Penguntitan Jampidsus Belum Terjawab, Jaksa Agung dan Kapolri Akrab di Istana
”Kita enggak ada apa-apa, kok,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin santai seraya menyalami Kapolri Jenderal Listyo.
Oleh
HIDAYAT SALAM, NINA SUSILO
·2 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (kanan), Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo (kedua dari kanan), Jaksa Agung ST Burhanuddin (kedua dari kiri), dan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango hadir dalam pembukaan rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo bertemu di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/5/2024). Pertemuan keduanya memicu perhatian publik setelah isu dugaan penguntitan oleh personel Detasemen Khusus 88 Polri terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus atau Jampidsus Febrie Adriansyah.
Listyo dan Burhanuddin tampak bersalaman sebelum acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 dan peluncuran Government Technology (GovTech) Indonesia digelar. Bahkan, Burhanuddin dan Listyo juga duduk berdekatan saat acara tersebut. Keduanya terlihat akrab dan santai. Keduanya malah sempat berfoto bersama, dan masing-masing tersenyum lebar.
”Kita enggak ada apa-apa, kok,” kata Burhanudin sambil bersalaman dengan Listyo.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana pembukaan rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Seusai acara SPBE Summit 2024, Jaksa Agung dan Kapolri keluar dari Istana Negara bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto yang berada di antara Jaksa Agung dan Kapolri langsung menggandeng lengan kedua pejabat itu saat wartawan meminta mereka berpose. ”Ingat yah, sudah gandengan,” kata Menko Polhukam.
Kemudian, Jaksa Agung dan Kapolri serta Menko Polhukam langsung meninggalkan Istana Negara. Kedua pejabat, yakni Jaksa Agung dan Kapolri, tidak memberikan penjelasan apa pun mengenai dugaan penguntitan tersebut.
Diketahui, berdasarkan informasi yang beredar, pada Minggu (19/5/2024) sejumlah anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diduga menguntit Febrie Adriansyah saat makan malam di salah satu restoran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Tak hanya menguntit, personel Densus itu diduga mencoba merekam dari jauh pembicaraan Febrie. Polisi militer yang mengawal Febrie kemudian berhasil menangkap salah satunya.
Ingat yah, sudah gandengan.
Sejak menangani kasus korupsi timah yang diduga merugikan negara hingga Rp 271 triliun, Febrie memperoleh pengawalan dari polisi militer TNI.
Tak berhenti di situ, sehari setelah kejadian, tepatnya pada Senin (20/5/2024) malam, rombongan sepeda motor dan mobil polisi dengan sirine yang berbunyi terlihat di sekitar kantor Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka sempat berhenti sesaat di gerbang utama Kejagung. Peristiwa ini terlihat dari video berdurasi sekitar 16 detik yang beredar di media sosial.
Duduk bersama dan telusuri kasus
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo bertemu dan menjelaskan kepada publik perihal dugaan penguntitan oleh personel Densus 88 Polri terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Febrie Adriansyah.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
.Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/6/2023).
”Pucuk pimpinan dua lembaga penegak hukum itu (Jaksa Agung dan Kapolri) perlu bertemu untuk penelusuran duduk perkara yang sebenarnya,” ujarnya.
Pucuk pimpinan dua lembaga penegak hukum itu (Jaksa Agung dan Kapolri) perlu bertemu untuk penelusuran duduk perkara yang sebenarnya.
Taufik Basari mengatakan, persoalan yang muncul seharusnya tidak dibiarkan berlarut-larut. Jika dibiarkan, gesekan tidak hanya berpotensi terjadi di Jakarta, tetapi bisa melebar ke daerah atau unit-unit lain di antara kedua instansi penegak hukum. Hal itu harus segera dicegah karena sebagai penegak hukum seharusnya kedua institusi tersebut bersatu.
Hal yang juga penting, menurut Taufik, adalah hasil penelusuran duduk perkara oleh pucuk pimpinan kedua instansi harus dijelaskan kepada publik. ”Penelusuran itu harus disampaikan kepada publik karena rakyat berhak tahu apa yang terjadi,” katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, mengatakan, institusi Kejaksaan dan Polri diperkuat dengan undang-undang bukan untuk membangun arogansi institusi. Ia berharap dugaan penguntitan itu tidak benar. Namun, jika benar terjadi, itu sangat memprihatinkan. Komisi III akan menunggu informasi secara resmi dari kedua institusi tersebut.
”Kami buat UU Polri, buat UU Kejaksaan dengan penuh khidmat, penuh kecermatan untuk membangun penguatan sistem dan lembaga baik itu Polri maupun Kejaksaan. Bukan membangun arogansi institusi, apalagi mencederai penegakan hukum yang tengah berlangsung,” katanya.