Berbagai Larangan Mudik sejak Pandemi
Larangan mudik Lebaran kembali diberlakukan pemerintah. Adanya korelasi antara libur panjang dan peningkatan kasus Covid-19 menjadi salah satu pertimbangan larangan mudik Lebaran tahun ini.
Upaya preventif pemerintah berupa larangan mudik kembali akan diterapkan. Tingginya angka penularan dan kematian setelah beberapa kali libur panjang, khususnya Natal dan Tahun Baru, menjadi pelajaran bagi pemerintah agar hal tersebut tidak terulang.
Pemerintah kembali mempersiapkan upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 seiring dengan perayaan hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Selain aturan penerapan protokol kesehatan, kebijakan pelarangan mudik menjadi salah satu aturan yang turut berkontribusi besar dalam menekan angka kasus.
Berdasarkan data pemerintah pada 2020, terdapat 24 persen masyarakat yang bersikeras akan mudik. Padahal, mudik dianggap menjadi medium penularan Covid-19. Melalui kebijakan pelarangan mudik, diharapkan dapat meminimalkan pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lainnya yang berisiko menularkan virus.
Tahun lalu, pemerintah mengeluarkan larangan mudik melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Covid-19. Pengambilan kebijakan ini juga dalam rangka tanggap darurat bencana Covid-19.
Baca juga : Larangan Mudik demi Memutus Covid-19
Larangan mudik secara resmi berlaku sejak 24 April hingga 31 Mei 2020. Sejalan dengan aturan tersebut, pemerintah membatalkan program mudik gratis pada Lebaran 2020. Namun, sebelum pemberlakuan larangan mudik dari pemerintah pusat, kebijakan larangan mudik telah diambil inisiatif para kepala daerah sejak Maret 2020.
Pemerintah bersinergi dengan kepolisian daerah untuk menempatkan petugas di perbatasan wilayah. Selama masa larangan mudik, tidak diperkenankan menggunakan sarana transportasi, baik darat, laut, maupun udara dengan tujuan keluar atau masuk wilayah PSBB dan zona merah penyebaran Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Covid-19 per 19 April 2020, 10 daerah ditetapkan menjadi daerah PSBB.
Perjalanan transportasi darat antardaerah hanya diperbolehkan untuk pemadam kebakaran, ambulans, mobil jenazah, mobil barang dengan tidak membawa penumpang, kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara dan dinas operasional TNI/Polri. Demikian juga halnya bagi perjalanan transportasi laut dan udara. Layanan transportasi publik hanya diperuntukkan untuk mobilitas lokal.
Sanksi tertulis dan administratif akan dikenakan bagi masyarakat yang melanggar. Bahkan, pelanggar akan diarahkan kembali menuju titik asal keberangkatan. Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020.
Dampak pandemi terhadap budaya mudik juga dirasakan di negeri China. Keceriaan mudik Imlek di China pada 2020 harus tertahan karena merebaknya Covid-19. Pemerintah melakukan langkah-langkah seperti memberlakuan isolasi kota Wuhan yang dianggap sebagai asal muasal keberadaan virus dan memperketat pengawasan di tempat umum.
Keberlanjutan Kebijakan
Angka kasus Covid-19 yang masih tinggi di Indonesia membuat pemerintah melanjutkan kebijakan pelarangan mudik pada momen Lebaran 2021. Keberlanjutan kebijakan ini sebagai pelajaran agar tingginya kasus dan kematian setelah beberapa kali libur panjang, khususnya Natal dan Tahun Baru, tidak terulang kembali.
Pada libur Natal dan Tahun Baru, pemerintah melakukan kebijakan pengetatan protokol kesehatan bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan antar daerah. Kementerian Perhubungan telah menerbitkan empat surat edaran tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dan transportasi dalam masa pandemi Covid-19.
Aturan ketat tersebut berupa kewajiban pelaksanaan protokol kesehatan 3M bagi pelaku perjalanan sejak dari keberangkatan hingga kedatangan. Selanjutnya, pelaku perjalanan moda transportasi udara, laut, kereta api wajib menunjukkan surat hasil negatif rapid test antigen sebelum perjalanan.
Bagi transportasi darat, baik pribadi maupun umum, diimbau menggunakan rapid test antigen. Sementara itu, bagi pelaku perjalanan moda transportasi udara ke Bali wajib menunjukkan surat hasil negatif test RT-PCR.
Baca juga : Merunut Jejak Kebijakan Larangan Mudik 2020
Adanya aturan ketat ini dapat menekan jumlah angka pelaku perjalanan sepanjang liburan karena masyarakat akan berpikir berkali-kali untuk melakukan perjalanan. Namun, masih berpeluang meningkatkan risiko penularan. Kondisi ini terbukti dari lonjakan kasus yang terjadi sepanjang Januari 2021.
Menurut Gubernur Bali, kunjungan wisatawan domestik selama 17 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021 tercatat 400.000 orang. Tingginya pelaku perjalanan selama libur panjang ini telah meningkatkan angka kasus penularan. Data Satgas Covid-19 mencatat, sepanjang Januari 2021, tren kasus meningkat dan bahkan mencapai puncak.
Pada 13 Januari 2021, angka kasus mulai telah mencapai belasan ribu kasus, yakni 11.278 kasus. Puncak Covid-19 di Indonesia terlihat pada 30 Januari 2021 dengan angka kasus per hari 14.518 kasus. Padahal sepanjang 2020, kasus harian tertinggi terjadi pada 3 Desember 2020 dengan jumlah 8.369.
Berkaca dari pengalaman tersebut, rapat tingkat menteri yang digelar pada 26 Maret 2021 mengambil langkah tegas agar hal tersebut tidak terulang kembali. Rapat tersebut menghasilkan keputusan pelarangan mudik Lebaran 2021. Keputusan ini juga sebagai wujud dukungan program vaksinasi yang sedang dijalankan agar menghasilkan kesehatan masyarakat yang maksimal.
Aturan ini berlaku pada 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah waktu tersebut, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pergerakan ke luar daerah, kecuali dalam keadaan mendesak dan perlu. Cuti Idul Fitri tetap dilaksanakan satu hari, tetapi tidak boleh aktivitas mudik.
Selanjutnya, aturan-aturan yang menunjang peniadaan mudik, pergerakan orang dan barang pada masa Idul Fitri akan diatur kementerian/lembaga terkait, termasuk Satgas Covid-19. Langkah-langkah pengawasan yang dilakukan TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, dan pemerintah daerah juga akan diatur.
Laju pergerakan terhambat
Laju pergerakan orang dan ekonomi, baik di Indonesia maupun dunia, terpaksa tertahan. Momen hari raya dan liburan, yang biasanya menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang tahun karena tingginya pergerakan orang dan barang, harus direm.
Sepanjang 2016 hingga 2019, jumlah pemudik di Indonesia selama masa Lebaran mengalami peningkatan. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, jumlah pemudik tahun 2019 diprediksi 23 juta orang. Angka ini naik jika dibandingkan tahun 2016 sebesar 18,16 juta pemudik. Namun, Covid-19 memaksa jumlah pemudik merosot tajam karena adanya pelarangan mudik.
Kondisi serupa juga terjadi di China. Tradisi mudik China pada perayaan Imlek yang biasa disebut Chunyun juga menjadi tertahan. Merebaknya virus Covid-19 yang berkembang dalam dua bulan terakhir menuju hari raya Imlek 2020 membuat keriaan Imlek tidak seindah tahun-tahun sebelumnya.
Tingginya angka kasus praktis membuat ragu warga yang ingin melakukan perjalanan mudik. Sebagian besar warga terpaksa membatalkan perjalanannya karena takut akan risiko penularan virus. Alhasil, terjadi kontraksi pada permintaan konsumsi masyarakat yang berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun laju pergerakan orang dan pertumbuhan ekonomi tertahan karena pandemi, momentum perayaan hari raya harus tetap menjadi momen yang perlu disyukuri dimana pun perayaannya. Pelaksanaan protokol kesehatan dan aturan pemerintah bukan lagi hal yang bisa dinegosiasikan dan dilanggar demi menurunkan angka kasus. Bukankah masyarakat sudah sangat rindu beraktivitas sosial? (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mudik Imlek di Tengah Merebaknya Virus Korona