Egy Maulana Vikri, Syahrian Abimanyu, Witan Sulaeman, dan Evan Dimas Darmono. Selain pemain, Indra Sjafri juga mewariskan semangat sepak bola bagi generasi muda sejak membawa timnas U-19 juara Piala AFF 2013 dan melakukan tur Nusantara pada 2014.
Selain Indra Sjafri, modal berikutnya juga dimiliki oleh Shin dari pemain yang berhasil dipoles oleh pelatih timnas U-19 lainnya, Fakhri Husaini. Beberapa nama seperti Fajar Fathur Rahman dan Rendy Juliansyah sempat masuk dalam radar Shin untuk membangun kerangka tim.
Memang tidak semua pemain warisan pelatih sebelumnya masuk ke dalam rancangan kerangka tim yang dibangun oleh Shin. Beberapa di antaranya akhirnya tersisih, sementara pemain baru lainnya berhasil dilirik oleh Shin seperti Pratama Arhan (19 tahun), Muhammad Adi Satryo (19 tahun) dan sejumlah pemain muda lainnya.
Namun, harus diakui bahwa euforia dan semangat generasi muda untuk menjadi pesepak bola berhasil diukir oleh pelatih ”Garuda Muda” sekitar satu dasawarsa terakhir. Inilah yang menjadi modal kuat bagi Shin untuk memperoleh pemain muda berkualitas.
Selain hasil pengembaraan para pelatih sebelumnya dan juga pemain temuan Shin, modal kedua yang juga dimiliki oleh Shin untuk membentuk tim nasional adalah dukungan dari PSSI. Dalam melakukan latihan ataupun uji coba, PSSI kali ini mencoba memosisikan diri sebaik mungkin sebagai pendukung teknis bagi kebutuhan tim pelatih.
Bahkan, pada setiap keputusan tidak populer yang diambil oleh Shin, PSSI turut memberikan dukungan penuh. Salah satunya adalah saat mencoret dua pemain yang terlambat hadir di lapangan latihan sekitar 10 menit. Padahal, tiket penerbangan dan visa untuk keberangkatan pemusatan latihan ke Kroasia telah dipersiapkan untuk kedua pemain ini. Namun, PSSI tidak melakukan intervensi dan tetap mengikuti keputusan Shin.

Pelatih Kepala Timnas Indonesia Shin Tae-yong mengarahkan posisi pemain saat latihan perdana sekaligus proses seleksi pemain timnas U-19 di bawah asuhan pelatih baru Gong Oh Kyun di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (13/1/2020).
Baca juga : Generasi Sepak Bola di Pusaran Pandemi
Regenerasi
Sikap tegas, disiplin, serta rangkaian keputusan mengejutkan yang diambil oleh Shin tentu membuahkan harapan bagi perbaikan permainan tim nasional di masa yang akan datang. Tentu, di balik persoalan fisik yang ditemukan oleh Shin saat melatih tim nasional, dibutuhkan waktu yang cukup panjang dan bertahap sebelum menghasilkan permainan tim nasional yang diharapkan.
Secara perlahan, buah dari racikan Shin mulai terlihat di permukaan, baik dari segi fisik pemain maupun kualitas permainan. Hal ini salah satunya terlihat dalam pertandingan lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022 saat Indonesia berhadapan dengan Thailand di Stadion Al Maktoum, Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (3/6/2021).
Untuk kesekian kali, Shin kembali mengeluarkan keputusan yang tidak populer, yakni memainkan banyak pemain muda dalam timnas senior. Beberapa pemain muda yang masih berusia 19 tahun bahkan telah dimainkan sejak awal pertandingan, yakni Witan Sulaeman, Rizki Ridho, dan Pratama Arhan.
Selain itu, juga terdapat pemain muda lainnya dalam tim utama seperti Egy Maulana Vikri (20 tahun), Asnawi Mangkualam (21 tahun), dan I Kadek Agung (22 tahun). Untuk sekelas timnas senior dalam laga sebesar kualifikasi Piala Dunia, memainkan sekaligus tiga pemain berusia 19 tahun dan pemain muda lainnya sebagai pemain utama adalah hal yang tidak lumrah dilakukan oleh pelatih Indonesia.
Secara rata-rata, usia pemain Indonesia dalam laga tersebut adalah 22,1 tahun, jauh lebih muda dibandingkan dengan usia rata-rata timnas Thailand, yakni 26,9 tahun. Indonesia juga menjadi tim dengan rata-rata usia termuda di antara negara lainnya dalam satu grup kualifikasi Piala Dunia 2022.
Langkah yang diambil oleh Shin membuahkan hasil. Untuk pertama kalinya, Indonesia berhasil meraih poin dalam kualifikasi Piala Dunia 2022 setelah mengalami tiga kekalahan beruntun. Umpan panjang yang sering kali diperagakan timnas senior, dalam laga itu berganti dengan skema umpan pendek bermodal dukungan ketenangan dari Evan Dimas dan kecepatan Egy Maulana Vikri.
Secara statistik, capaian Indonesia dalam laga kualifikasi Piala Dunia memang belum memuaskan. Apalagi, Indonesia dipastikan menjadi juru kunci dan kembali gagal untuk kesekian kalinya menembus fase kualifikasi akhir Piala Dunia zona Asia (lihat grafik).

Namun, hasil pertandingan ini memang cukup mengejutkan karena Indonesia, yang selama pandemi menghentikan kompetisi domestik, mampu menahan imbang permainan Thailand yang masih mencoba melanjutkan kompetisi domestik.
Hasil ini mengindikasikan upaya pembinaan pemain pemuda secara keras oleh Shin mulai membuahkan harapan lahirnya penerus ”trah” pemain tim nasional Indonesia. Di tengah paceklik prestasi tim nasional senior, regenerasi yang dilakukan oleh Shin secara total kembali menghidupkan optimisme dalam kancah sepak bola.
Tentu masih terlalu dini untuk menyimpulkan dan mengharapkan banyak prestasi dari tim nasional yang masih dalam proses pembentukan oleh Shin. Namun, jika skenario berjalan sesuai dengan yang telah dirancang oleh tim pelatih, bukan mustahil Indonesia dapat unjuk gigi dalam perhelatan Piala Dunia U-20 tahun 2023.
Kini, tantangan terdekat Indonesia adalah menghadapi Vietnam, pemuncak klasemen Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022, pada Senin, 7 Juni 2021. Dalam putaran pertama, Indonesia selaku tuan rumah takluk 1-3 dari Vietnam. Mampukah Indonesia dengan modal pemain muda kembali memberikan kejutan? (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?