Menjelang Penentuan Sikap PDI-P, Kelompok Oposisi Dinilai Masih Dibutuhkan
PDI-P belum menentukan sikapnya dalam pemerintahan lima tahun ke depan, yakni apakah akan bergabung atau jadi oposisi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada pembukaan Rapat Kerja Nasional III PDI-P di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
JAKARTA, KOMPAS — PDI Perjuangan yang memenangi pemilihan legislatif bakal menentukan sikapnya, yakni apakah akan berada di dalam atau di luar pemerintahan lima tahun ke depan. Keberadaan ”oposisi” dipandang masih dibutuhkan untuk menyeimbangkan peran pemerintah. Secara simultan, masyarakat sipil pun dituntut lebih partisipatif.
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDI-P akan digelar pada Jumat-Minggu (24-26/5/2024) di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta. Sebagai peraih 110 kursi parlemen (18,97 persen), PDI-P belum menentukan sikapnya terhadap pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan, Rakernas V PDI-P bakal dimanfaatkan untuk menegaskan sikap dan posisi politik 2024-2029, entah itu di dalam atau di luar pemerintahan.
”Saya kira, (pada) Rakernas nanti, PDI-P ingin menegaskan sikap dan posisi politiknya untuk lima tahun mendatang sebagai sikap kolektif institusi. Hal ini tentu bagian dari upaya menyudahi spekulasi publik pasca-Pemilu 2024,” ujar Wasisto, saat dihubungi, Kamis (23/5/2024).
Meski hanya terdapat dua pilihan, Wasisto enggan menebak langkah yang akan diambil PDI-P karena parameter penentuan posisi politik terlalu banyak dan terdapat banyak spekulasi. Walaupun demikian, ia melihat sikap politik di luar pemerintahan atau oposisi bisa memengaruhi fungsi pengawasan.
Demi menyeimbangkan dan memperbaiki iklim demokrasi, menurut Wasisto, harus tetap ada partai politik yang berada di luar pemerintahan. Sebab, kalau tidak partai politik yang berada di luar pemerintahan, peraturan perundang-undangan yang kontroversial akan mudah lolos.
Saya kira, Rakernas nanti, PDI-P ingin menegaskan sikap dan posisi politiknya untuk lima tahun mendatang sebagai sikap kolektif institusi.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Sihar PH Sitorus (kiri), menyerahkan berkas pandangan umum Fraksi PDI-P terkait Rancangan Undang-Undang APBN 2024 kepada Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan) dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Perihal peraturan perundang-undangan yang kontroversial ini, Wasisto mencontohkan Undang-Undang Ibu Kota Nusantara, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dan UU Cipta Kerja (Ciptaker). Pembahasan regulasi-regulasi tersebut secara mulus tanpa banyak ganjalan terjadi akibat melemahnya fungsi-fungsi anggota DPR dari partai politik yang bergabung dalam koalisi pemerintahan akibat sikap kompromi.
Padahal, pembahasan aturan-aturan tersebut menuai banyak kritik dari publik, termasuk aksi demonstrasi yang terjadi secara luas. Namun, aturan tersebut tetap lolos karena dominannya kelompok pendukung pemerintah di parlemen.
”Artinya, dua sisi, yakni kelompok oposisi dan masyarakat sipil, harus menjadi penyeimbang. Koalisi masyarakat sipil bisa menjadi kelompok penekan efektif sebagai oposisi eksternal (di luar pemerintahan sekaligus parlemen),” ujar Wasisto.
KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati, di Jakarta, Senin (14/8/2023).
Kekuatan kelompok masyarakat sipil sebagai oposisi eksternal juga bisa menutupi kelemahan partai politik oposisi karena dominannya parpol pemerintahan di parlemen. Daya tekan masyarakat sipil dan pengawasan kuat dari parpol oposisi mampu menyeimbangkan iklim demokrasi pemerintahan mendatang.
Sejauh ini, merujuk data Litbang Kompas, parpol pendukung Prabowo-Gibran menguasai 280 dari 580 kursi atau 48,27 persen parlemen, artinya masih belum mayoritas. Namun, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem mengaku siap bekerja sama dengan pemerintahan mendatang. Artinya, Koalisi Prabowo-Gibran berpotensi mendapat tambahan 137 kursi DPR dari dua partai tersebut yang menjadikan mereka dominan dalam parlemen.
Pada akhir April lalu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut bakal ada parpol luar koalisi Prabowo-Gibran yang bakal bergabung. Sejumlah komunikasi juga dibangun dalam rangka merangkul semua kelompok untuk mendukung pemerintahan mendatang.
Sejumlah parpol yang berada di luar kolisi terbagi atas pengusung Anies-Muhaimin, antara lain Partai Nasdem, PKB, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Selain itu, ada pula pengusung Ganjar-Mahfud, antara lain, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Meski demikian, PDI-P belum secara resmi menyatakan kesediaan untuk bergabung atau bekerja sama.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Rabu (22/5/2024), menuturkan, terdapat peluang partainya akan menentukan sikap politik saat Rakernas V PDI-P mendatang. Pengurus parpol tingkat pusat bakal mendengarkan masukan dari pengurus PDI-P tingkat cabang dan daerah.
Hasto pun tak menutup kemungkinan pengumuman sikap tersebut akan dilakukan saat penutupan Rakernas V PDI-P. ”Rakernas dengan seluruh dinamikanya akan mendengarkan suara dari seluruh peserta rakernas. Dari situlah sikap politik akan diumumkan saat penutupan rakernas partai,” katanya.