Prabowo-Gibran, Antara Kabinet Ideal dan Politik Dagang Sapi
Kalkulasi matang diperlukan untuk membentuk kabinet ideal. Jangan sampai terjebak politik dagang sapi.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka belum resmi ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024. Namun, isu mengenai pengisian kabinet serta komposisi menteri mulai diembuskan oleh sejumlah partai politik pendukung Prabowo-Gibran yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, misalnya, terang-terangan meminta jatah lima kursi menteri dalam kabinet Prabowo-Gibran. Kemenangan Golkar di 15 dari 38 provinsi dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 menjadi alasan partai berlambang pohon beringin itu merasa layak mendapatkan lima kursi menteri. Golkar juga merasa telah berkontribusi besar dalam memenangkan Prabowo-Gibran.
Meskipun penentuan menteri menjadi hak prerogatif presiden, pembentukan kabinet sering kali tidak bisa dilepaskan dari kalkulasi politik. Ada berbagai variabel yang dipertimbangkan dalam menentukan orang-orang yang tepat menjadi pembantu presiden. Begitu pula jumlah menteri berlatar belakang parpol dan nonparpol.
Terlebih, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan tidaklah mudah. Sejumlah pengusaha yang mengikuti Kompas Collaboration Forum (KCF) Afternoon Tee bertema ”Arah dan Mesin Kebijakan Ekonomi Pembangunan 2025-2029” di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Jumat (22/3/2024), mengungkapkan, berbagai tantangan di bidang ekonomi telah menanti untuk diselesaikan Prabowo-Gibran.
Tantangan tersebut, antara lain, adalah stagnasi pertumbuhan ekonomi, investasi yang belum efisien, penciptaan lapangan kerja, hingga ketimpangan sosial dan ekonomi. Terobosan dari pemerintahan terpilih amat dinantikan oleh dunia usaha agar berbagai problem itu bisa segera diatasi.
”Kami berharap menteri-menteri yang dipilih oleh Pak Prabowo adalah orang-orang yang punya kompetensi, integritas, kepemimpinan, dan sensitivitas. Tidak peduli dia orang parpol, nonparpol, ataupun di-endorse parpol,” kata komisaris utama merangkap komisaris independen dari PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk, Anton J Supit.
KCF merupakan wadah para pemimpin perusahaan yang diselenggarakan harian Kompas. Dalam KCF edisi Maret 2024 tersebut, sejumlah pemimpin perusahaan hadir. Mereka berasal dari berbagai sektor, antara lain perbankan, tekstil, properti, pertanian, manufaktur, pangan, dan otomotif.
Anton menilai, visi, misi, dan program kerja Prabowo-Gibran yang disampaikan saat berkampanye cukup baik. Namun, program tersebut hanya bisa terealisasi jika dieksekusi oleh orang yang tepat. Maka, diperlukan penunjukan menteri yang tepat sehingga kementerian dipimpin oleh orang-orang yang kompeten.
Baca juga: Akhir Penantian Prabowo Subianto
Di sisi lain, Prabowo diharapkan bisa menolak orang yang diusulkan parpol jika dianggap kurang memiliki kriteria yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan menteri. ”Presiden harus bisa menolak usulan parpol koalisinya apabila orang yang diusulkan tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah, mengatakan, saat ini masih terlalu awal untuk membicarakan menteri-menteri yang akan ditunjuk mengisi kabinet Prabowo-Gibran. Mereka masih fokus untuk menghadapi gugatan sengketa pilpres di MK. Nantinya, penentuan menteri juga akan melibatkan parpol koalisi.
”Jadi, saya boleh mengatakannya, belum ada pembicaraan yang konklusif dan bahkan belum dimulai,” katanya.
Meritokrasi
Menurut Burhanuddin, penunjukan menteri akan mempertimbangkan kompetensi. Orang-orang yang akan dipilih menjadi pembantu presiden merupakan orang terbaik untuk jabatan yang akan dipegang. Dengan demikian, prinsip meritokrasi tetap akan dijalankan agar kabinet yang terbentuk mampu menjawab berbagai tantangan Indonesia selama lima tahun mendatang.
”Jangan kemudian demokrasi lebih mengedepankan loyalitas. Kalau itu (loyalitas) yang dikedepankan, maka pemerintahan yang terbentuk tidak optimal,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, hingga saat ini belum ada pembahasan di antara parpol koalisi mengenai pembentukan kabinet. Mereka masih fokus menghadapi dua gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
”Belum ada pembahasan mengenai menteri karena sekarang masih ada sengketa di MK dan juga bulan puasa. Sementara Oktober juga masih lama,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (25/3/2024).
Baca juga: Gerindra Pastikan Parpol Pengusung Prabowo-Gibran Prioritas Masuk Kabinet
Sidang perdana sengketa pilpres di MK akan digelar pada 27 Maret dan putusan akan dibacakan pada 22 April. Sementara penetapan presiden dan wapres terpilih akan dilaksanakan paling lambat tiga hari setelah putusan MK dibacakan atau pada akhir April mendatang. Selanjutnya adalah pengucapan sumpah dan janji presiden dan wakil presiden, 20 Oktober.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar TB Ace Hasan Syadzily mengatakan, komposisi anggota DPR bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan jumlah menteri dari parpol. Jumlah menteri yang proporsional dengan kursi di DPR akan semakin mengoptimalkan dukungan Golkar dalam memastikan keberhasilan program-program pemerintah.
Golkar juga menghormati hak prerogatif Prabowo dalam menentukan menteri-menterinya. Pihaknya pun siap memberikan kader-kader terbaik yang kompeten jika diberi amanah untuk menduduki posisi menteri di pemerintahan. Terlebih, Golkar sudah sangat berpengalaman dalam memberikan kader terbaiknya sebagai menteri di beberapa pemerintahan sebelumnya. ”Golkar memiliki banyak stok kader yang kompeten dan berpengalaman,” ujarnya.
Stabilitas pemerintahan
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan, stabilitas pemerintahan menjadi salah satu tantangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Di tengah komposisi kursi parpol KIM di parlemen yang belum lebih dari 50 persen, pemerintahan yang akan terbentuk mesti melanjutkan program-program pembangunan yang belum selesai.
Baca juga: Dua Sisi Politik Merangkul Prabowo Subianto
Oleh karena itu, dukungan dari parpol menjadi sangat dibutuhkan agar berbagai program bisa dilaksanakan secara efektif. Situasi tersebut membuat Prabowo harus berkalkulasi dalam menentukan komposisi menteri berlatar belakang parpol dan nonparpol. Bahkan, ada kemungkinan kursi menteri untuk parpol lebih dominan karena kebutuhan untuk menambah parpol koalisi di luar KIM.
”Meskipun berlatar belakang parpol, menteri yang ditunjuk harus tetap memiliki kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan agar komposisi kabinet tetap ideal,” kata Aditya.
Dalam empat kali pemerintahan terakhir, perbandingan jumlah menteri berlatar belakang parpol dan nonparpol sering kali fluktuatif. Dari 34 jumlah menteri, Presiden Joko Widodo menempatkan 14 menteri dari parpol dan 20 nonparpol pada periode pertama. Pada periode kedua, jumlah menteri berlatar belakang parpol bertambah menjadi 17 menteri, seimbang dengan menteri nonparpol.
Sementara pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri berlatar belakang parpol sebanyak 16 menteri dan nonparpol 18 menteri di periode pertama. Adapun di periode kedua, jumlah menteri berlatar belakang parpol meningkat menjadi 21 menteri, jauh lebih banyak dibandingkan menteri nonparpol yang berjumlah 13 orang.
Baca juga: Gerindra Sebut Presiden Jokowi Dilibatkan dalam Pembahasan Kabinet Prabowo-Gibran
Menurut Aditya, tawar-menawar antara beberapa parpol dalam menyusun suatu kabinet, atau kerap disebut politik dagang sapi, sulit dihindari. Sebab, setiap parpol menagih balas budi atas kerja keras yang dilakukan dalam memenangkan capres-cawapres. Parpol juga membutuhkan posisi menteri untuk memastikan keberlanjutan pembiayaan setidaknya hingga pemilu lima tahun mendatang.
Di sisi lain, Prabowo harus mencari irisan-irisan dari beragam latar belakang menteri, terutama dari kalangan nonparpol, agar proporsi kabinet tetap ideal. Faktor latar belakang organisasi, kelompok sukarelawan, komposisi wilayah dari Indonesia timur, serta keterwakilan perempuan tetap harus diperhitungkan untuk membentuk kabinet yang ideal.
”Kalkulasi mesti dilakukan secara matang dengan berbagai pertimbangan agar tetap bisa membentuk kabinet yang ideal di tengah parpol koalisi yang meminta jatah menteri,” ucap Aditya.