PDI-P Kuasai Kursi Ketua DPR, Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Tak Selalu Mulus
Penguasaan kursi ketua DPR oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dapat sulitkan pemerintahan Prabowo.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penguasaan kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang diperkirakan kembali didapatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dapat mengurangi efektivitas pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Usulan kebijakan diperkirakan tidak akan mudah disetujui, terutama jika kursi partai koalisi pendukung pemerintah kurang dari 50 persen.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, penguasaan kursi ketua DPR oleh PDI-P dapat menyulitkan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebab, PDI-P bisa memegang kendali yang cukup kuat dalam menjalankan berbagai fungsi parlemen.
Kursi ketua DPR yang dipegang oleh parpol di luar koalisi Prabowo-Gibran akan membuat konstelasi politik di parlemen semakin ketat. Jabatan ketua DPR memiliki peran yang cukup signifikan dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Meskipun dalam pengambilan keputusan sering kali didasarkan pada konsensus dan suara terbanyak, pengesahan terhadap suatu kebijakan tetap membutuhkan persetujuan ketua DPR.
”Kursi ketua DPR yang didapatkan PDI-P bakal berdampak signifikan pada pemerintahan Prabowo-Gibran karena proses pengambilan kebijakan dikelola oleh parpol di luar koalisi pendukung pemerintahan,” katanya saat dihubungi, Jumat (22/3/2024).
Kursi ketua DPR yang didapatkan PDI-P bakal berdampak signifikan pada pemerintahan Prabowo-Gibran karena proses pengambilan kebijakan dikelola oleh parpol di luar koalisi pendukung pemerintahan.
Berdasarkan simulasi konversi suara menjadi kursi menggunakan metode Sainte Lague, PDI-P mendapatkan 110 kursi, unggul dari Partai Golkar berada di urutan kedua dengan perolehan 102 kursi. Perolehan kursi terbanyak oleh PDI-P membuat posisi ketua DPR bakal diisi oleh partai berlambang banteng tersebut. Sebab, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), ketua DPR merupakan anggota DPR yang berasal dari parpol yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Lebih jauh, kata Arya, eksekutif dan legislatif yang dikuasai oleh koalisi yang berbeda bisa berdampak pada efektivitas pemerintahan. Program yang diusulkan oleh eksekutif bakal tidak selalu mulus mendapatkan persetujuan. Lobi-lobi politik mesti sering dilakukan kepada parpol di luar koalisi, terutama PDI-P, agar usulan kebijakan dapat berjalan lancar.
”Publik bakal sering melihat perdebatan di DPR karena perbedaan posisi dan kepentingan politik,” tuturnya.
Publik bakal sering melihat perdebatan di DPR karena perbedaan posisi dan kepentingan politik.
Oleh karena itu, parpol pendukung pemerintah sangat berkepentingan mendapatkan kursi ketua DPR. Jika Golkar yang mendapatkan kursi terbanyak kedua mampu menambah jumlah kursi, efektivitas pemerintahan Prabowo-Gibran akan lebih mudah tercapai. Situasi politik pun akan relatif lebih stabil karena eksekutif dan legislatif berada dalam satu koalisi yang sama.
Pembahasan kebijakan bisa sering menemui kebuntuan jika terjadi pemerintahan yang terbelah atau devided government, eksekutif dan legislatif dikuasai koalisi yang berbeda.
Memastikan jumlah dukungan
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan mengatakan, ada kebutuhan bagi Prabowo-Gibran dapat memperbesar penguasaan kursi di DPR jika parpol koalisi tidak dapat menduduki kursi ketua DPR. Sebab, penguasaan kursi dari empat parpol anggota koalisi belum mencapai mayoritas, hanya 48,25 persen. Penguasaan mayoritas kursi DPR amat dibutuhkan untuk memastikan jumlah dukungan yang cukup dalam menyetujui berbagai kebijakan.
”Pembahasan kebijakan bisa sering menemui kebuntuan jika terjadi pemerintahan yang terbelah atau devided government, eksekutif dan legislatif dikuasai koalisi yang berbeda,” tuturnya.
Djayadi memprediksi, Prabowo-Gibran akan mengajak beberapa parpol lain untuk berkoalisi. Sebab, jumlah dukungan yang mayoritas di parlemen bisa menjadi salah satu solusi jika kursi ketua DPR tidak dikuasai parpol pengusung. Penguasaan kursi mayoritas bakal membuat lobi-lobi lebih mudah dan memuluskan pengesahan kebijakan melalui voting.