Biaya Bangun Gedung DPR Sebaiknya Dialihkan buat Beasiswa Pendidikan
Oleh
Andy Riza Hidayat/A Ponco Anggoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembangunan Gedung DPR saat ini dinilai bukan pada saat yang tepat. Kondisi keuangan negara yang belum membaik seharusnya menjadi pertimbangan bagi para wakil rakyat. Sebaiknya anggaran untuk pembangunan gedung itu dapat dialihkan untuk keperluan yang lebih penting bagi masyarakat luas seperti beasiswa pendidikan untuk rakyat yang membutuhkan.
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie meminta agar wakil rakyat bersabar dahulu. “Saya tahu, Gedung DPR itu perlu. Tetapi melihat defisit anggaran yang besar, ruang fiskal negara masih bermasalah, begitu pun juga dengan penerimaan pajak yang belum mencapai target, harusnya ada empati di sana,” kata Marzuki saat ditemui di Kompleks Istana Kepresdenan di Jakarta, Rabu (23/8).
Harusnya ada empati di sana
Menurut Marzuki, pembangunan Gedung DPR dapat dilakukan pada saat kondisi ekonomi nasional membaik, penerimaan pajak meningkat, dan defisit anggaran pada angka yang aman. Namun aaat ini sektor pendidikan misalnya, membutuhkan anggaran besar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Banyak anak yang tidak mampu kuliah, anggaran untuk riset dipotong, beasiswa untuk dosen juga dipotong. Kalau biaya gedung dialihkan ke dana pendidikan, manfaat untuk anak-anak kita luar biasa,” kata Marzuki.
Secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno belum tahu terkait rencana pembangunan Gedung DPR. Pratikno belum tahu apakah sudah ada surat permohonan pembangunan gedung atau belum. Walaupun pada akhirnya dia akan terima surat permohonan itu (jika ada), namun izin pembangunan gedung negara melalui Direktorat Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, hingga kemudian ke Kementerian Sekretariat Negara, dan diproses di Sekretariat Kabinet.
Pada 16 Agustus lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan belum menerima permintaan resmi rencana pembangunan Gedung DPR. Lantaran belum ada surat resmi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat belum dapat mengambil lagkah apa pun.
Sementara itu, sejumlah anggota DPR tidak ingin gedung baru yang dibangun berlebihan. Pasalnya, kondisi keuangan negara terbatas. Ruangan kerja anggota DPR di gedung baru misalnya, tidak harus mengikuti standar pemerintah. Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/8), mengatakan, jika mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, standar setiap ruangan anggota DPR memang seluas 117 meter persegi.
Namun jika melihat kondisi keuangan negara yang terbatas, ruangan anggota yang dibuat nantinya, tidak perlu mengikuti standar yang dibuat pemerintah itu. Jika luas ruangan anggota saat ini 36 meter persegi, ruangan anggota DPR yang baru, cukup dua kali lipat dari luas ruangan sekarang atau seluas 72 meter persegi. Ruangan seluas itu dinilai Irma sudah cukup untuk ruang kerjanya ditambah empat staf yang dimilikinya.
“Ini penting pula supaya publik tidak melihat DPR boros atau bermewah-mewahan dengan gedung barunya,” tambahnya.
Kebutuhan total anggaran untuk menyelesaikan pembangunan kemungkinan, Rp 1,6 triliun
Dengan demikian, bisa menghemat anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan gedung. Terlebih menurutnya, Rp 601 miliar yang dialokasikan di pagu anggaran untuk tahun 2018, belum cukup untuk menyelesaikan pembangunan gedung. Dari total Rp 601 miliar, anggaran untuk pembangunan gedung sebesar Rp 320 miliar sisanya, untuk pembangunan alun-alun demokrasi.
“Kebutuhan total anggaran untuk menyelesaikan pembangunan kemungkinan, Rp 1,6 triliun. Jadi ini proyek multiyears, tidak bisa selesai hanya pada tahun 2018,” katanya.
Bahkan menurutnya, dengan kondisi keuangan negara yang terbatas, seharusnya rencana pembangunan alun-alun demokrasi bisa ditunda. “Karena yang mendesak saat ini gedung,” tambahnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih pun mengharapkan pembangunan gedung baru tidak berlebihan. “Saya ini juga anggota Badan Anggaran DPR, sehingga paham betul kondisi keuangan negara sekarang masih terbatas, bahkan masih defisit. Jadi kalaupun pemerintah menyetujuinya, pembangunan gedung baru tidak perlu berlebihan,” ujarnya.
Jadi kalaupun pemerintah menyetujuinya, pembangunan gedung baru tidak perlu berlebihan
Menurutnya, ruangan seluas 117 meter persegi memang ideal. Namun apakah di tengah kondisi keterbatasan keuangan negara, ruangan seluas itu pantas diberikan ke anggota DPR, dia melihat hal itu perlu dikaji kembali. “Perlu dicari titik tengahnya, dihitung kembali luasnya yang pas supaya bisa menghemat anggaran negara yang memang terbatas kondisinya,” tambahnya.
Saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2018, Badan Anggaran DPR akan membahas hal tersebut dengan pemerintah. Termasuk melihat kembali apakah alokasi anggaran untuk pembangunan fasilitas baru bagi DPR itu memungkinkan di tengah kondisi keuangan negara yang terbatas.
“Jadi walaupun sudah ada alokasi anggaran untuk pembangunan di pagu anggaran 2018, bisa saja hal itu dibatalkan saat pembahasan RAPBN 2018. Terlebih jika saat pembahasan nanti, DPR dan Pemerintah melihat ruang anggaran yang ada lebih baik dialokasikan untuk hal lain yang lebih penting,” jelasnya.