Pemda Berperan Penting Cegah Intoleransi dan Ekstremisme
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Isu intoleransi dan ekstrimisme dengan kekerasan di Indonesia mendapat perhatian pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Bahkan, Konferensi Kabupaten/Kota Hak Asasi Manusia yang digelar International NGO Forum for Indonesia Development (INFID) bekerja sama dengan Komisi Nasional HAM dan Kantor Staf Presiden, tanggal 6-7 Desember 2017 mengangkat tema “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM”.
Konferensi diselenggarakan di Hotel Manhattan, Jakarta dari tanggal 6-7 Desember 2017 ini adalah acara tahunan dan merupakan konferensi ke-4. Konferensi dibuka Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Senin (6/11).
Direktur Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo dalam keterangan pers mengungkapkan Tema “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan melalui Perluasan Kabupaten/Kota HAM” diangkat dalam konferensi tersebut antara lain mencoba untuk mendiskusikan situasi demokrasi dan HAM saat ini.
“Kami percaya bahwa kita semua tidak ingin Indonesia menjadi Negara gagal. Saya percaya kita ingin Indonesia menjadi masyarakat yang damai, rukun dan tanpa kekerasan,” ujar Sugeng.
Karena itulah lanjut Sugeng, keberadaan kabupaten/kota HAM menjadi penting. “Saya mengapresiasi pada kepala daerah yang membuktikan wilayahnya sebagai daerah toleran, inklusif, dan punya komitmen sebagai Kabupaten/Kota HAM,” kata dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Menurut dia, sebagai sebuah bangsa majemuk Indonesia menghadapi tantangan isu intoleran dan ekstrimisme yang serius. Komnas HAM menerima tren peningkatan kasus dalam isu ini. Karena itu, dia menilai isu intoleransi dalam konferensi tersebut faktual dan aktual. Negara perlu menciptakan situasi yang kondusif untuk mewujudkan hak – hak korban.
Berbagai survei
Mugiyanto, Senior Program Officer untuk HAM dan Demokrasi INFID mengungkapkan berbagai survei menunjukkan situasi intoleransi dan ekstremisme dengan kekerasan di Indonesia. Survey INFID tentang Persepsi Anak Muda terhadap Radikalisasi dan Ekstremisme dengan Kekerasan menyebut bahwa 22,2 persen setuju kekerasan sebagai cara yang tepat hadapi kaum kafir dan 47 persen setuju larangan ucapan selamat hari raya kepada agama lain.
“Survei-survei lain juga menunjukan gejala yang sama,”ujar Mugiyanto. Ia mencontohkan, Setara Institute yang melakukan survey tentang Kota, menyebut Jakarta paling intoleran dari 94 kota lainnya di Indonesia.
Konferensi Human Rights Cities diisi dengan sesi pleno dan pararel dengan tema Pencegahan Intoleransi dan Ekstrimisme dengan Kekerasan : Peran Pemerintah Pusat dan Daerah; Kabupaten/Kota HAM dan Gerakan Global untuk Mencegah Intoleransi dan Ekstremisme dengan Kekerasan; Forum Kepala Daerah : Dialog Toleransi dan Keberagaman; Populisme dan Demokrasi; Pemda dan Hak Minoritas Keagamaan, dan tema lainnya.
Selain menghadirkan narasumber Sidarto Danusubroto (Dewan Pertimbangan Presiden) dan Yenny Wahid (Wahid Fondation) konferensi tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber yakni Chaerul Anwar dari BNPT, Pudji (Bappeda Lampung Timur), Masni Eriza (Kasubdit Hak kelompok rentan, Kementerian Luar Negeri), Kim Hyun (Team Leader Departemen HAM Kantor Walikota Gwangju Korea Selatan), Marizen Santos (Kepala Divisi Pemantauan Kewajiban Internasional, Kantor Penasihat Kebijakan HAM Komnas HAM Filipina), Gabriella Fredriksson, (Team Leader Inclusive Cities RWI), dan Mugiyanto Senior Program Officer HAM dan Demokrasi Infid.
Konferensi tersebut dihadiri lebih dari 150 peserta dari berbagai kalangan, di antaranya dari perwakilan lembaga-lembaga negara, perwakilan Pemerintah Daerah termasuk para Bupati dan Walikota, organisasi keagamaan, dan organisasi masyarakat sipil lainnya termasuk anak-anak muda. Selain itu Konferensi ini juga dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi internasional.
Pengertian kabupaten/kota HAM
Kabupaten/kota HAM adalah kabupaten/kota dimana Pemerintah daerah memiliki komitmen untuk menjamin pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan warganya sesuai dengan kebutuhan warganya dengan melibatkan warga dan kelompok masyarakat sipil dalam menentukan nasib mereka. Pemerintah kabupaten/kota sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang bersinggungan langsung dengan warga masyarakat dan representasi negara di tingkat lokal sudah sepatutnya memiliki wewenang dan tanggung jawab terkait pemenuhan HAM.
Realisasi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM oleh pemerintah daerah tidak akan maksimal bila tidak didukung oleh sumber daya dan sumber dana (penganggaran) pemerintah daerah.Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 – 12 mengatur kewenangan pemerintah daerah terkait hak-hak danpelayanan publik, antara lain dibidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dan sosial.
Paritispasi aktif warga dan kelompok masyakarat sipil sangat penting untuk memastikan pelaksanaan tanggung jawab HAM pemerintah daerah terkait program-program pembangunan Hak Asasi Manusia tidak salah sasaran.