KSP: Empat Menteri Cukup, Berlebihan jika Presiden Ikut Dipanggil
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai pemanggilan Presiden berlebihan. Kata pakar bagaimana jika ada menteri bicara?
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai wacana menghadirkan Presiden Joko Widodo pada sidang perselisihan hasil pemilihan umum adalah berlebihan. Menurut dia, pemanggilan menteri oleh Mahkamah Konstitusi sudah cukup untuk memberikan penjelasan.
Seperti diketahui, pada Jumat (5/4/2024) ini, Mahkamah Konstitusi akan memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mendengar keterangan dari pemberi keterangan sebagai saksi dalam sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU presiden dan wakil presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Keempat menteri tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
”Dari awal, pemerintahan kita ini sangat menghormati hukum dan tidak pernah Presiden mengintervensi. Untuk itu, kalau ini nanti memang diminta, para menteri (dipanggil MK), enggak ada masalah (bagi) Presiden. Tidak menghalangi, dipersilakan,” kata Moeldoko saat menjawab pertanyaan awak media menjelang buka puasa bersama di bilangan Menteng, Jakarta, Kamis (4/4/2024) petang.
Dari awal, pemerintahan kita ini sangat menghormati hukum dan tidak pernah Presiden mengintervensi.
Bahkan, menurut Moeldoko, justru dengan penjelasan para menteri tersebut, masyarakat akan paham duduk perkara seperti apa, termasuk menyangkut ihwal keterlibatan menteri dan seterusnya. Masyarakat akan dapat menilai. ”Jadi, enggak ada upaya untuk menghalangi, dan seterusnya. Saya kira kita sangat respek, hormat, dengan hukum dan Presiden tidak pernah ikut intervensi,” ujarnya.
Moeldoko mengatakan, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) bagian dari kabinet. ”Saya pikir, enggak ada masalah karena bagian dari kabinet. Kalau diminta, atau untuk kepentingan hukum, saya pikir harus hormat dengan prosedur, harus hormat dengan mekanisme, dan seterusnya,” katanya.
Adapun ketika ditanya perihal wacana pemanggilan Presiden oleh MK, Moeldoko menilai itu sebagai sesuatu yang berlebihan. ”Saya pikir, kalau Presiden dipanggil, mungkin, menurut saya, apa tidak berlebihan? Apa tidak berlebihan?” ujar Moeldoko.
Sebelumnya ada wacana di kalangan publik agar Presiden Joko Widodo, bahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan kepala BIN pun diundang ke MK untuk memperjelas duduk masalah soal tudingan penyalahgunaan bansos dan kecurangan pemilu.
Kebijakan
Lebih jauh Moeldoko berpandangan bahwa ihwal yang menjadi titik sentral pembicaraan—anggap saja soal bantuan sosial—dapat dilihat dan dirunut dari kebijakan. ”Saya pikir, instrumennya dulu dilihat. Kalau Presiden dalam rangka menjalankan instrumen, menjalankan undang-undang, so what? Apa yang salah? Kan, begitu,” katanya.
Demikian pula menyangkut momentum. ”Ini sekarang kalau sebuah daerah dilanda situasi apakah bantuan presiden itu menunggu (kondisi menjadi) darurat sekali? Sama situasinya kemarin juga Presiden melihat bahwa persoalan bansos sudah dipikirkan jauh sebelumnya. El Nino itu sudah lama diikuti, menjadi warning,” ujar Moeldoko.
Dan, ternyata dampak El Nino itu akhirnya menjadikan harga, khususnya beras, meningkat tajam. ”Maka, ada sebuah kebijakan yang dilakukan untuk bantuan beras. Jadi, ini bukan karena pemilu, enggak, karena jauh sebelumnya memang sudah dibicarakan,” kata Moeldoko.
Saya pikir, instrumennya dulu dilihat. Kalau Presiden dalam rangka menjalankan instrumen, menjalankan undang-undang, so what? Apa yang salah?
Sehubungan hal itu, Moeldoko memandang wacana pemanggilan Presiden oleh MK adalah berlebihan. ”Menurut saya, sih, saya memandangnya, berlebihan. Cukup menteri yang hadir, nanti dari menteri itu bisa menjelaskan. Saya selaku Kepala Staf Presiden, saya mengatakan, itu berlebihan,” ujarnya.
Jika ada pengerahan dari Presiden
Secara terpisah, sebelumnya, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menuturkan, dipanggilnya para menteri oleh MK merupakan hal yang menarik.
”Saya berandai-andai begini, kalau misalnya, salah satu atau salah dua dari menteri kemudian menyampaikan bahwa memang ada pengerahan secara luar biasa dari Presiden dan sebagainya, saya kira, clear, dua hal yang bisa kita lihat di situ,” kata Zainal Arifin dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Menguji Nyali Mahkamah Konstitusi” yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (3/4/2024).
Satu, menyangkut terpenuhinya aspek terstruktur dan tersistematis. ”Dan, yang kedua, saya kira, itu menjadi pintu masuk bagi MK untuk memuat lebih besar, yaitu memanggil Presiden, untuk memeriksa Presiden, kalau memang salah satu atau salah dua dari menterinya bisa menyampaikan ada semacam perintah, ada semacam tekanan, dan ada semacam ajakan untuk menggunakan fasilitas negara atau menggunakan keuangan negara untuk tujuan tertentu,” kata Zainal Arifin.