Apa yang kita konsumsi pada pagi hari akan menentukan performa sepanjang hari.
Oleh
KRISHNA P PANOLIH
·4 menit baca
KOMPAS/SRI REJEKI
Sarapan dengan makanan yang dibawa bakul tenongan di teras rumah, September 2013.
Sarapan sudah menjadi salah satu kegiatan rutin sebagian besar warga sebelum beraktivitas. Meski kadang disepelekan, sarapan berguna bagi tubuh sebagai energi awal untuk beraktivitas.
Sarapan, dalam bahasa Inggris breakfast, berarti break the fast atau mengisi perut pada pagi hari setelah malam sebelumnya tidak makan karena tidur. Sarapan yang cukup berarti tubuh mendapat kalori yang penting untuk otak dan proses metabolisme dalam beraktivitas. Selain kalori, juga ada asupan vitamin, mineral, sedikit lemak dan kolestoral untuk berkonsentrasi, memecahkan masalah, ataupun koordinasi dengan tangan dan mata.
Apa yang kita konsumsi pada pagi hari akan menentukan performa sepanjang hari. Itu sebabnya, walaupun bangun kesiangan, kita tetap harus sarapan. Melewatkan sarapan akan menyebabkan tubuh setidaknya kehilangan sekitar 16 persen kalori, menurut penelitian ilmiah tahun 2016 berjudul ”Why don’t More People Eat Breakfast? A Biological Prespective”.
Hasil jajak pendapat Kompas awal Maret lalu juga menyatakan hal sama. Hampir tiga perempat responden menyatakan bahwa makan pada pagi hari tersebut cukup penting. Sebagian besar beralasan, sarapan berguna sebagai modal awal energi untuk beraktivitas sepanjang hari. Sisanya menyebutkan, sarapan itu menyehatkan dan memang sudah terbiasa melakukannya setiap hari.
Faedah lain dari sarapan sangat banyak bagi kesehatan, dan ini dibuktikan melalui berbagai studi tentang kegemukan (obesitas), penyakit kencing manis (diabetes), indeks massa tubuh (body mass index, BMI, atau ukuran proporsionalitas antara tinggi dan berat badan), serta ritme sirkadian (siklus biologis 24 jam di setiap sel dalam tubuh).
Sebanyak empat dari lima responden yang menyebutkan pentingnya sarapan mempunyai kebiasaan untuk makan pagi setiap hari. Kebiasaan ini diajarkan para orangtua kepada anaknya sebagai aktivitas rutin yang harus dilakukan setiap hari.
Semua responden dari golongan umur milineal ataupun tua mayoritas mengaku rutin sarapan setiap pagi. Hampir 70 persen anak milineal mengaku biasa mengisi perut pada pagi hari. Juga dengan 86 persen generasi tua.
Beragam pekerjaan juga rata-rata rutin mengisi perut pada pagi hari. Hanya saja, dari beragam profesi yang dilakukan di luar rumah, seperti pelajar, aparatur sipil negara, karyawan swasta, wiraswasta, dan guru, proporsi pelajar yang sarapan lebih kecil, sekitar 58 persen. Bandingkan dengan proporsi pekerjaan lainnya yang berkisar 76-86 persen.
Tidak rutin
Di sisi lain, masih ada sekitar seperempat responden yang tidak rutin sarapan. Proporsinya, ada hampir 30 persen kaum milineal dan 12,3 persen generasi tua yang berumur 41 tahun ke atas. Dari proporsi tersebut, terlihat bahwa anak-anak muda lebih sering melewatkan sarapan dibandingkan generasi di atasnya.
Hal ini juga terlihat dari jajak pendapat Kompas pertengahan Agustus 2018. Dari 392 mahasiswa di 20 kota di Indonesia, hanya 51,8 persen yang mengaku rutin sarapan setiap pagi. Sepertiga responden bahkan hanya 3-5 kali sarapan dalam seminggu.
Penting, tetapi sering dianggap remeh. Begitulah pandangan sebagian orang soal sarapan, mengutip penelitian Buckner, dkk yang dipublikasikan dalam The American Journal of Clinical Nutrition(2016). Merujuk Penelitian tersebut, hanya dua pertiga dari total populasi orang dewasa warga di Inggris yang rutin sarapan.
Kondisi ini juga terjadi di Amerika Serikat. Penelitian lain di Amerika yang dikutip dari laman blackeoejournal.com tahun 2017 juga menyebutkan, sekitar 97 persen warga Amerika setuju pentingnya sarapan, tetapi hanya 44 persen yang menjalankannya. Dari dua penelitian itu, alasan responden tidak sarapan adalah tidak lapar, tidak nafsu makan, atau terlalu sibuk.
Hal yang sama juga diungkapkan responden Kompas. Sebanyak 10 persen responden menyebutkan, sarapan tidak penting karena tidak ada waktu untuk sarapan. Jam sekolah dan kantor yang terlalu pagi ataupun tidak ingin terjebak lalu lintas selalu menjadi alasan sarapan selalu dilewatkan.
Selanjutnya, sekitar 2,5 persen menyebutkan, sarapan tidak penting karena alasan diet. Banyaknya metode melangsingkan badan yang kian populer hingga kini menjadi salah satu alasan untuk melewatkan sarapan.
Adanya pendapat bahwa kalau ingin kurus sebaiknya tidak sarapan justru keliru. Kondisi perut kosong pada pagi hari malah meningkatkan lonjakan gula darah setelah makan siang dan makan malam.
Efeknya adalah makan lebih banyak. Sebaliknya, mereka yang memanfaatkan sarapan pada pagi hari cenderung mempunyai body mass index (BMI) yang lebih rendah dibandingkan yang makan banyak pada siang dan malam hari.
Kompas
Jajan di luar, seperti di kantin sekolah atau kampus, menjadi pilihan praktis saat tidak sempat sarapan di rumah.
Lalu, seperti apa sarapan yang ideal? Mengutip laman Kemenkes, sarapan tak harus makan berat, seperti nasi goreng dengan lauk dan sayur lengkap. Semangkuk yoghurt rendah lemak dengan satu pisang sudah cukup menghasilkan energi selama 8 jam.
Nasi rupanya masih pangan yang disukai responden dalam jajak pendapat ini. Separuh lebih responden menyebut nasi dan lauk pauk-lah yang utama.
Menu favorit lainnya adalah roti yang disebut oleh 16 persen responden. Sisanya menyebut bubur, gorengan, dan sayuran.
Melihat kekayaan pangan yang ada di Indonesia, sebetulnya banyak (pangan) alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk sarapan. Karbohidrat pun ada pada roti, sereal, buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu.
Meski mempunyai waktu terbatas saat pagi, makan pagi jangan sampai dilewatkan dengan berbagai menu favorit. Sarapan menjadi bekal awal beraktivitas, menjadi penentu performa sepanjang hari. Jadi, jangan sepelekan sarapan. (LITBANG KOMPAS)