Dua Tersangka Kasus ”Ferienjob” di Jerman Berpotensi Jadi Buron
Hingga saat ini, tiga tersangka yang berada di Indonesia tidak ditahan dan hanya dikenai wajib lapor.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik memanggil untuk yang kedua kali terhadap dua tersangka kasus dugaan tindak perdagangan orang terhadap mahasiwa melalui program magang atau ferienjob di Jerman. Jika keduanya tidak hadir, penyidik akan memasukkan keduanya ke dalam daftar pencarian orang.
Pada kasus tersebut, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) telah menetapkan lima tersangka yang merupakan warga negara Indonesia (WNI), yakni ER alias EW, A alias AE, SS, AJ, dan MJ. Dari kelima tersangka, dua di antaranya berdomisili di Jerman.
Peran para tersangka, yakni ER, diduga sebagai pihak yang menjalin kerja sama dan menandatangani nota kesepahaman PT SHB dengan perguruan tinggi. A alias AE diduga bertugas mempresentasikan program ferienjob ke perguruan tinggi.
SS sebagai pihak yang membawa program ferienjob ke perguruan tinggi. AJ merupakan ketua pelaksana seleksi. Adapun MJ merupakan orang yang diduga memfasilitasi mahasiswa meminjam dana talangan untuk mengikuti program ferienjob.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro pada Selasa (26/3/2024) menyampaikan, penyidik telah kembali memanggil dua tersangka yang kini posisinya berada di Jerman. Namun, Djuhandhani tidak merinci lebih lanjut.
Menurut Juhandhani, keduanya dijadwalkan diperiksa oleh penyidik pada Rabu (27/3/2024). Namun, dia meragukan kedua tersangka yang berposisi di Jerman tersebut akan hadir sesuai panggilan penyidik.
”Kemungkinan besar tidak hadir. Nantinya, kalau tidak hadir, kita terbitkan DPO (daftar pencarian orang) dan kami akan koordinasi dengan Hubinter (Divisi Hubungan Internasional),” ujar Djuhandhani.
Hingga saat ini, menurut Djuhandhani, penyidik masih mendalami peran ketiga tersangka lainnya. Atas beberapa pertimbangan, ketiga tersangka tersebut tidak ditahan oleh penyidik meski tetap dikenai wajib lapor hingga saat ini.
Kemungkinan besar tidak hadir. Nantinya, kalau tidak hadir, kita terbitkan DPO dan kami akan koordinasi dengan Hubinter.
Sebagaimana diberitakan, kepolisian mendapatkan informasi dari Kedutaan Besar RI (KBRI) di Jerman mengenai adanya empat mahasiswa yang mendatangi KBRI untuk mengikuti program ferienjob, yakni kerja fisik, seperti mengemas dan mengantar paket, mencuci piring di rumah makan, atau menangani koper di bandara.
Setelah didalami, program tersebut dijalankan sebanyak 33 perguruan tinggi di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.407 mahasiswa.
Program tersebut dilaksanakan selama tiga bulan di Jerman. Untuk bisa ke sana, para mahasiswa diminta membayar uang yang jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah. Program ferienjob itu disebut akan dimasukkan sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Dalam pernyataan resmi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyampaikan, program ferienjob di UNJ berawal dari kedatangan SS yang disebut sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Provinsi Jambi bersama timnya yang menawarkan program magang internasional ke Jerman.
Sosok bernama SS ini pula yang mengajak dan memperkenalkan PT SHB dan CV-Gen kepada pihak UNJ. Mereka meyakinkan pihak UNJ bahwa PT SHB adalah perusahaan yang telah berbadan hukum berdasarkan nomor AHU-02200096.AH.11 tahun 2021.
”UNJ akan melakukan langkah hukum pelaporan atas kerugian materiil ataupun immateriil yang dilakukan SS, PT SHB, dan CV-Gen,” demikian dikutip dari pernyataan resmi UNJ.
Belakangan, kepolisian menyebutkan, program ferienjob pernah diajukan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, tetapi ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman. Sementara PT SHB diketahui tidak terdaftar sebagai perusahaan perekrut tenaga kerja di Kementerian Ketenagakerjaan.
Pergeseran
Secara terpisah, Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nurharsono berpandangan, kasus tersebut memperlihatkan, tindak pidana perdagangan orang mengalami pergeseran. Biasanya sindikat perdagangan orang menyasar ke lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Sindikat semacam itu bekerja sama dengan perusahaan tertentu untuk menempatkan pekerja migran di negara tertentu, seperti Malaysia.
Kini, lanjutnya, sindikat perdagangan orang menyasar perguruan tinggi dengan melibatkan lebih banyak pihak. ”Tentu jika dikemas dengan program magang ke negara yang maju, mahasiswa banyak yang tertarik dan menjadi makanan empuk bagi sindikat tindak pidana perdagangan orang,” kata Nurharsono.
Menurut Nurharsono, peristiwa tersebut terjadi karena adanya beberapa faktor. Salah satu hal mendasar adalah minimnya sosialisasi dari pemerintah tentang bahaya tindak pidana perdagangan orang dan lemahnya pengawasan dari lembaga atau kementerian terkait. Sementara itu, pengawasan sekarang masih menjadi satu dengan pengawasan ketenagakerjaan. Faktor lainnya adalah penegakan hukum dan diplomasi dengan negara tujuan yang lemah.