CSIS: Ratusan Caleg Terpilih Terindikasi Terasosiasi Dinasti Politik
CSIS menekankan pentingnya itikad politik dari elite untuk mendorong politik yang setara bagi semua.
Oleh
ANTONIUS PONCO ANGGORO, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan sebanyak 138 dari 580 atau sekitar 24 persen calon anggota DPR yang berpeluang besar ditetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai calon terpilih terindikasi terasosiasi dengan dinasti politik. Mereka memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat politik, seperti anggota DPR petahana atau pejabat eksekutif seperti pimpinan daerah.
Dari penelusuran CSIS yang dirilis di Jakarta, Rabu (24/4/2024), dari 138 calon yang terindikasi terasosiasi dinasti politik tersebut, calon dari PDI Perjuangan di peringkat pertama terbanyak atau sebanyak 30 orang. Kemudian di urutan kedua ada calon dari Partai Golkar yang sebanyak 27 calon. Selanjutnya, Partai Nasdem (23 calon), Partai Gerindra (22 calon), Partai Kebangkitan Bangsa (12 calon), Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (masing-masing 9 calon), dan Partai Keadilan Sejahtera (6 calon).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jika ditilik dari hubungan kekerabatan, paling banyak calon yang berpeluang terpilih atau sebanyak 53 calon merupakan anak dari pejabat politik. Di urutan kedua, istri dari pejabat sebanyak 30 calon. Selanjutnya berturut-turut adik pejabat (20 calon), suami pejabat (10 calon), kakak dan keponakan pejabat (masing-masing 7 calon), dan kategori lain tetapi masih kerabat sebanyak 11 calon.
Tak sebatas itu, CSIS juga menelusuri jumlah caleg perempuan yang berpeluang besar terpilih dan kaitannya dengan dinasti politik. Dari jumlah calon perempuan yang berpotensi besar terpilih sebesar 127 calon, sebanyak 58 calon di antaranya terasosiasi politik dinasti.
Jika ditilik berdasarkan partai, persentase terbesar yang terasosiasi dengan dinasti politik berasal dari PDI-P, yaitu 16 dari 27 calon yang berpeluang besar terpilih. Kemudian Gerindra (11 dari 19 calon) dan Nasdem (12 dari 21 calon).
Sebagai catatan, jumlah calon yang berpeluang besar terpilih itu dengan menghitung konversi raihan suara ke kursi DPR berbasiskan metode Sainte Lague, sesuai amanat Undang-Undang Pemilu. Adapun KPU sejauh ini belum menetapkan calon anggota DPR terpilih karena masih menanti tuntasnya proses sengketa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Menyikapi banyaknya calon anggota DPR yang terindikasi terasosiasi dengan dinasti politik, salah satu penggagas CSIS, Jusuf Wanandi, tak mempersoalkannya asalkan keterpilihan para calon itu terjadi secara natural.
”Kalau dia timbul secara natural dalam politik, tidak ada persoalan. Tetapi, kalau naiknya didongkrak-dongkrak (oleh kerabatnya yang menjadi pejabat politik), ini jadi penyakit. Makanya, jangan sampai menjadi dinasti politik yang salah,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menekankan pentingnya itikad politik dari elite untuk mendorong politik yang setara bagi semua terutama peningkatan keterwakilan politisi muda, perempuan, serta politisi yang berasal dari orang-orang biasa untuk dapat mencalonkan diri dan terpilih dalam pemilu.
Selain itu, sistem pemilu juga perlu memastikan agar terjadi keseimbangan dan kesetaraan politik di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat sehingga anggota DPR yang terpilih paling tidak mendekati dari karakter populasi.
Hal penting lain, menurut Arya, perlu adanya evaluasi terhadap penerapan sistem proporsional terbuka yang sudah berjalan 25 tahun.
”Evaluasi menyeluruh terutama penting untuk melihat efektivitas sistem itu untuk meningkatkan keterwakilan politik anak muda dan perempuan serta meningkatkan representasi politik antara wakil rakyat dan konstituen,” tambahnya.