Larangan mudik oleh pemerintah diharapkan lebih efektif mengurangi potensi penularan Covid-19. Upaya ini sekaligus sebagai penguatan dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah.
Oleh
Topan Yuniarto
·4 menit baca
Secara resmi, pemerintah telah melarang mudik untuk mencegah penyebaran virus korona. Sebelumnya, pemerintah telah menyetujui kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah kota dan kabupaten sebagai upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 yang disebabkan virus korona baru.
Larangan mudik ditegaskan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas melalui konferensi video. ”Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang,” kata Presiden Jokowi, Selasa (21/4/2020).
Hasil jajak pendapat Kompas pada 10-11 April 2020 juga mengungkap, 88,5 persen responden setuju dengan rencana pemerintah melarang mudik ke kampung halaman, terutama saat Lebaran nanti.
Sebagian besar responden jajak pendapat, yakni 67 persen, menyatakan tidak mudik, baik sebelum atau saat Lebaran nanti. Meskipun demikian, masih terdapat 29,5 persen yang belum memutuskan karena masih melihat situasi dan kondisi menjelang Lebaran atau saat Lebaran nanti. Hanya 1,5 persen saja yang menyatakan tetap akan mudik.
Larangan mudik sebelumnya hanya berlaku bagi ASN, TNI, Polri, dan pegawai BUMN. Namun, Presiden Jokowi menyebutkan, berdasarkan data pemerintah, masih ada 24 persen masyarakat yang bersikeras akan mudik. Menurut Presiden, angka 24 persen adalah jumlah yang besar jika terjadi perpindahan orang dari sejumlah kota, kabupaten, dan provinsi.
Harapan baik muncul pada 20 April 2020, saat jumlah pasien sembuh semakin bertambah dan jauh lebih banyak daripada yang meninggal. Terdapat 747 orang dinyatakan sembuh, sementara 590 orang meninggal. Selisih jumlah yang sembuh lebih banyak daripada meninggal sebesar 157 orang.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, fenomena yang terjadi berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jumlah korban meninggal per hari di DKI Jakarta selalu paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain, tetapi pada 20 April tidak ada korban meninggal di DKI Jakarta. Diharapkan, tren yang semakin baik ini terus berlangsung.
Kebijakan PSBB
Data yang masuk ke Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Covid-19 per 19 April 2020, ada 17 permohonan penetapan PSBB yang diajukan ke pemerintah pusat. Sebanyak 10 permohonan disetujui, tetapi satu di antaranya, Kota Tegal, diminta melengkapi data sebelum menerapkan resmi PSBB.
Sementara itu, ada permohonan yang ditolak karena tidak memenuhi aspek epidemiologi dan aspek lainnya. Ada pula yang usulan PSBB dalam proses kaji ulang (Kompas, 21/4/2010).
Kajian yang matang juga disiapkan untuk pengajuan permohonan PSBB di wilayah Surabaya dan sekitarnya, yakni Sidoarjo dan Gresik. Pemerintah Kota Surabaya memberikan masukan untuk pembuatan peraturan gubernur Jatim terkait PSBB.
Masukan dalam hal transportasi dan pendidikan diselaraskan dengan dua daerah lain, seperti Sidoarjo dan Gresik, agar pelaksanaan PSBB maksimal.
Persiapan juga dilakukan pemerintah daerah di kawasan Bandung Raya yang akan memberlakukan PSBB mulai Rabu (22/4/2020). Sejauh ini, Kota Bandung merancang penyekatan jalan menjadi tiga zona. Penyekatan berfungsi untuk mengingatkan warga dalam melakukan pembatasan sosial demi memutus mata rantai persebaran Covid-19.
Penyekatan jalan di Kota Bandung ini terdiri dari Ring 3 (batas kota), Ring 2 (akses masuk kota), dan Ring 1 (pusat kota). Setiap kawasan setidaknya dijaga oleh petugas gabungan yang akan mengingatkan warga untuk mematuhi aturan pembatasan sosial.
Hasil jajak pendapat Kompas mengungkap, 73,6 persen responden menyatakan optimistis kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, yakni pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bisa menekan laju penyebaran virus korona baru.
Sejumlah upaya di wilayah domisili responden dilakukan seperti pengawasan terhadap pendatang (34,5 persen), karantina pendatang (10,8 persen), dan penutupan akses masuk lingkungan warga secara ketat dilakukan warga setempat (17,6 persen).
Masih terdapat 30,2 persen di wilayah tempat tinggal responden belum menerapkan pembatasan orang keluar-masuk dalam rangka PSBB. Hal ini bisa dimaklumi karena belum semua daerah perkotaan menerapkan kebijakan PSBB.
Imbauan agar tetap di rumah tampaknya belum sepenuhnya dilakukan masyarakat. Hal ini juga tampak dari pengamatan di sepanjang jalan raya, masih ramai orang melintas untuk beraktivitas.
Sebanyak 72,1 persen responden menyatakan kadang-kadang keluar rumah meski PSBB sudah diterapkan di sejumlah daerah. Hanya 19,3 persen responden saja yang menyatakan lebih banyak mengalokasikan waktunya tetap di rumah.
Penggunaan masker
Imbauan penggunaan masker oleh pemerintah saat keluar rumah selama wabah Covid-19 dipatuhi oleh sebagian besar responden (78,6 persen). Ancaman penularan virus korona tampaknya semakin disadari oleh masyarakat.
Dua pekan lalu, pemerintah mendorong agar masyarakat menggunakan masker kain karena masker medis, seperti masker N95, diprioritaskan untuk para tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat. Sebanyak 64,8 persen responden menyatakan menggunakan masker kain saat berkativitas keluar rumah.
Upaya mandiri masyarakat untuk menekan penularan Covid-19 patut diapresiasi di tengah perjuangan para tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat yang tidak kenal lelah berjibaku menyembuhkan pasien Covid-19.
Larangan mudik, kebijakan PSBB, dan penggunaan masker adalah upaya preventif yang harus didukung semua warga masyarakat tanpa terkecuali karena hanya dengan cara demikian angka kasus Covid-19 yang penularannya antarmanusia bisa ditekan. (LITBANG KOMPAS)