Menguji Dominasi Politik Kekerabatan di Klaten
Sejak 2000, Kabupaten Klaten dipimpin kepala daerah dari dua keluarga, yaitu keluarga Haryanto Wibowo dan Sunarna. Artinya, dalam empat pilkada atau dua dekade, dua keluarga ini berhasil menguasai dukungan warga Klaten.
Wajah politik di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tidak bisa dilepaskan dari praktik politik kekerabatan. Dalam dua dekade ini, Klaten dipimpin dua klan politik, yaitu keluarga Sunarna dan Haryanto Wibowo. Pilkada tahun ini akan menjadi penentu, apakah faktor kekerabatan masih akan mewarnai potret politik di wilayah ini.
Sama seperti periode sebelumnya, Pilkada Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, kali ini diikuti tiga pasangan calon. Nomor urut satu diisi petahana Bupati Klaten Sri Mulyani bersama Yoga Hardaya. Pasangan ini diusung PDI-P dan Partai Golkar.
Sri Mulyani adalah Bupati Klaten periode 2017-2021 yang dilantik menggantikan Sri Hartini karena tersandung kasus korupsi. Bersama Sri Hartini, dengan debut ”Duo Sri”, ia memenangi Pilkada 2015. Sementara Yoga Hardaya adalah anggota DPRD Klaten 2014-2019.
Di nomor urut dua, ada pasangan One Krisnata-Muhammad Fajri yang sama-sama pernah maju di Pilkada 2015. One, yang merupakan General Manager Hotel Galuh Prambanan, pada Pilkada 2015 berpasangan dengan Sunarto.
Pasangan ini kalah 7,36 persen suara dari Duo Sri. Sementara Muhammad Fajri pernah menjadi calon wali kota pada Pilkada Surakarta 2015. Di Pilkada 2020 ini, One-Fajri diusung tiga partai politik (parpol), yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Gerindra.
Pasangan berikutnya adalah Arif Budiyono dan Harjanta. Pasangan yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Nasdem ini sama-sama baru mencoba peruntungan menjadi pemimpin daerah Klaten. Sebelumnya Arif merupakan aparatur sipil negara (ASN) Kementerian PUPR, sedangkan Harjanta berpengalaman menjadi Kepala Desa Karanganom, Klaten, selama dua periode.
Berdasarkan dukungan parpol, popularitas, dan pengalaman, pasangan Sri Mulyani-Yoga Hardaya diduga lebih unggul dibanding pasangan lain. Dari sisi pengalaman dan popularitas, Sri Mulyani sudah mengantongi modal sejak pemerintahan Sunarna. Sri adalah istri dari Sunarna, Bupati Klaten 2005-2010 dan 2010-2015.
Selama periode itu, Sri sudah tampil sebagai Ketua Program PKK Kabupaten Klaten. Popularitas dan pengalamannya naik saat menjabat wakil bupati dan pada akhirnya menjadi bupati.
Berdasarkan dukungan parpol, pasangan Sri Mulyani-Yoga Hardaya unggul dengan dukungan 26 kursi DPRD. Keduanya juga merupakan pimpinan parpol. Sri Mulyani merupakan Ketua DPC PDI-P Klaten, sedangkan Yoga Hardaya merupakan Ketua DPD II Partai Golkar Klaten.
Sementara koalisi parpol pendukung pasangan One Krisnata-Muhammad Fajri serta Arif Budiyono-Harjanta masing-masing mendapat 13 kursi dan 11 kursi di DPRD Kabupaten Klaten.
Jika melihat loyalitas pemilih, PDI-P yang mendukung Sri Mulyani mempunyai pengaruh kuat di Klaten yang juga jadi salah satu basis massa parpol ini. Sejak Pemilu 1999 sampai 2019, PDI-P menjadi pemenang pemilu di wilayah ini. Namun, dua kali pasangan yang diusung PDI-P gagal di pilkada Klaten (Kompas, 26/11/2015).
Pada 2005, misalnya, pasangan Sunarna-Samiadji yang didukung Partai Golkar mengalahkan Warsito-Wuryadi yang diusung PDI-P dan PKB. Padahal, saat itu PDI-P menguasai 18 dari 45 kursi DPRD Klaten, sementara Golkar dan PAN masing-masing hanya memiliki tujuh kursi. Sosok Warsito memiliki latar belakang kuat sebagai adik dari politikus senior PDI-P, Soetarjo Soerjogeoritno.
Menurut Supriyadi, pengajar komunikasi politik Universitas Sebelas Maret, saat itu kekalahan PDI-P ditengarai sebagai akibat dari konflik internal. Ada persaingan antara Bupati Klaten 2000-2005 Haryanto Wibowo dan Warsito untuk merebut rekomendasi sebagai calon dari PDI-P.
Politik kekerabatan
Sejak 2000, Kabupaten Klaten dipimpin kepala daerah dari dua keluarga, yaitu keluarga Haryanto Wibowo dan Sunarna. Artinya, dalam empat kali pilkada atau dua dekade, dua keluarga ini berhasil menguasai dukungan warga Klaten.
Haryanto Wibawa memimpin Klaten satu periode pada 2000 sampai 2005. Namun, pada Pilkada 2005 ia gagal maju kembali karena kalah bersaing di internal PDI-P. Kepemimpinannya digantikan oleh Sunarna yang memenangi Pilkada 2005 bersama Samiadji. Sunarna menjadi Bupati Klaten 2005-2010.
Kepemimpinan Sunarna berlanjut di periode 2010-2015. Di periode ini, ia didampingi istri Haryanto Wibawa, yaitu Sri Hartini. Pada Pilkada 2015, Sunarna yang telah dua periode menjabat bupati tidak lagi dapat mengikuti pilkada.
Namun, saat itu, istrinya, Sri Mulyani, maju mendampingi Sri Hartini yang kembali melanjutkan kepemimpinannya. Duo Sri ini menang dan kepemimpinan dua keluarga kembali berlanjut. Namun, Sri Hartini tersandung kasus korupsi sehingga digantikan Sri Mulyani yang kemudian jadi Bupati Klaten hingga saat ini.
Baca juga: Bupati Klaten Bantah Gunakan Bansos Terkait Covid-19 untuk Kampanye
Pilkada 2020 ini lantas menjadi penentu keberlanjutan politik kekerabatan di Klaten. Jika Sri Mulyani menang, akan mencetak babak baru dua dekade Klaten dalam kepemimpinan keluarga Sunarna.
Kondisi ini menjadi tantangan One Krisnata-Muhammad Fajri dan Arif Budiyono-Harjanta. Sebab, dengan adanya status kekerabatan calon kepala daerah, Sri Mulyani telah mendapatkan atensi publik lebih awal.
Hal ini diakui Sri Mulyani saat ia memenangi Pilkada 2015 bersama Sri Hartini. Ia mengatakan, kemenangannya tidak bisa dilepaskan dari sosok Sunarna yang pernah menjabat Bupati Klaten. Apalagi, pasangannya, Sri Hartini, yang mendampingi Sunarna memimpin Klaten (2010-2015), membuat pemilih tidak ragu memilihnya (Kompas, 12/1/2016).
Potensi ekonomi
Persaingan di Pilkada 2020 ini kiranya tidak melengahkan tujuan mewujudkan kesejahteraan warga Klaten. Selama ini Klaten dikenal sebagai wilayah penyangga pangan Jawa Tengah, bahkan nasional. Sebagai daerah lumbung beras, Klaten berhasil menyuplai beras ke daerah lain.
Potensi ini juga terbukti dari surplus beras selama pandemi Covid-19. Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Widiyani, seperti dikutip Antara (22/9/2020), hingga September penyediaan padi sudah mencapai 254.050 ton gabah kering giling (GKG). Untuk kebutuhan masyarakat mencapai 125.542 ton GKG. Sisanya adalah surplus yang mencapai 127.507 ton GKG.
Baca juga: Srinar dan Srinuk, Varietas Pemulih Kejayaan Beras Rojolele Klaten
Selain pertanian, Klaten juga memiliki basis ekonomi industri pengolahan. Pada 2019 sektor ini menyumbang 37 persen PDRB Klaten. Sebanyak 166.222 warga atau 26,9 persen warga Klaten mengandalkan sumber penghidupan dari sektor ini.
Dari sisi sektor industri, Klaten juga menyimpan potensi. Ada beragam industri yang dikembangkan di wilayah ini, seperti pengecoran logam, pandai besi, tenun, konfeksi, genteng, gerabah, pengolahan tembakau, dan gula. Ini belum termasuk industri besar dan menengah.
Berkembangnya sektor industri ini didukung lokasi strategis Klaten yang berada di antara DI Yogyakarta dan Kota Surakarta. Sektor ini berpotensi lebih berkembang dengan adanya rencana Jalan Tol Solo-Yogyakarta yang melewati 50 desa di Klaten.
Namun, sejumlah industri di Klaten kini tengah terdampak pandemi Covid-19. Ratusan buruh dan tenaga kerja juga terimbas PHK. Terkait hal itu, penanganan dampak Covid-19 menjadi tugas pertama bagi kepala daerah terpilih di pilkada mendatang. Memulihkan kondisi ekonomi daerah dan rakyat menjadi prioritas ke depan. Hal ini dapat dimulai dengan membenahi sektor-sektor ekonomi prioritas di Klaten, seperti industri pengolahan.
(LITBANG KOMPAS).