Renggangnya Jokowi-Megawati Pengaruhi Pemerintahan Mendatang
Dua kali, Ketua Tim TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani, kunjungi Megawati. Jalan panjang rekonsiliasi terus diupayakan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Retaknya hubungan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dinilai akan berdampak pada langkah calon presiden dengan suara terbanyak, Prabowo Subianto, untuk merangkul semua pihak. Upaya rekonsiliasi tersebut diperkirakan memakan waktu yang panjang meski hubungan antara Megawati dan Prabowo tampak tidak ada masalah.
Pada hari pertama hari raya Idul Fitri, Rabu (10/4/2024), Ketua Tim Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Rosan Roeslani, menyambangi kediaman Ketua Umum PDI-P sebanyak dua kali dalam sehari. Kunjungan pertamanya bersilaturahmi dan kunjungan keduanya disebut-sebut menyampaikan pesan Prabowo. Kunjungan itu, apa pun, merupakan rangkaian dari upaya rekonsiliasi antara Prabowo dan Megawati.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Di sisi lain, hingga hari kedua Idul Fitri belum ada rencana silaturahmi antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Pada 2023, Jokowi bertemu Megawati saat pengumuman Ganjar sebagai calon presiden di Batutulis, Bogor, Jawa Barat. Beberapa hari kemudian, Jokowi didampingi Iriana mengunjungi kediaman Presiden ke-5 RI di Jalan Teuku Umar.
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, Sirojudin Abbas, berpandangan, jarak atau jurang pemisah antara Presiden dan Ketua Umum PDI-P saat ini semakin lebar dan masih terlalu panas untuk bisa dijembatani melalui silaturahmi Lebaran. Kedua pemimpin tersebut dinilai membutuhkan waktu yang lama untuk memperkecil jarak di antara keduanya dan mendinginkan suhu politik.
Kedua pemimpin tersebut dinilai membutuhkan waktu yang lama untuk memperkecil jarak di antara keduanya dan mendinginkan suhu politik.
”Saya kira masih akan membutuhkan waktu lama agar bisa duduk bersama dalam satu forum. Apalagi untuk bisa makan bersama dan bercengkerama di meja makan seperti sebelumnya sering dilakukan,” kata Sirojudin, Kamis (11/4/2024).
Tak mudah
Menurut Sirojudin, situasi tersebut akan memengaruhi upaya Prabowo yang berupaya merangkul semua pihak agar potensi adanya oposisi menurun sekaligus memudahkannya dalam memimpin pemerintahan. Langkah Prabowo tersebut menjadi semakin tidak mudah jika ide politiknya tidak lebih dari bagi-bagi akses pada sumber kekuasaan dan sumber ekonomi.
Sementara PDI-P memiliki akar ideologis, akar idealisme, serta sejarah oposisi politik yang sangat kuat. Di sisi lain, PDI-P memiliki kekuatan yang besar di DPR sebagai pemenang Pemilu 2024.
”Kondisi ini pasti tidak akan mudah untuk dikelola oleh Pak Prabowo. Pak Prabowo mungkin pada akhirnya harus realistis dan pragmatis,” ujarnya.
Alih-alih mendapatkan dukungan dari semua pihak, Prabowo mesti memilih salah satu meski tidak harus diputuskan secepatnya. Jika nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) mengukuhkan kemenangannya, Prabowo masih memiliki waktu untuk melakukan negosiasi sampai pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024.
”Setelah dilantik pun, beliau pasti akan membutuhkan waktu untuk melakukan konsolidasi kekuatan terlebih dahulu,” ujarnya.
Sama seperti dengan SBY
Pandangan senada diungkapkan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. Menurut Ujang, hubungan Jokowi dengan Megawati dinilai akan sama seperti hubungan Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Hubungan Megawati dengan SBY sudah retak sejak Pemilu 2004 silam dan hingga kini tampak belum mencair.
Di satu sisi PDI-P berada di dalam kabinet. Sementara pada waktu yang sama juga mengkritik pemerintahan Jokowi. Jadi, (hubungan keduanya) memang tidak baik-baik saja.
Renggangnya hubungan Jokowi dengan Megawati terlihat dari berbagai kritik yang dilontarkan tokoh-tokoh PDI-P kepada pemerintahan Jokowi. Padahal, PDI-P merupakan bagian dari partai pendukung pemerintah.
”Di satu sisi PDI-P berada di dalam kabinet. Sementara pada waktu yang sama juga mengkritik pemerintahan Jokowi. Jadi, (hubungan keduanya) memang tidak baik-baik saja,” kata Ujang.
Meski demikian, lanjut Ujang, renggangnya hubungan Jokowi dengan Megawati dinilai tidak akan memengaruhi hubungan Megawati dengan Prabowo. Hal itu tampak dari kunjungan Rosan ke kediaman Megawati pada hari Lebaran pertama sebanyak dua kali dan pertemuan antara Puan Maharani dengan Prabowo yang memperlihatkan upaya untuk membangun komunikasi di antara keduanya masih terus berjalan.
”Itu memperlihatkan bahwa hubungan yang tidak baik antara Jokowi dan Megawati tidak akan berimbas pada pemerintahan Prabowo,” kata Ujang.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Ahmad Basarah menyatakan, PDI-P tidak pernah punya masalah pribadi apa pun dengan Partai Gerindra, demikian pula antara Megawati dengan Prabowo. Menurut Basarah, sangat baik hingga hari ini.