Caleg Terpilih yang Maju Pilkada Dinilai Tak Jalankan Mandat Rakyat
Pragmatisme parpol pun tergambar saat figur yang akan maju pilkada tetap dijadikan pendulang suara di pileg sebelumnya.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena calon anggota legislatif terpilih yang maju pemilihan kepala daerah atau pilkada akan kembali terulang dalam Pilkada 2024. Selain menjadikan pemilihan legislatif sekadar ajang tes ombak, para caleg terpilih dianggap tak menjalankan mandat yang diberikan rakyat.
Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, majunya caleg terpilih tidak hanya terjadi di tingkat DPR, tetapi juga di DPRD provinsi hingga kabupaten/kota. Mereka menjadikan pemilihan legislatif (pileg) sebagai sarana menguji elektabilitas sekaligus pengenalan dan memelihara ingatan publik.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Caleg terpilih yang maju pilkada ini meninggalkan mandat rakyat sebelum mereka bertugas menjalankan amanat konstituennya. Partai politik pun pragmatis dengan tetap mengusung mereka di pileg sebagai pendulang suara untuk mengamankan kursi,” ujar Titi saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (14/4/2024).
Berdasarkan Putusan MK No 12/PUU-XXII/2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mensyaratkan caleg terpilih membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri apabila telah dilantik menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika menjadi calon kepala daerah.
Caleg terpilih yang maju pilkada ini meninggalkan mandat rakyat sebelum mereka bertugas menjalankan amanat konstituennya.
Agenda Pilkada 2024 beririsan dengan jadwal pelantikan anggota DPR dan DPD sehingga caleg terpilih wajib mengundurkan diri ketika menjadi calon kepala daerah. Adapun penetapan calon dalam Pilkada 2024 dilakukan pada 22 September 2024, sedangkan anggota DPR dan DPD dilantik pada 1 Oktober 2024.
Namun, syarat bersedia mengundurkan diri tersebut bisa tidak berlaku bagi caleg terpilih DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini disebabkan ada daerah yang waktu pelantikannya di atas 27 November 2024. Artinya, caleg terpilih DPRD bisa kembali menjabat di parlemen ketika kalah dalam pilkada mendatang.
”Meskipun caleg terpilih dilantik setelah bulan November, tetap saja mereka mestinya mengundurkan diri agar tidak sembarangan mempermainkan mandat rakyat dengan menjadi kutu loncat dari satu pemilihan ke pemilihan yang lain,” ujar Titi.
Kutu loncat politik
Selain itu, kata Titi, fenomena caleg terpilih maju pilkada juga menjadi gambaran masalah kaderisasi dan regenerasi yang menunjukkan terbatasnya figur mumpuni di kalangan internal partai politik. Kondisi ini mengakibatkan rekrutmen politik akhirnya bertumpu pada sosok politisi tertentu saja.
”Pemilih mestinya jeli dalam mencermati fenomena ini supaya tidak asal-asalan memilih calon kepala daerah yang pragmatis dan sekadar jadi kutu loncat politik,” ucapnya.
Sebelumnya, dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ahmad Alafizy dan Nur Fauzi Ramadhan, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengatur kewajiban mengundurkan diri bagi caleg terpilih yang akan mengikuti kontestasi sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2024. Mereka berharap tidak hanya anggota legislatif yang wajib mundur ketika maju pilkada, tetapi juga caleg terpilih.
Namun, MK menolak permohonan itu karena kewajiban pengunduran diri bagi anggota legislatif, baik pusat maupun daerah, disebabkan adanya potensi penyalahgunaan kewenangan dan gangguan kinerja sebagai anggota DPR, DPRD, ataupun DPD. Saat yang bersangkutan belum menjadi anggota legislatif definitif, syarat pengunduran diri menjadi tidak relevan untuk diberlakukan.
”Pengunduran diri calon anggota DPR, anggota DPD, atau anggota DPRD sebelum ditetapkan sebagai anggota justru hal tersebut berpotensi mengabaikan prinsip kebersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945,” ucap Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024).