Penurunan Tengkes Melambat, Target 14 Persen Akhir 2024 Sulit Tercapai
Penimbangan serentak akan digelar di Tanah Air untuk kejar target 14 persen di akhir 2024. Namun, mungkinkah tercapai?
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi tengkes mencapai 3,8 persen per tahun. Namun, berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia, penurunan prevalensi tengkes yang terjadi dalam 1 tahun terakhir hanya sebesar 0,1 persen, yakni dari 21,6 persen di tahun 2022 menjadi 21,5 persen pada 2023. Karena itu, target prevalensi tengkes sebesar 14 persen dalam waktu sembilan bulan lagi hingga akhir tahun 2024 akan sulit terwujud.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut terjadi perlambatan penurunan tengkes. ”Ini menjadi perhatian kita, artinya angka ini tidak sesuai dengan target penurunan yang kita rancangkan 3,8 persen per tahun,” ujar Wapres Amin ketika memimpin rapat koordinasi pengarah dan pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Rapat antara lain dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo. Hadir pula lima penjabat gubernur, yaitu Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Pj Gubernur Banten Al Muktabar, Pj Gubernur Sumut Hassanudin, dan Pj Sekretaris Daerah Jatim.
Dalam catatan, rentang waktu 5 tahun dari 2018 sampai 2023, prevalensi tengkes turun sebesar 9.3 persen. Namun, penurunan ini masih di bawah target yang ditetapkan, sebesar 14 persen pada 2024.
Merujuk pada data SKI 2023 yang disampaikan Menteri Kesehatan, sebagian besar anak tengkes berada di lima provinsi tersebut. ”Perlu ada upaya-upaya khusus untuk melakukan intervensi dan mencapai target yang kita inginkan, waktunya hanya tersisa 7 bulan sebelum pemerintah saat ini berakhir pada Oktober 2024,” ujar Wapres Amin yang juga menjabat Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting.
Ini menjadi perhatian kita, artinya angka ini tidak sesuai dengan target penurunan yang kita rancangkan 3,8 persen per tahun.
Triangulasi data
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan bahwa evaluasi terkait data prevalensi tengkes masih akan terus dilakukan. ”Tadi arahan Bapak Wapres perlu ada triangulasi data ya. Tadi arahan Pak Wapres menyampaikan bulan April nanti, antara bulan April Mei kita akan mengadakan penimbangan serentak,” ujar Muhadjir.
Penimbangan serentak ini akan dilakukan di seluruh Indonesia untuk mendapatkan kepastian angka tengkes di Indonesia. Selain kepastian angka tengkes, penimbangan juga akan dilakukan untuk penetapan beberapa provinsi yang menjadi prioritas penanganan tengkes.
Tadi arahan Bapak Wapres perlu ada triangulasi data ya. Tadi arahan Pak Wapres menyampaikan bulan April nanti, antara bulan April Mei kita akan mengadakan penimbangan serentak.
Selain itu, pemerintah juga akan merevisi Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang akan segera selesai masa berlakunya. Pemerintah akan mengevaluasi pasal-pasal mana saja yang harus dipertajam.
Menurut Muhadjir, Mendagri juga usul agar perpres memprioritaskan daerah-daerah yang angka tengkes dan prevalensinya tinggi. Hal ini termasuk daerah-daerah yang postur fiskalnya rendah supaya memperoleh perhatian khusus.
Karena itu, nanti akan kita data daerah-daerah mana saja yang perlu kita beri penguatan atau ’booster’-lah untuk anggarannya untuk penanganan ’stunting’.
Muhadjir mengatakan, terdapat korelasi antara daerah-daerah yang tingkat fiskalnya dan PAD-nya rendah dengan tingginya angka stunting. ”Karena itu, nanti akan kita data daerah-daerah mana-mana saja yang perlu kita beri penguatan atau booster-lah untuk anggarannya untuk penanganan stunting,” ujarnya.
Angka tengkes juga ditegaskan berkorelasi dengan target kemiskinan ekstrem yang diperkirakan tidak bisa mencapai target nol persen. ”Ada irisan sampai 60 persen, kan, ini kemiskinan ekstrem dengan stunting ini. Jadi, sebenarnya kalau kita menangani stunting itu juga menangani kemiskinan ekstrem sekitar 60 persen,” ucap Muhadjir.