Hanya hakim konstitusi yang bisa bertanya kepada 4 menteri di sidang lanjutan sengketa hasil pilpres, Jumat (5/4/2024).
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melalui rapat permusyawaratan hakim, Senin (1/4/2024), Mahkamah Konstitusi memutuskan memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju untuk hadir sebagai saksi di sidang lanjutan sengketa hasil pilpres pada Jumat (5/4/2024). MK juga memanggil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP untuk dimintai keterangan. Dalam sidang, hanya hakim konstitusi yang dapat mengajukan pertanyaan kepada empat menteri dan DKPP tersebut.
Rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait pemanggilan empat menteri dan DKPP diadakan sebelum sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 digelar Senin pagi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Keempat pembantu Presiden Joko Widodo yang akan dipanggil MK itu adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Pada sidang sengketa hasil pilpres sebelumnya, tim kuasa hukum calon presiden-calon wakil presiden Anies R Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meminta agar MK ikut memeriksa sejumlah menteri terkait dengan pembagian bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat selama tahapan pilpres berlangsung. Pembagian bansos itu diduga sebagai salah satu tindakan yang mengakibatkan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dalam perolehan suara di Pilpres 2024.
Ketua majelis hakim pemeriksa sengketa hasil Pilpres 2024 Suhartoyo menuturkan, pemanggilan menteri dan DKPP tidak untuk mengakomodasi permohonan pihak Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Sebab, badan peradilan bersifat interpares atau setara sehingga dikhawatirkan ada nuansa keberpihakan jika mengakomodasi pembuktian yang diminta salah satu pihak.
Menurut dia, permohonan dari kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud untuk menghadirkan menteri itu ditolak. Keputusan RPH memanggil menteri dan DKPP semata-mata untuk kepentingan para hakim karena keterangan mereka dikategorikan penting untuk didengarkan oleh mahkamah. Para hakim mengambil sikap tersendiri untuk memilih pihak yang dipandang penting untuk didengarkan di persidangan.
”Karena ini keterangan yang diminta oleh mahkamah, maka nanti pihak-pihak tidak kami sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan. Jadi yang melakukan pendalaman hanya para hakim,” ujar Suhartoyo.
Seusai persidangan, kuasa hukum Anies-Muhaimin, Heru Widodo, mengatakan, meski MK mengungkapkan pemanggilan empat menteri itu bukan karena mengabulkan permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, keputusan MK untuk memanggil empat menteri itu mengindikasikan ada hal serius untuk digali.
Ia juga mengaku terkejut dengan keputusan MK menghadirkan DKPP. ”Itu luar biasa bagi kami. Karena dasar permohonan kami untuk mengatakan pelanggaran terukur sejak adanya putusan DKPP yang mengatakan KPU melanggar prosedur dalam menetapkan calon (peserta Pilpres 2024),” ujarnya.
Pada 5 Februari, dalam putusannya, DKPP menyatakan ketua dan anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres. DKPP menyatakan tindakan ketua dan anggota KPU menindaklanjuti putusan MK sudah sesuai konstitusi. Namun, ada tindakan para teradu yang tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu. Putusan itu dijatuhkan terkait dengan laporan dugaan pelanggaran etik oleh KPU karena telah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal cawapres pada 25 Oktober 2023.
Tak masalah
Salah satu anggota tim hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, mengungkapkan, pihaknya tak ada masalah dengan keputusan MK memanggil empat menteri. Menurut dia, pemanggilan itu dilakukan karena kebutuhan MK dan bukan karena mengabulkan permohonan dari pihak mana pun.
”Kalau para menteri ini datang, kami tidak capek lagi mencari saksi-saksi lain. Kalau sudah menteri yang menjelaskan, ya, tuntas,” tegas Otto.
Ia pun berharap para menteri itu hadir dan memberikan kesaksian.
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, memandang pemanggilan empat menteri itu karena adanya kebutuhan mahkamah mendalami kebijakan bansos dari pihak yang memiliki otoritas. Menurut dia, pemanggilan menteri dapat membuat perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres menjadi terang benderang. Keterangan dari para menteri juga menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menjaga kredibilitasnya dalam melaksanakan kebijakan bansos yang dianggap partisan dan menguntungkan salah satu kandidat.
Titi pun memandang keterangan DKPP dibutuhkan mahkamah untuk mendalami putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada ketua dan anggota KPU. Sebab, para pemohon juga mendalilkan pencalonan Gibran tidak sah sehingga meminta MK mendiskualifikasinya.
Terus berdatangan
Sementara itu, pihak-pihak yang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicuscuriae) terus berdatangan ke MK. Pada Senin, 29 pekerja seni dan sejumlah akademisi dari Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ikut mengajukan diri sebagai amicuscuriae. Sebelumnya, sudah ada 303 guru besar dan tokoh yang tergabung dalam Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil yang mengajukan diri sebagai amicuscuriae.
Para pekerja seni yang mengajukan amicuscuriae itu tergabung dalam Amici, di antaranya Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Cak Lontong, Agus Noor, dan Ayu Utami.
Menurut Ayu, pihaknya ke MK untuk mengetuk hati nurani para hakim agar dapat memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2024 dengan seadil-adilnya. ”Sebab, rasa keadilan itu saya kira lenyap dari proses pemilu yang kita lihat. Kita lihat proses pemilu seolah-olah memenuhi syarat legal, tapi rasa keadilan itu sendiri terkhianati,” ujarnya.
Sementara itu, lewat permohonan tertulis sebagai amicuscuriae kepada MK, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada merekomendasikan agar MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu 2024. Mereka meminta agar MK memerintahkan dilakukan pemilihan presiden ulang.