Televisi Berperan Penting dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Televisi memiliki peran penting dalam menyampaikan materi belajar selama penutupan sekolah. Televisi berpotensi menjangkau siswa lebih banyak.
Ketika pandemi Covid-19 mengubah lanskap sistem pendidikan di seluruh dunia, televisi menjadi salah satu media yang diandalkan banyak negara dalam menerapkan pembelajaran jarak jauh.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan lebih dari 1,5 miliar anak terdampak oleh penutupan sekolah secara mendadak. Krisis pembelajaran global semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Padahal, jauh sebelum pandemi, ketimpangan dalam bidang pendidikan sudah dialami anak-anak, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Pandemi memperkuat ketidaksetaraan ini dan sangat memukul siswa di negara-negara miskin.
Kondisi tersebut tecermin dalam laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef), serta Bank Dunia. Ketiganya meluncurkan laporan hasil survei tentang respons pendidikan nasional terhadap Covid-19 di 149 negara.
Survei yang dilakukan antara Juli dan Oktober 2020 ini menyimpulkan, siswa di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah cenderung tak memiliki akses ke pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mereka kehilangan banyak waktu belajar sejak awal pandemi.
Strategi pembelajaran jarak jauh
Pemerintah di seluruh dunia telah merespons dengan cepat melalui kebijakan PJJ saat sekolah harus ditutup untuk menekan risiko penularan. Kebijakan tersebut idealnya akan menjangkau lebih dari satu miliar siswa.
Merujuk survei ketiga lembaga, diperlukan kebijakan dan strategi yang tepat dari tiap negara guna memperkecil kesenjangan pembelajaran jarak jauh, khususnya bagi anak-anak di negara berpenghasilan menengah serta rendah. Sembilan dari 10 negara di dunia telah memberlakukan beberapa bentuk kebijakan untuk menyediakan PJJ melalui media digital dan penyiaran.
Sejauh ini, hasil survei UNESCO, Unicef, dan Bank Dunia menunjukkan setidaknya ada 463 juta atau 31 persen siswa di seluruh dunia yang tak terjangkau program PJJ melalui berbagai media teknologi. Hal ini terjadi lantaran ketidakmampuan rumah tangga mengakses teknologi.
Hampir separuh dari siswa sekolah di Afrika timur dan selatan tidak terjangkau oleh teknologi, tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain di dunia. Sementara itu, Amerika Latin dan Karibia memiliki proporsi keterjangkauan teknologi terendah, yakni hanya 9 persen.
Secara keseluruhan, tiga dari empat siswa yang tidak dapat dijangkau oleh kesempatan belajar jarak jauh dalam berbagai media bermukim di wilayah perdesaan. Terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi negara, siswa di daerah perdesaan secara konsisten mewakili sebagian besar dari mereka yang tidak terjangkau media teknologi.
Hasil survei tiga lembaga dunia tersebut memperlihatkan, jangkauan teknologi bagi pembelajaran siswa semakin timpang seiring tingginya tingkat perekonomian sebuah negara. Di negara-negara berpenghasilan rendah, sebanyak 47 persen siswa yang tidak terjangkau teknologi berasal dari rumah tangga termiskin. Sementara di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi, 74 persen sampai 86 persen siswa yang tidak terjangkau berbagai media teknologi pembelajaran berasal dari keluarga termiskin.
Survei itu menemukan hanya 60 persen negara yang menyediakan kebijakan pembelajaran jarak jauh untuk pendidikan pra-sekolah dasar. Hampir 70 persen siswa prasekolah dasar sebelum penutupan sekolah tidak memiliki akses apa pun ke peluang belajar digital atau siaran jarak jauh.
Peran televisi
Secara keseluruhan, media teknologi jaringan internet dan televisi menjadi sarana pembelajaran jarak jauh yang paling banyak digunakan. Keduanya masing-masing dijalankan di 83 persen negara dan 72 persen negara, sedangkan yang terakhir ialah PJJ berbasis media radio.
Di sejumlah negara, metode pembelajaran jarak jauh yang paling umum diterapkan ialah internet. Metode PJJ diterapkan di 42 persen negara untuk pendidikan prasekolah dasar dan 74 persen negara untuk pendidikan dasar.
Baca juga: Anak-anak Miskin Sudah Kehilangan Belajar Hampir Empat Bulan
Metode PJJ secara daring lewat internet juga diterapkan di 75 persen negara untuk pendidikan menengah pertama, dan 77 persen negara untuk pendidikan menengah atas. Hal ini diikuti dengan pembelajaran berbasis televisi yang dikembangkan oleh lebih dari 60 persen negara untuk semua jenjang pendidikan kecuali tingkat prasekolah dasar. Adapun negara yang menerapkan pembelajaran berbasis media teknologi radio rata-rata kurang dari 50 persen.
Secara global, kebijakan pembelajaran jarak jauh berbasis televisi berpotensi untuk menjangkau proporsi tertinggi siswa (62 persen). Proporsi siswa tersebut paling tidak mencakup hampir 930 juta siswa di seluruh dunia dari semua jenjang pendidikan.
Jika dilihat dari sisi wilayah, mayoritas negara telah terjangkau dan memanfaatkan televisi untuk pembelajaran selama pandemi. Wilayah Eropa Timur dan Asia Tengah dapat dikecualikan karena lebih banyak memanfaatkan internet. Adapun wilayah Afrika Barat, Tengah, Afrika Timur dan Selatan lebih mengandalkan radio.
Televisi di Indonesia
Di Indonesia, televisi juga menjadi salah satu media pembelajaran yang diandalkan masyarakat dalam pembelajaran jarak jauh. Televisi dapat menjadi medium alternatif untuk mengatasi tantangan keterbatasan jaringan dan kuota internet.
Hasil survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan sebanyak enam dari 10 siswa SD dan empat dari 10 siswa SMP memanfaatkan televisi sebagai media pembelajaran dalam PJJ. Pemanfaatan televisi sebagai media PJJ juga sudah dilakukan melalui Program Belajar dari Rumah (BDR) yang ditayangkan di TVRI dan TV Edukasi.
Bukan kali ini saja televisi menjadi media yang dimanfaatkan untuk pembelajaran. Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang mulai mengudara tanggal 23 Januari 1991 merupakan contohnya. Hingga lebih kurang tahun 1995, siaran TPI banyak memindahkan modul-modul tertulis ke dalam siaran tutorial mata pelajaran sekolah.
Kini, materi PJJ berbasis televisi berperan penting menjangkau sebagian besar siswa sekolah di dunia, terutama yang kesulitan mengakses pembelajaran dalam jaringan. Meskipun televisi mulai ditinggalkan pada era disrupsi digital, pada saat pandemi datang media teknologi digital tak serta-merta bisa menyelesaikan masalah penyampaian materi sekolah.
Baca juga: Hilang Belajar, Hilang Masa Depan
Fenomena ini menunjukkan, televisi memiliki peran penting dalam menyampaikan materi belajar selama penutupan sekolah. Televisi berpotensi menjangkau siswa lebih banyak.
Pada 21 November nanti, dunia merayakan Hari Televisi Sedunia. Momentum ini ditandai dengan kenyataan bahwa televisi ternyata bisa menjadi solusi sebagai sumber informasi dan sumber edukasi bagi dunia pendidikan. (LITBANG KOMPAS)