Penambahan Kursi Pimpinan MPR Kemungkinan lewat Voting
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Selasa (6/2) malam pimpinan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat melakukan rapat tentang revisi UU MPR, DPR, DPD, DPRD, jumlah penambahan kursi pimpinan MPR belum disepakati. Kemungkinan besar, jumlah penambahan pimpinan MPR dilakukan dengan mekanisme voting di rapat paripurna.
Anggota Badan Legislatif dari Fraksi Partai Nasdem, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan, pada rapat para ketua kelompok fraksi tadi malam tentang UU MD3, beberapa fraksi masih berbeda pendapat tentang penambahan pimpinan MPR.
”Dalam draft revisi UU MD3 itu disebutkan penambahan pimpinan itu satu di DPR, satu di MPR, dan satu dari unsur DPD. Itu telah disepakati dengan pemerintah karena berkaitan dengan konsekuensi anggaran dan sebagainya,” ujar Taufiq di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu (7/2).
”Namun, sejumlah fraksi lain mengatakan tidak akan berpatokan dengan itu. Rata-rata fraksi ingin penambahan. Barangkali kalau penambahannya satu, mereka takut tidak kebagian begitu,” kata Taufiq.
Ketua DPR Bambang Soesatyo membenarkan belum ada kesepakatan terkait jumlah penambahan kursi MPR. Meski begitu, jumlah penambahan satu kursi pimpinan di DPR untuk fraksi PDI-P telah disepakati.
”Untuk MPR (penambahan pimpinan) tinggal ada dinamika. PKB dan Gerindra mendorong supaya pimpinannya ditambah dua,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, jika kesepakatan tidak tercapai dalam Badan Legislatif, kemungkinan keputusan akan diambil melalui mekanisme voting di rapat paripurna. Menurut dia, hal itu lumrah dalam demokrasi setelah semua mekanisme musyawarah mufakat telah ditempuh.
”Serahkan saja pada mekanisme yang ada, tetapi dari kami para pimpinan revisi UU MD3 harus selesai pada masa sidang ini (sebelum 15 Februari 2018),” kata Bambang.
Isu penambahan pimpinan DPR dan MPR kembali mengemuka ke publik setelah pada periode jabatan 2014-2019, PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2014 tidak mendapatkan satu pun kursi pimpinan DPR dan MPR. Padahal, di periode sebelumnya partai pemenang pemilu secara langsung mendapatkan jatah ketua DPR.
Saat ini, kursi pimpinan DPR terdiri dari Fraksi Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Adapun komposisi pimpinan MPR terdiri dari Fraksi Golkar, PAN, Demokrat, PKS, dan satu unsur DPD. Kecuali Partai Demokrat, semua fraksi tersebut pada Pilpres 2014 tergabung dalam Koalisi Merah Putih, pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang secara jumlah kursi di DPR lebih banyak dibandingkan dengan koalisi pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Digugat MK
Sekretaris Fraksi PPP Arsul Sani menyampaikan, partainya tetap menghendaki mekanisme pemilihan langsung dari anggota MPR untuk memilih pimpinan MPR. Hal itu dilakukan untuk menghormati hak suara anggota DPD.
”Penambahan anggota MPR lebih dari satu sulit menormakannya, selain dengan pemilihan langsung. Kalau satu saja bolehlah untuk PDI-P karena mereka pemenang Pemilu 2014,” kata Arsul.
”Jika penambahannya lebih dari satu kemudian penunjukan, hak suara anggota DPD di MPR tidak ada. Itu rawan kalau saja salah satu anggota DPD menggugat ke MK (Mahkamah Konstitusi) terkait UU MD3. Itu kan tidak baik,” kata Arsul.
Ia menyarankan, nantinya saat pemilihan setiap fraksi yang belum mendapatkan jatah pimpinan MPR mengajukan satu nama untuk dipilih menjadi pimpinan MPR. Dua nama dengan raihan suara terbanyak akan menjadi pimpinan MPR tambahan untuk periode 2014-2019.
Saat ini, jumlah anggota MPR sebanyak 692 orang, terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. (DD14)