Pertemuan Jokowi-Megawati Sulit Terwujud, Hasto: Ada Pagar Pembatas
Tampilan nepotisme dianggap terlalu nyata diperlihatkan dalam Pilpres 2024 dengan majunya putra sulung Presiden.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo diyakini sulit terwujud karena ada ”pagar pembatas” yang memisahkan mereka. PDI-P berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan etika dan moral. Sementara Jokowi dianggap telah mengkhianati prinsip-prinsip tersebut karena lebih mementingkan ambisi kekuasaannya.
Hingga hari kedua Lebaran, Kamis (11/4/2024), tidak ada pertemuan antara Megawati dan Presiden Jokowi. Setelah kemarin bertemu dengan sahabat-sahabat terdekatnya, Megawati sepanjang hari ini menghabiskan waktu bersama keluarga. Sementara itu, Presiden Jokowi bersilaturahmi dengan calon presiden, Prabowo Subianto.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui Kompas di Jakarta, Kamis (11/4/2024), mengatakan, PDI-P sejak awal berpegang pada politik kebenaran. Komitmen partai terhadap bangsa dan negara terus dipegang teguh karena bangsa ini telah dibangun dengan cita-cita masa depan yang mengedepankan nilai-nilai kejujuran, meritokrasi, dan supremasi hukum.
Namun, ia menyayangkan, seseorang yang telah dipersiapkan untuk membangun suatu warisan yang baik, mengedepankan etika dan moral, serta diharapkan menjadi suri teladan di dalam demokrasi justru berubah karena ambisi kekuasaan. ”Jangan semua ini ditabrak hanya karena ambisi kekuasaan. Itu, kan, menjadi suatu pagar pembatas. Kami yang berpegang pada prinsip-prinsip politik kebenaran, otomatis itu menjadi pagar pembatas,” ujar Hasto.
Hasto tak terlalu mempersoalkan jika perlakuan tersebut hanya dilakukan terhadap PDI-P. Sebab, PDI-P biasa mengalami hal semacam itu, di mana ada kader-kader partai yang melakukan suatu pelanggaran disiplin.
Lebih jauh dari itu, sayangnya, perlakuan tersebut telah mengkhianati demokrasi. Bahkan, lanjutnya, beberapa waktu lalu, anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut menyoroti netralitas Presiden Jokowi pada Pemilu 2024. Ia juga bertemu dengan salah satu duta besar dan mengatakan bahwa inilah kegelapan demokrasi Indonesia.
Tampilan nepotisme dianggap terlalu nyata diperlihatkan dalam kontestasi Pilpres 2024 dengan majunya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, sumber daya negara dan instrumen negara sengaja dikerahkan untuk pemenangannya.
”Maka, yang ada adalah suatu proses pemilu yang sebenarnya bukan pemilu. Karena semua sudah diatur oleh kekuatan penguasa dan oligarki persis pada masa (Presiden) Soeharto,” ucap Hasto.
Untuk itu, Hasto mengibaratkan ada suatu pagar pembatas antara Megawati dan Jokowi. ”Diketok pintunya saja susah karena itu hal yang sangat fundamental. Dan ini bukan karena PDI Perjuangan, tetapi ini karena prinsip-prinsip pengkhianatan terhadap konstitusi dan demokrasi yang berkedaulatan rakyat dan tata nilai bangsa,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah situasi ini merupakan luka terbesar bagi PDI-P, Hasto mengungkapkan bahwa partainya sudah bergerak maju. Hanya saja, partainya akan menjadikan situasi ini sebagai pembelajaran ke depan.
”Kami sudah move on. Sama ketika Anda naik pesawat, kenapa selalu diajarkan safety proceduremeski aman-aman saja? Itu kan sebagai pengingat,” ujarnya.
Dikunjungi sahabat
Sebelumnya, di hari pertama Lebaran, sejumlah elite PDI-P terlihat hadir di kediaman Megawati, mulai dari Bambang Wuryanto, Trimedya Pandjaitan, dan Djarot Saiful Hidayat. Hadir pula jajaran tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail.
Tak hanya itu, di luar menteri-menteri dari PDI-P, hadir juga empat menteri lain yang berada di kabinet Presiden Jokowi. Keempat menteri itu ialah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Seusai bertemu dengan Megawati, hanya Sri Mulyani yang berkenan memberikan keterangan sedikit kepada wartawan. Sri Mulyani mengaku tidak ada pesan khusus dari Megawati. ”Pokoknya berlebaran saja,” katanya.
Hasto mengungkapkan, di Lebaran kali ini, Megawati memang hanya mengundang sahabat-sahabat terdekat Megawati.
”Kehadiran sahabat-sahabat beliau itu menunjukkan bagaimana semangat persaudaraan itu sangat kuat yang juga diteladani dari seluruh sikap dan pemikiran dari Ibu Megawati Soekarnoputri,” ucapnya.
Hasto tak berkomentar banyak ketika ditanya soal apakah Presiden Jokowi bakal bersilaturahmi dengan Megawati. Ia hanya mengatakan bahwa Lebaran ini tidak ada buka pintu (open house) di rumah Megawati.
”Ya, ini kan bisa dilihat (papan bertuliskan ’Tidak Ada Open House’ di depan rumah Megawati). Artinya, kan tidak ada open house. Jadi, yang hadir adalah sahabat-sahabat Ibu (Megawati), yang juga menujukkan suatu komitmen bagi Indonesia, bukan bagi keluarga he-he-he,” ucapnya.
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, Sirojudin Abbas, berpandangan, jarak atau jurang pemisah antara Presiden dan Ketua Umum PDI-P saat ini semakin lebar dan masih terlalu panas untuk bisa dijembatani melalui silaturahmi Lebaran. Kedua pemimpin tersebut dinilai membutuhkan waktu yang lama untuk memperkecil jarak di antara keduanya dan mendinginkan suhu politik.
”Saya kira masih akan membutuhkan waktu lama agar bisa duduk bersama dalam satu forum. Apalagi untuk bisa makan bersama dan bercengkerama di meja makan, seperti sebelumnya sering dilakukan,” kata Sirojudin.
Menurut Sirojudin, situasi tersebut akan memengaruhi upaya Prabowo yang berupaya merangkul semua pihak agar potensi adanya oposisi menurun sekaligus memudahkannya dalam memimpin pemerintahan. Langkah Prabowo tersebut menjadi semakin tidak mudah jika ide politiknya tidak lebih dari bagi-bagi akses pada sumber kekuasaan dan sumber ekonomi.
Sementara PDI-P memiliki akar ideologis, akar idealisme, serta sejarah oposisi politik yang sangat kuat. Di sisi lain, PDI-P memiliki kekuatan yang besar di DPR sebagai pemenang Pemilu 2024.
”Kondisi ini pasti tidak akan mudah untuk dikelola oleh Pak Prabowo. Pak Prabowo mungkin pada akhirnya harus realistis dan pragmatis,” ujarnya.