Kaum Muda Melawan Pandemi Covid-19
Sumpah Pemuda menemukan semangatnya kembali melalui kiprah kaum muda yang berpartisipasi dalam upaya penanganan pandemi Covid-19.
Dampak kesehatan dan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 turut menyasar kaum muda. Walau ikut terpukul, kontribusi kaum muda terus dinanti untuk ikut menekan pandemi.
Infeksi virus SARS-CoV-2 mengenai semua lapisan masyarakat, tak terkecuali usia muda. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, dalam periode Januari-Juli 2020, virus korona telah menginfeksi 18,36 juta penduduk di seluruh dunia.
Dari jumlah kasus Covid-19 tersebut, sebanyak 9,6 persen dialami usia muda 15-24 tahun. Artinya, hingga Juli 2020 terdapat sekitar 1,7 juta anak muda yang terkena Covid-19. Dengan bertambahnya jumlah kasus infeksi virus korona yang mencapai 42,9 juta kasus pada 25 Oktober 2020, potensi kaum muda yang terpapar juga bisa semakin banyak.
Selain dari aspek kesehatan, dampak pandemi Covid-19 juga berimbas pada aspek pekerjaan, pendidikan, serta psikologi kaum muda. Menurut laporan PBB tentang Prospek Populasi Dunia pada 2019, terdapat 1,2 miliar kaum muda berusia 15-24 tahun di seluruh dunia. Jumlah tersebut merupakan 16 persen dari populasi global.
UNESCO memberikan gambaran muram dampak pandemi yang membuat sekitar 1 miliar pelajar dan mahasiswa di seluruh dunia mengalami kurangnya akses pendidikan karena imbas penutupan sekolah dan universitas.
Temuan senada terungkap dari hasil survei daring yang dilakukan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Apri-Mei 2020 lalu. Sebanyak 73 persen dari 12.000 responden berusia 18-29 tahun di 112 negara mengungkapkan kesulitan mengakses pendidikan dan pelatihan akibat pandemi.
Kebijakan karantina dan pembatasan sosial yang diterapkan di beberapa negara dan kota membuat sekolah, universitas, dan pusat pelatihan/kursus menjadi tutup. Pemberlakuan lockdown membuat jangkauan peserta didik dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi menjadi terbatas. Demikian pula dengan strategi mengganti sistem belajar menjadi sekolah online ternyata belum dapat diikuti oleh semua pelajar dan mahasiswa.
Kendala kepemilikan gawai, keterbatasan akses internet, hingga kecakapan menyerap pelajaran online membuat separuh responden (51 persen) merasa studi mereka akan tertunda karena materi pendidikan yang mereka terima lebih sedikit. Minimnya akses materi pelajaran ini bahkan membuat satu dari sepuluh responden berpikir bahwa studi mereka akan gagal dalam masa pandemi ini.
Tidak hanya dari sisi pendidikan, dampak pandemi juga dirasakan tenaga kerja usia muda. Satu dari enam pekerja muda yang menjadi responden survei tersebut mengungkapkan telah berhenti bekerja sejak merebaknya virus korona. Mereka yang berhenti bekerja adalah pekerja berusia 18 hingga 24 tahun yang belum banyak memiliki pengalaman kerja serta kaum muda yang bekerja di bagian administrasi, layanan, penjualan, dan industri kerajinan.
Pengangguran
Dalam pemantauan ILO, pada masa pandemi terjadi penurunan jam kerja global untuk kuartal ketiga 2020 sebesar 12,1 persen atau setara dengan 345 pekerjaan penuh waktu. Penurunan paling banyak dialami negara-negara di Benua Amerika, Arab, Eropa, dan Asia Tengah.
Penurunan jam kerja ini diperkirakan masih akan berlanjut di kuartal keempat 2020. Hal ini menunjukkan tekanan berat sebagai krisis Covid-19 pada sektor tenaga kerja yang masih akan terjadi hingga akhir tahun ini.
Kondisi ini juga ditemukan di Indonesia. Hingga 31 Juli 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, lebih dari 3,5 juta pekerja formal ataupun informal terdampak Covid-19 akibat dirumahkan hingga PHK yang berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran. Bahkan, Bappenas memperkirakan, jumlah penganggur dapat bertambah sekitar 4 juta-5,5 juta orang tahun ini.
Pengurangan tenaga kerja pada era pandemi ini menambah problem ketenagakerjaan yang selama ini sudah dihadapi angkatan kerja muda global. Publikasi Global Employment Trends for Youth 2020 menyebutkan, pada 2019 di seluruh dunia terdapat 1,3 miliar angkatan kerja berusia muda (15-24 tahun). Dari jumlah tersebut, sebanyak 68 juta orang masih mencari pekerjaan.
Tekanan yang dialami kaum muda, baik yang dialami oleh pelajar maupun mahasiswa dalam menempuh pendidikan serta tenaga kerja berusia muda, menjadi aspek yang harus diwaspadai. Riset yang dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC memaparkan siapa saja yang rentan mengalami stres dan kecemasan berlebih pada masa krisis Covid-19.
Salah satu pihak yang dinilai rentan adalah anak dan remaja. Kerentanan mengalami stres ini bersumber dari kecemasan atau kekhawatiran menghadapi pandemi, terlebih hingga saat ini belum jelas kapan akan berakhir.
Psikolog Inggris, Jo Hemmings, mengungkapkan, rasa cemas atau khawatir dapat meningkatkan hormon adrenalin dan kortisol yang bisa menimbulkan gejala sulit bernapas, sesak dada, hingga jantung berdegup kencang. Ciri-ciri tersebut mirip dengan gejala infeksi virus SARS-CoV-2. Tidak heran, jika tekanan psikologis ini memiliki dampak yang sama bahayanya dengan penyakit Covid-19.
Kontribusi
Mencermati kondisi di atas, pandemi Covid-19 memberikan tekanan kesehatan, kualitas pendidikan, hingga berkurangnya penghidupan kaum muda di seluruh dunia. Namun, di tengah tekanan fisik dan psikologis akibat pandemi Covid-19, kaum muda di sejumlah negara membantu penanganan pandemi. PBB menyebutkan langkah-langkah yang dapat dilakukan kaum muda untuk membantu penanganan pandemi Covid-19.
Badan PBB untuk Pendanaan Kependudukan (UNFPA) mengeluarkan panduan ”Covid-19: Working with and for Young People” untuk membantu kaum muda di tingkat lokal dan global dalam menanggapi pandemi virus korona baru. Ini dimulai dengan tindakan pencegahan hingga respons terhadap dampak penyakit Covid-19.
Langkah pertama yang dapat dilakukan pemuda-pemudi adalah memberikan contoh menerapkan protokol kesehatan, seperti anjuran WHO, yaitu cuci tangan lebih sering dengan benar, melakukan jaga jarak, menghindari kerumunan, tidak melakukan jabat tangan, serta selalu menggunakan masker.
Tindakan kedua adalah membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya Covid-19. Ini merupakan kontribusi nyata yang dinanti untuk menghadapi bahaya berita bohong dan infodemi seputar Covid-19 yang menebarkan ketakutan kepada masyarakat luas.
Upaya meredam kecemasan masyarakat akan bahaya Covid-19 dilakukan grup musik kaum muda Ndlovu di Afrika Selatan dengan menggunakan musik dan tarian untuk memberikan informasi dan pencegahan tentang virus korona. Mereka membuat lagu bertema cuci tangan dan bagaimana membantu mencegah penularan Covid-19. Kreativitas kaum muda seperti ini diperlukan untuk memberikan informasi yang mudah dicerna kepada masyarakat luas.
Kontribusi lainnya dapat dilakukan dengan bergabung sebagai surelawan untuk membantu melindungi warga yang lebih rentan terkena Covid-19. Sejumlah kaum muda di London, Inggris, menjadi sukarelawan membantu warga lanjut usia yang tinggal di rumah selama masa karantina dengan menyediakan bahan makanan dan obat-obatan bagi mereka. Kegiatan lain dapat dilakukan dengan berpartisipasi dalam penggalangan donasi, seperti dalam program ”Covid-19 Solidarity Response Fund for WHO”.
Di Indonesia, sejumlah gerakan solidaritas juga ditunjukkan untuk membantu meringankan pasien Covid-19 dan keluarganya. Solidaritas warga terlihat dalam bentuk pemberian kebutuhan pokok, masker, hingga penggalangan donasi yang kemudian disalurkan untuk membeli APD atau bantuan kepada masyarakat yang terdampak.
Sumpah Pemuda menemukan semangatnya kembali dengan kiprah kaum muda yang ambil bagian dalam Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19 yang menjadi sarana partisipasi warga dalam pencatatan angka kejadian Covid-19 di Tanah air. Wadah kreativitas juga disediakan Unicef yang meluncurkan kampanye online untuk mengajak kaum muda Indonesia untuk berbagi pengalaman melalui video atau foto yang mereka lakukan untuk membantu teman, keluarga, dan komunitas mereka selama pandemi Covid-19.
Penanganan pandemi Covid-19 membutuhkan semangat dan kontribusi semua lapisan masyarakat, tak terkecuali kaum muda. Kerja bersama semua lapisan masyarakat di dunia ini harus terus dilakukan untuk menekan penularan virus korona, menemukan vaksin dan pengobatan Covid-19 agar kondisi kesehatan, sosial, serta ekonomi masyarakat dapat segera kembali pulih. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Jerat Stigma Penyintas Covid-19