Rangkul PDI-P, PKB, dan Nasdem, Prabowo Dinilai Amankan Kekuatan Politik di Parlemen
Upaya Prabowo merangkul kubu rival dinilai sejumlah pengamat sebagai langkah mengamankan kekuatan politik di parlemen.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon presiden pemenang Pemilu 2024, Prabowo Subianto, mulai membangun komunikasi politik dengan PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Nasdem. Upaya merangkul kubu rival ini dinilai sejumlah pengamat sebagai ikhtiar untuk mengamankan kekuatan politik di parlemen.
Dua hari setelah pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Prabowo langsung gencar mendekati kubu rival. Prabowo bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dalam pertemuan itu, Prabowo menawarkan kepada partai pengusung pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tersebut untuk bergabung dalam pemerintahan yang dipimpinnya mulai Oktober mendatang. Atas tawaran itu, Surya Paloh belum memutuskan.
Kemudian, partai pengusung Anies-Muhaimin yang lain, PKB, pun melempar sinyal kemungkinan merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Sinyal ini terbaca dari pernyataan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Sabtu (6/4/2024), di Jakarta.
Jazilul menyatakan selama ini tak ada masalah antara PKB dan Gerindra. Bahkan, ia menyebut ada kesamaan antara visi PKB dan Gerindra. PKB juga tidak punya pengalaman sebagai oposisi.
Tak hanya dengan partai pengusung Anies-Muhaimin, diakui Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/4/2024), bahwa dirinya juga hampir setiap hari berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Puan Maharani.
Bahkan, tengah dirancang pula pertemuan antara Prabowo dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Atas rencana ini, Puan menyambutnya dengan positif.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, sejumlah manuver Prabowo tersebut menunjukkan Prabowo ingin merangkul semua kalangan, termasuk kalangan yang selama ini berbeda secara politik. Di Indonesia, menurut Adi, upaya merangkul kubu lawan semacam itu merupakan fenomena yang biasa.
”Pada periode pertama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, mereka juga melakukan hal serupa,” ujar Adi, Minggu (7/4/2024), di Jakarta.
Adi menjelaskan, ada dua faktor yang melatarbelakangi fenomena merangkul kubu rival politik tersebut. Pertama, mazhab politik di Indonesia selama ini menganut politik gotong royong. Kedua, faktor mengamankan kekuatan politik di parlemen.
”Sejauh ini kekuatan politik pendukung pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran) di parlemen baru 41 persen. Tentu itu riskan, kebijakan politik Prabowo-Gibran bakal mendapat banyak perlawanan,” tutur Adi.
Ada empat partai parlemen yang mengusung pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024. Keempat partai tersebut ialah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.
Kepentingan politik praktis
Dosen Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, A Bakir Ihsan, menambahkan, peluang PKB dan Nasdem, partai pengusung pasangan Anies-Muhaimin, untuk bergabung sangat besar.
Ada sejumlah alasan. Pertama, kedua partai tersebut belum pernah menjadi oposisi. Kedua, tidak ada perbedaan ideologis antara Partai Nasdem dan Gerindra ataupun PKB dengan Gerindra. Ketiga, sampai saat ini ketiga partai masih dalam satu pemerintahan.
Selanjutnya, untuk PDI-P, kata Bakir Ihsan, walaupun partai berlogo banteng moncong putih itu mempunyai sejarah sebagai oposisi saat masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi Prabowo dan Megawati pernah menjadi satu pasangan dalam Pilpres 2009. ”Jadi, peluang PDI-P bergabung (dengan pemerintahan Prabowo-Gibran) masih terbuka,” ucapnya.
Ia melihat, silaturahmi politik antarpartai itu sebenarnya bisa berlangsung kapan saja. Namun, momentum Lebaran nanti bisa saja dipilih oleh partai politik untuk membangun rekonsiliasi. ”Kalau ada momen tertentu, seperti Lebaran, bisa lebih soft, tak kentara kepentingan politiknya karena berbalut Lebaran,” ujar Bakir.
Jika benar PDI-P, PKB, dan Nasdem pada akhirnya merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran, itu artinya komposisi partai yang berada di luar pemerintahan atau oposisi akan semakin kecil. ”Oposisi selama ini lebih didasarkan pada kepentingan politik praktis, bukan ideologis, sekadar di luar kabinet. Sementara di arena lain bisa bersama, seperti di pilkada (pemilihan kepala daerah),” kata Bakir.