Sediakan APD, Lindungi Tenaga Medis
Saat menangani pasien Covid-19, alat pelindung diri (APD) merupakan atribut yang sangat penting digunakan oleh tenaga medis. Karena itu, ketersediaan APD harus dipastikan untuk menekan risiko penularan virus korona.
Alat pelindung diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh sumber daya manusia dari potensi bahaya di fasilitas layanan kesehatan.
Dalam mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan kerja, alat pelindung diri (APD) merupakan atribut yang sangat penting, khususnya terkait bahaya penularan dengan risiko yang paling tinggi terjadi. APD memang tidak mengurangi paparan dari sumbernya, hanya saja penggunaan APD dapat mengurangi jumlah pajanan virus yang masuk ke tubuh.
Menurut ketentuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), APD berfungsi dengan baik dan memberikan perlindungan prima terhadap tenaga medis jika terdiri atas tujuh perangkat. Tujuh perangkat tersebut adalah pelindung wajah dan kacamata pelindung—keduanya dapat saling menggantikan jika tidak dapat diperoleh keduanya—kemudian masker, pelindung kepala, gaun medis, sarung tangan karet, dan sepatu bot.
Beberapa di antaranya memiliki ketentuan khusus, seperti pemakaian sarung tangan karet. Berdasarkan panduan penggunaan alat pelindung diri, sarung tangan sebaiknya dikenakan dua lapis. Lapis pertama untuk melindungi permukaan kulit, lapisan kedua untuk menyentuh bidang kerja sehingga cairan atau kontaminan dari bidang kerja atau pasien dapat dihalau secara optimal.
Dari tujuh jenis APD yang direkomendasikan oleh WHO, sebagian besar hanya boleh digunakan sekali pakai, yaitu masker, pelindung kepala, sarung tangan karet, dan gaun medis. Sementara sepatu bot, kacamata pelindung, atau pelindung wajah dapat dicuci dengan metode disinfeksi dan dapat digunakan kembali.
Melihat ketentuan penggunaannya, jenis APD yang paling banyak perlu disediakan adalah masker, sarung tangan, dan penutup kepala. Tiga jenis APD tersebut harus selalu diganti untuk mengoptimalkan perlindungan terhadap para tenaga medis dalam merawat pasien.
Perlindungan tenaga medis
Di tengah penanganan wabah virus korona baru penyebab Covid-19, perlindungan terhadap tenaga medis menjadi amat krusial karena mereka rentan terinfeksi. Munculnya kasus beberapa tenaga medis yang tertular Covid-19 menggambarkan titik penting perlindungan itu.
Sebanyak 34 tenaga medis di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, dinyatakan positif Covid-19 pada 14 April 2020. Mereka terdiri dari 30 dokter, 2 fisioterapis, 1 perawat, dan 1 tenaga administrasi.
Baca juga: Berperang Tanpa Senjata Lengkap
Sebelumnya sejumlah tenaga medis juga meninggal akibat virus korona. Hingga 6 April 2020, tercatat ada 31 tenaga medis gugur dalam tugas akibat virus korona. Beberapa di antaranya adalah para dokter. Salah satu penyebab meninggalnya para dokter karena tidak mengenakan alat pelindung diri secara memadai.
Data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menunjukkan, hingga April 2020 terdapat 129.994 dokter umum dan 38.786 dokter spesialis yang terdaftar aktif. Ditambah dengan 29.896 dokter gigi dan 4.046 dokter gigi spesialis.
Berdasarkan data tersebut, terdapat 202.722 dokter aktif di Indonesia. Angka ini belum termasuk tenaga medis perawat. Menurut Profil Kesehatan Indonesia dari Kemenkes, di Indonesia terdapat setidaknya 345.000 tenaga medis keperawatan.
Dokter yang terdaftar dalam KKI sudah termasuk yang terdata sebagai sukarelawan tenaga medis penanganan Covid-19. Jumlah ini belum terhitung tenaga pendukung medis lain pada bagian radiologi, administrasi, dan lain sebagainya.
Selain tenaga medis, ada pula sukarelawan medis yang membantu penanganan pasien Covid-19. Berdasarkan catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, terdapat 3.412 sukarelawan tenaga medis dan 15.418 sukarelawan nonmedis hingga 11 April 2020. Sukarelawan kemanusiaan ini tersebar di 25 provinsi.
Menghitung kebutuhan
Keberadaan jumlah tenaga medis dan sukarelawan tersebut dapat dipakai untuk menghitung jumlah kebutuhan APD bagi mereka. Data BNPB dapat menjadi acuan pemetaan jumlah minimum kebutuhan APD. Hingga 11 April 2020, terdapat 18.830 sukarelawan tenaga medis dan tenaga nonmedis.
Penghitungan juga memasukkan variabel lamanya pandemi. Salah satu prediksi durasi pandemi dipublikasikan oleh Ikatan Alumni Departemen Matematika Universitas Indonesia. Disebutkan, skenario terburuk puncak pandemi diprediksi terjadi pada 4 Juni 2020 dan akan berakhir pada akhir Agustus atau awal September 2020.
Melihat hasil permodelan tersebut, pemerintah perlu memastikan ketersediaan APD untuk durasi empat bulan ke depan. Menggunakan asumsi jumlah 18.000 sukarelawan bekerja selama 120 hari, maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan APD para sukarelawan.
Satu tenaga sukarelawan perawat pasien Covid-19 yang bekerja dalam waktu empat bulan membutuhkan 960 masker medis, 240 pasang sarung tangan karet, 120 pelindung kepala, 120 gaun medis sekali pakai, 16 kacamata pelindung, 16 pelindung wajah, dan 2 pasang sepatu bot. Total seorang sukarelawan membutuhkan 1.474 unit alat pelindung diri yang terdiri atas tujuh jenis APD.
Jika melihat jenisnya, APD jenis masker adalah yang paling banyak dibutuhkan. Berdasarkan jumlah data tenaga medis, durasi kerja dan ketentuan penggunaannya. Dalam waktu empat bulan dibutuhkan sedikitnya 6 juta masker medis.
Sarung tangan karet sesuai dengan rekomendasi harus dikenakan lapis dua oleh setiap tenaga medis. Sarung tangan karet yang dibutuhkan para sukarelawan sebanyak 4,5 juta pasang. Pelindung kepala harus digunakan untuk sekali pakai. Maka, dibutuhkan 2,1 juta unit pelindung kepala.
APD berupa gaun medis jika menggunakan versi sekali pakai, setiap hari dibutuhkan sesuai jumlah tenaga medis dan nonmedis, yakni 18.000 unit. Jika krisis Covid-19 akan berlangsung empat bulan ke depan, dibutuhkan 2,1 juta gaun medis.
Untuk APD jenis sepatu bot, pelindung wajah, dan kacamata pelindung tidak ada ketentuan kapan harus diganti. Selama APD tersebut dicuci dengan benar, maka dapat digunakan berulang kali selama tidak mengalami kerusakan.
Jika diasumsikan pelindung wajah dan kacamata pelindung diganti seminggu sekali, kebutuhan dua jenis APD tersebut untuk empat bulan masing-masing sejumlah 288.000 unit.
Sepatu bot adalah jenis APD yang paling tahan lama masa penggunaannya. Selama tidak mengalami kerusakan, sepatu bot dapat digunakan selama berbulan-bulan. Dengan asumsi dasar penghitungan sepasang sepatu bot memiliki masa pakai dua bulan, maka jumlah kebutuhan sepatu bot adalah 36.000 pasang.
Dari rincian di atas, total jumlah APD yang dibutuhkan dari beragam jenis adalah 15 juta unit. Kebutuhan tersebut dihitung berdasarkan jumlah tenaga medis yang tercatat sebagai sukarelawan Covid-19. Artinya angka ini adalah jumlah minimum yang wajib disediakan.
Upaya pemerintah
Adanya kasus infeksi Covid-19 yang dialami 34 tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, yang tertular Covid-19 menjadi pelajaran pentingnya perlindungan terhadap tenaga medis.
Ironi keterbatasan alat pelindung diri masih dialami rumah sakit besar di Pulau Jawa. Terlebih, sebagian besar dari tenaga medis yang tertular tersebut merupakan dokter bedah yang diduga tertular dari pasien yang dioperasi di RSUP Dr Kariyadi.
Merespons kekurangan APD, pemerintah melakukan upaya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ekspor komoditas penunjang penanganan Covid-19 sudah dihentikan. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020 melarang ekspor, termasuk di antaranya adalah APD. Aturan ini berlaku mulai 18 Maret 2020 hingga 30 Juni 2020.
Ketersediaan APD juga diupayakan dari sektor produksi. Pemerintah menetapkan target produksi baju APD setiap bulan 8 juta potong. Namun, menurut Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil, Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam, hanya 1 juta potong yang dapat diproduksi sesuai standar medis dengan menggunakan bahan spunbond non-woven.
Ragam upaya sudah selayaknya dilakukan untuk menjamin perlindungan bagi tenaga medis yang berperan sebagai garda depan menghadang wabah Covid-19. Di tengah keterbatasan produksi, pemerintah dapat melibatkan UMKM garmen dalam produksi alat pelindung medis. Tentu saja dengan mengawal kualitas bahan agar tetap memenuhi ketentuan medis.
Baca juga: Kebutuhan Baju APD yang Aman Belum Terpenuhi
Hingga saat ini, kasus baru pandemi di Indonesia masih meningkat setiap hari. Karena itu, ketersediaan alat pelindung diri harus dipastikan dengan penghitungan prediksi durasi pandemi.
Kebutuhan APD para tenaga medis dan tenaga kerja di fasilitas kesehatan di Indonesia merupakan hal penting yang harus terpenuhi. Ini untuk menjamin tidak ada lagi korban jiwa dari para pejuang yang menjadi garda depan penghadang Covid-19. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?