Jual Nama Presiden Jokowi, PSI Tetap Tak Lolos ke Parlemen
PSI memperoleh 4.260.169 suara atau 2,8 persen. Suaranya di bawah ambang batas parlemen. Nama Jokowi jadi sia-sia?
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie menyerahkan surat keputusan pengangkatan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI saat acara Kopi Darat Nasional: Deklarasi Politik PSI di Ballroom Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Partai Solidaritas Indonesia gagal lolos ke parlemen karena hanya memperoleh 2,8 persen suara. Hasil itu berbanding terbalik dengan upaya PSI yang menjual nama besar Presiden Joko Widodo selama perhelatan Pemilu 2024, salah satunya dengan mengangkat putra bungsunya, Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum.
Dalam rapat pleno terbuka penetapan hasil Pemilu 2024 tingkat nasional, Rabu (20/3/2024) malam, di Jakarta, Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari menyampaikan, jumlah suara sah secara nasional untuk pemilu anggota DPR sebanyak 151.796.631 suara. Adapun perolehan suara sah PSI sebanyak 4.260.169 suara.
Dengan demikian, perolehan suara PSI hanya 2,8 persen. Perolehan partai yang didirikan pada 16 November 2014 tersebut meningkat dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Saat pertama kali berkontestasi pada Pemilu 2019 dengan nomor urut 11, PSI hanya meraih 2.650.361 (1,89 persen) suara.
Usaha PSI untuk bisa lolos ke parlemen pun kandas karena masih di bawah ambang batas parlemen empat persen. Padahal, PSI sudah berupaya menjual nama besar Presiden Joko Widodo selama perhelatan Pemilu 2024. Tak hanya dalam pernyataan, tapi juga dalam sejumlah baliho, spanduk, dan publikasi lainnya, seperti foto nama Presiden Jokowi dan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, ”dijual” di antara para caleg PSI lainnya.
Pembentukan PSI tidak terlepas dari fenomena terpilihnya Joko Widodo sebagai presiden pada Pilpres 2014. Lima orang muda, yakni Raja Juli Antoni, mantan presenter televisi Grace Natalie, dan Isyana Bagoes Oka, beserta dua anak muda lainnya, bertemu di sebuah kafe di Jakarta Selatan pada akhir 2014. Dalam pertemuan tersebut, dibahas soal reformasi partai politik.
Usaha PSI untuk bisa lolos ke parlemen pun kandas karena masih di bawah ambang batas parlemen empat persen. Padahal, PSI sudah berupaya menjual nama besar Presiden Joko Widodo selama perhelatan Pemilu 2024.
Manfaatkan relawan Jokowi
Dukungan PSI terhadap Presiden Jokowi pun konsisten. Menjelang Pemilu 2024, putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PSI periode 2023-2028, tepatnya pada 25 September 2023. Padahal, Kaesang baru menjadi kader PSI dua hari sebelumnya. Kaesang menggantikan Giring Ganesha yang menjadi Ketua Umum PSI sejak November 2021.
Kaesang memanfaatkan relawan pendukung Jokowi untuk bisa membawa PSI masuk ke parlemen pada Pemilu 2024. Salah satunya saat menghadiri silaturahmi dengan Solidaritas Merah Putih (Solmet) di Jakarta pada Oktober 2023.
Tak hanya Kaesang, PSI juga mendukung karier politik putra Jokowi lainnya, Gibran Rakabuming Raka. Beberapa kali unsur pimpinan PSI seperti Grace Natalie dan Giring Ganesha bertemu Gibran.
Dukungan PSI terhadap Presiden Jokowi pun konsisten. Menjelang Pemilu 2024, putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PSI periode 2023-2028.
Sebelum mendukung Gibran dalam Pemilu 2024 sebagai calon wakil presiden bersama calon presiden Prabowo Subianto, PSI mendorong Gibran maju dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2024. Nama Gibran masuk dalam penjaringan calon gubernur DKI Jakarta yang dilakukan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI DKI Jakarta melalui mekanisme ”Rembuk Rakyat”.
Kedekatan PSI dengan keluarga Presiden Jokowi, diakui Ketua DPD PSI Kota Surakarta Sonny, turut mendongkrak peningkatan elektabilitas partainya dalam pemilihan legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta pada Pemilu 2024. Apalagi, PSI dipimpin Kaesang (Kompas.id, 5/3/2024).
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Kota Surakarta, PSI meraup 39.582 suara. PSI meraih suara terbanyak ketiga di bawah PDI-P dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PSI berpotensi memperoleh lima kursi dari 45 kursi yang diperebutkan. Padahal, pada Pemilu 2019, PSI hanya bisa mendapatkan satu kursi.
Publik sempat dikejutkan dengan perolehan suara PSI pada hasil penghitungan sementara di Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) pada 1 Maret yang naik drastis. Suara PSI bertambah 19.000 hanya dalam dua jam yang berasal dari 110 tempat pemungutan suara (TPS). PSI rata-rata mendapatkan 173 suara di setiap TPS. Bahkan, hingga Senin (4/3/2024) pukul 17.00 WIB, jumlah suara legislatif DPR yang diperoleh PSI mencapai 2.404.212 atau 3,13 persen.
Saat ditanya terkait lonjakan perolehan suara PSI, Presiden Jokowi tidak bersedia berkomentar panjang. Ia hanya mengatakan bahwa itu urusan partai dan tanyakan ke KPU.
Tidak laku
Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, tidak lolosnya PSI sesuai dengan hitung cepat dari berbagai survei. Ada kemungkinan permainan Presiden Jokowi untuk PSI masih kurang. Sebab, Presiden Jokowi lebih banyak berupaya memenangkan Gibran dan membendung lawan politik yang ingin memakzulkan dirinya.
Tidak lolosnya PSI sesuai dengan hitung cepat dari berbagai survei.
Meskipun menjual nama Presiden Jokowi, kata Ujang, PSI tidak memperolah momentum. Mereka tetap tidak mendapatkan dukungan rakyat karena persaingan dalam pemilihan legislatif cukup ketat. Banyak partai besar yang sudah mapan.
Saya melihat ya dalam konteks PSI ini ya warna Jokowi. Dukungan Jokowi, katakanlah jualan Jokowi ya tidak terlalu laku.
”Saya melihat ya dalam konteks PSI ini ya warna Jokowi. Dukungan Jokowi, katakanlah jualan Jokowi ya tidak terlalu laku. Tidak laku jual sehingga PSI dalam kenyataannya sulit lolos ke parlemen, tidak tembus (ambang batas parlemen) empat persen,” kata Ujang.
Menurut dia, upaya PSI untuk menjual nama Presiden Jokowi sudah maksimal. PSI identik dengan Presiden Jokowi seperti Kaesang menjadi ketua umum. Namun, mereka belum mendapatkan simpati dan kepercayaan dari publik.
Ujang mengatakan, situasi itu bagian dari dinamika demokrasi. Ada yang laku dengan menjual nama presiden, tetapi ada yang tidak. Gibran menjadi pihak yang laku dengan menjual nama Presiden Jokowi, sedangkan PSI tidak laku. Adapun Gibran bersama dengan Prabowo memperoleh suara terbanyak dibandingkan dengan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya, yakni 96.214.691 suara atau 58,58 persen.