Mitigasi Minimalis Tenaga Medis
Peredaran masker palsu meluas hingga masuk ke lingkungan tenaga medis.
Ketersediaan masker yang terstandardisasi bagi tenaga kesehatan harus dijamin di tengah temuan beredarnya sejumlah masker palsu. Masker yang layak pada akhirnya juga akan menjadi konsumsi masyarakat umum yang bisa ujung-ujungnya membantu upaya menekan penyebaran Covid-19.
Penggunaan masker yang layak adalah salah satu cara terpenting bagi tenaga kesehatan (nakes) mencegah penularan Covid-19. Hal ini karena para nakes (dokter, perawat, dll) adalah orang yang menangani langsung pasien yang terinfeksi virus korona penyebab pandemi.
Saat ini, masyarakat dan tenaga kesehatan dengan mudah mendapatkan masker, baik secara offline (luring) maupun online (daring), padahal kualitasnya tentu belum terjamin. Fungsi utama dari masker adalah kemampuan menyaring, menghalangi penyebaran virus melalui bagian wajah yang ditutup masker. Virus korona yang tidak terfiltrasi secara memadai akan menyebabkan infeksi Covid-19.
Persoalan menjadi serius karena beredar masker palsu atau masker tidak sesuai standar yang berisiko digunakan tenaga kesehatan. Masker demikian sangat berbahaya bagi nakes sebab intensitas paparan virus dari pasien yang ditangani sangat tinggi dan berbahaya.
Baca juga: Berbahaya, Masker Medis Palsu Beredar Luas
Saat ini umumnya ada tiga jenis masker yang tersedia di pasar, yaitu masker kain, masker bedah, dan masker respirator. Masker yang layak digunakan tenaga kesehatan adalah jenis masker bedah tiga lapis dan masker respirator.
Sayangnya, banyak ditemukan masker beredar tanpa standardisasi produk yang jelas (palsu). Sejumlah kasus masker tanpa izin edar ditemukan beredar di Indonesia. Pada 27 Februari 2020, tim dari Polda Metro Jaya menggerebek gudang produksi masker tanpa izin di pergudangan Central Cakung, Jakarta Utara, dengan total sitaan 30.000 masker.
Pada 4 Maret 2020, polisi juga menyita 62 karton masker N95 dari sebuah gudang pembuatan masker tanpa izin di Batam, Kepulauan Riau. Kasus serupa ditemukan di Sidoarjo, Jawa Timur, saat kepolisian membongkar industri pengemasan ulang 1,9 juta masker tidak standar (hanya satu lapis) yang diimpor dari China.
Peredaran masker palsu meluas hingga masuk ke lingkungan tenaga medis. Survei Kompas yang dilakukan secara daring terhadap tenaga kesehatan pada 13-23 Maret 2021 menemukan sebanyak 31,2 persen responden mengaku pernah menemukan masker yang dibuat tidak sesuai standar kesehatan dan peruntukannya. Peredaran masker palsu tentu mengancam keselamatan tenaga kesehatan, khususnya di wilayah dengan trasmisi lokal skala komunitas.
Risiko tenaga kesehatan memakai masker palsu makin meningkat karena banyak yang membeli dari situs daring (52,6 persen). Pembelian melalui situs daring cukup mengkhawatirkan sebab tidak semua toko online memberikan jaminan keaslian dan higienitas produk tersebut. Terlebih, temuan investigasi Kompas yang menyebutkan produsen-produsen masker palsu banyak menjual produknya melalui toko daring.
Standar kelayakan
Dalam wilayah dengan transmisi lokal Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa tenaga kesehatan harus konsisten menggunakan masker standar saat menjalankan tugas. Masker juga perlu rutin diganti apabila nakes berada di lokasi berisiko tinggi infeksi, seperti triase, instalasi gawat darurat, atau unit khusus Covid-19.
Khusus saat berada di ruang prosedur dan tindakan operasi pasien suspek, probable, dan terkonfirmasi Covid-19, tenaga medis harus menggunakan masker respirator, seperti N95, FFP2, dan KN95. Masker jenis bedah dan respirator ini memiliki efektivitas perlindungan yang lebih tinggi terhadap virus dan bakteri.
Masker respirator mampu melindungi pemakai dari aerosol partikel di udara dan mencegah keluarnya droplet besar/kecil dari batuk/bersin. Efektivitas filtrasinya lebih dari 95-99 persen untuk ukuran 0,1 mikron, sementara masker bedah kurang dari 95 persen. Sebagai catatan, ukuran virus korona sekitar 0,1-0,5 mikron.
Walau cukup banyak ditemukan masker yang tidak memenuhi standar produksi dan izin edar, mayoritas (87,7 persen) responden tenaga medis meyakini maker yang mereka gunakan saat ini asli. Salah satu upaya tenaga medis menjaga jarak dengan masker palsu adalah dengan mencermati kondisi fisik masker.
Sebanyak 36,6 persen tenaga kesehatan menilai kualitas masker melalui kondisi fisik kemasan dan masker. Selebihnya, melihat tebal-tipisnya masker, berdasarkan merek tertentu, kualitas tali masker, dan keberadaan penahan hidung.
Secara spesifik, kondisi masker yang menjadi perhatian tenaga medis adalah keberadaan lapisan penyaring. Hampir setengah tenaga kesehatan mengatakan bahwa keberadaan lapisan penyaring adalah standar masker berkualitas dan aman untuk digunakan.
Dalam lingkup mitigasi kualitas masker, upaya pencegahan oleh tenaga medis tersebut tergolong minimalis dan cukup berisiko. Hal ini karena untuk menilai kualitas masker tidak terbatas tampilan fisik atau berdasarkan merek tertentu, tetapi harus lulus uji klinis, seperti bacterial filtration efficiency (BFE) dan differential pressure (tekanan uji permeabilitas).
Berdasarkan dokumen Standar Alat Pelindung Diri (APD) untuk Penanganan Covid-19 di Indonesia, setidaknya ada enam aspek yang digunakan untuk menilai keaslian masker. Pertama, perlindungan terhadap partikel udara, seperti debu dan bioaerosol. Kedua, rekomendasi dari lembaga pengawas keamanan produk. Ketiga, efesiensi penyaringan 95 persen terhadap aerosol padat dan cair yang tidak mengandung minyak.
Berikutnya, resistensi masker terhadap cairan dan bahan tidak terbuat dari lateks karet natural. Terakhir, dilengkapi pengunci bagian wajah (face seal fit) yang mendukung pemakai terhindar dari paparan aerosol. Oleh sebab itu, secara keseluruhan untuk menjamin kualitas masker, setiap masker yang beredar harus memiliki izin edar.
Standar nasional pembuatan masker yang disusun Badan Standarisasi Nasional menetapkan tiga SNI masker medis, yaitu SNI 8488:2018 tentang spesifikasi standar kinerja material yang digunakan, SNI 8489:2018 tentang metode uji standar evaluasi efisiensi filtrasi bakteri (BFE), dan SNI 14683:2019+AC:2019 tentang persyaratan dan metode uji.
Ketiga SNI tersebut bertujuan memastikan masker memiliki daya filtrasi tinggi terhadap bakteri dan virus. Ukuran-ukuran kuantitatif yang harus dipenuhi masker berstandar ditunjukkan oleh efektivitas filtrasinya pada nilai efisiensi filtrasi dan uji tekan untuk melihat permeabilitas udara.
Informasi kualitas masker yang telah diuji secara ilmiah dan sesuai SNI menjadi justifikasi jenis masker apa yang harus digunakan oleh tenaga kesehatan, termasuk mengetahui keaslian masker. Namun, hasil uji kualitas masker sangat jarang diketahui oleh tenaga kesehatan.
Upaya mitigasi
Evaluasi dan pengawasan peredaran masker perlu dilakukan lebih ketat mengingat jutaan masker telah terdistribusi secara nasional. Dilansir dari infoalkes.kemkes.go.id, selama periode April 2020 hingga Maret 2021, izin edar alat kesehatan yang dikeluarkan mencapai 22.401, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Keberhasilan pengendalian pandemi turut dipengaruhi oleh terjaminnya kesehatan tenaga kesehatan. Dalam kajian ilmiah, hubungan alat perlindungan diri dengan kematian tenaga kesehatan terlihat pada studi kasus di Italia.
Baca juga: Sulit Pastikan Masker Asli atau Palsu
Laman LaporCovid19.org mencatat, hingga 2 April 2021 ada 866 tenaga kesehatan yang gugur, sebanyak 69,3 persen di antaranya dokter dan perawat. Penyebab kematian tenaga kesehatan tentu beragam. Namun, menjamin kualitas alat pelindung diri, termasuk masker, rasanya mampu memberikan kepastian mitigasi untuk mengurangi jatuhnya korban pada masa depan.
Temuan masker palsu dan kasus kematian tenaga kesehatan bisa menjadi refleksi keseriusan pemerintah dalam menjamin kualitas masker yang beredar, terutama bagi mereka yang berada di garis depan penanganan wabah Covid-19. (LITBANG KOMPAS)