Airlangga: Penunjukan Aziz Gantikan Novanto Cederai Wibawa DPR
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penunjukan Sekretaris Fraksi Golkar DPR Aziz Syamsudin oleh Setya Novanto sebagai calon penggantinya dirinya di posisi ketua DPR dinilai tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu, penunjukan Aziz oleh Setya Novanto ini dinilai bakal mencederai wibawa DPR. Idealnya, pemilihan ketua DPR diselenggarakan setelah Partai Golkar menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk mengganti Setya Novanto sebagai ketua umum partai.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, yang saat ini tengah digadang-gadang menjadi ketua umum Partai Golkar menggantikan Novanto, mengatakan, proses penunjukan Aziz ini di luar jalur yang biasa ditempuh partainya. Hal ini, menurut Airlangga, tidak sesuai dengan keputusan rapat pleno Partai Golkar pada 21 November lalu.
”Seharusnya pengambilan keputusan dibahas setelah rapat pleno lalu. Keputusan strategis harus dibahas PLT ketua umum bersama ketua harian dan para koordinator bidang DPP Partai Golkar,” kata Airlangga di sela acara Sarasehan Nasional yang diselenggarakan Gerakan Muda Partai Golkar di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/12).
Airlangga mengatakan, hingga saat ini belum ada rapat DPP yang menentukan alat kelengkapan dewan. Selain itu, penunjukan yang bersifat dadakan itu bisa mencederai wibawa DPR di mata publik. Terlebih Novanto saat ini ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik. Novanto kemungkinan akan menghadapi sidang perdana sebagai terdakwa perkara korupsi ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/12) mendatang.
”DPR itu sebuah lembaga tinggi negara, tentunya kita harus menghormati DPR sebagai lembaga tinggi negara. Proses-proses yang dilakukan sebuah partai politik, apalagi dalam agenda yang begitu besar mengenai ketua DPR ini, harus dipertontonkan kepada publik bahwa wibawa dari kelembagaan ini jangan dikooptasi oleh keputusan yang sifatnya dadakan,” kata Airlangga.
Proses-proses yang dilakukan oleh sebuah partai politik, apalagi dalam agenda yang begitu besar mengenai ketua DPR ini, harus dipertontonkan kepada publik bahwa wibawa dari kelembagaan ini jangan dikooptasi oleh keputusan yang sifatnya dadakan
Di acara yang sama, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tandjung mempertanyakan perihal surat penunjukan Aziz yang ditandatangani Novanto. Sebelumnya, beredar kabar bahwa Setya Novanto menandatangani surat dan menunjuk Aziz sebagai calon ketua DPR.
”Dalam hal ini, Novanto menandatangani surat tersebut sebagai apa? Jika sebagai Ketua Umum Golkar, kan sudah ada Idrus Marhan sebagai PLT Ketua Umum, seharusnya Idrus yang berhak menandatangani surat tersebut,” kata Akbar.
Pada Jumat (8/12), Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Robert J Kardinal dan Azis Syamsuddin mengadakan pertemuan dengan pimpinan fraksi partai lainnya. Pertemuan yang digelar di ruang FPG itu juga dihadiri Sekretariat Jenderal DPR. Pertemuan itu dihelat untuk menyampaikan surat pengunduran diri Novanto sebagai Ketua DPR dan memaksakan untuk segera dilakukannya rapat paripurna untuk mengesahkan Azis sebegai Ketua DPR berdasarkan surat dari Novanto (Kompas, 9/12/2017).
Akbar menjelaskan, idealnya pemilihan ketua DPR dilakukan setelah munaslub sesuai dengan hasil akhir siapa ketua umum baru Partai Golkar. Selain menentukan kepengurusan baru, nantinya ketua umum juga menentukan ketua DPR pengganti Novanto.
”Untuk pemilihan ketua DPR sekarang ini, masih harus dari fraksi Partai Golkar juga. Belum ada perubahan dari tata cara dari pemilihan ketua DPR yang baru,” kata Akbar.
Setelah munaslub, harus ada debat terbuka untuk pemilihan ketua DPR ini.
Akbar menjelaskan, dalam pemilihan ketua DPR, harus ada dialog antaranggota Fraksi Golkar di DPR. Menurut dia, pendapat dari tiap anggota Fraksi Golkar harus didengar untuk memilih nama-nama yang cocok sebagai pengganti Novanto.
”Harus dilihat lagi siapa saja anggota DPR dari Fraksi Golkar yang menduduki beberapa posisi kepemimpinan, baik di komisi maupun pada alat-alat kelengkapan lainnya. Tentunya sesuai dengan pemikiran yang sejalan untuk memperkuat fungsi legislasi, budgeting, dan pengawasan di DPR,” kata Akbar.
Ketua DPD I Partai Golkar NTT Melky Laka Lena mengatakan, surat tersebut dibuat Novanto pada 4 Desember. Surat tersebut berisi pengunduran diri Novanto sebagai Ketua DPR.
”Pada prinsipnya, Novanto ingin mundur sebagai Ketua DPR karena mempertimbangkan kepentingan partai, bangsa, dan negara. Sudah waktunya ia mundur dan memberikan jabatan tersebut kepada Aziz,” kata Melky.
Pada prinsipnya, Novanto ingin mundur sebagai Ketua DPR karena mempertimbangkan kepentingan partai, bangsa, dan negara. Sudah waktunya ia mundur dan memberikan jabatan tersebut kepada Aziz.
Melky menjelaskan, ia tidak mengetahui alasan mengapa Novanto menunjuk Aziz sebagai penggantinya. Menurut dia, biarkan mekanisme pergantian tersebut dilakukan fraksi, DPP, dan rapat paripurna.
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, sebaiknya pemilihan ketua DPR dilaksanakan setelah munaslub. ”Setelah munaslub harus ada debat terbuka untuk pemilihan ketua DPR ini. Selain itu, harus ada riset yang dilakukan sebagai dasar pertimbangan elektabilitas dan mengakomodasi aspirasi masyarakat terkait ketua DPR baru,” kata Dedi.
Peneliti dari Centre for Strategic International Studies (CSIS) Philip J Vermonte mengungkapkan, setelah munaslub, mungkin saja akan ada aspirasi baru terkait calon pengganti ketua DPR. Selain itu, peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan, siapa pun yang nantinya menjadi ketua DPR, sebaiknya tidak berpotensi terlibat dalam kasus hukum. (DD05)