Ketujuh Terdakwa Eks PPLN Kuala Lumpur Dituntut Enam Bulan Penjara
Ketujuh terdakwa terbukti memalsukan data atau daftar pemilih sehingga dituntut enam bulan meski percobaan setahun.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menuntut enam Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur nonaktif dengan pidana enam bulan penjara dengan catatan tidak perlu menjalani pidana jika berkelakuan baik. Mereka mendapat hukuman pidana percobaan selama satu tahun. Sementara terdakwa ketujuh dituntut pidana enam bulan penjara.
Tuntutan itu dibacakan tim jaksa penuntut umum yang dipimpin Agus Angling Kusumah dalam sidang tindak pidana pemilu yang terjadi di wilayah kerja Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2024) malam. Sidang dipimpin Buyung Dwikora sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Arlen Veronica dan Budi Prayitno sebagai anggota majelis.
Adapun para terdakwa dalam kasus tersebut adalah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur nonaktif beserta para anggota PPLN Kuala Lumpur nonaktif, yakni Tita Oktavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil. Terdakwa terakhir, Masduki Khamdan Muchamad, hanya menjadi anggota PPLN Kuala Lumpur sampai 17 Mei 2023.
”Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dan memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh yang melakukan atau yang turut serta melakukan,” kata jaksa.
Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dan memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh yang melakukan atau yang turut serta melakukan.
Perbuatan terdakwa dinilai jaksa telah melanggar dakwaan pertama, yaitu Pasal 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Untuk itu, jaksa meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana bagi terdakwa Umar, Tita, Dicky, Aprijon, Puji, dan Khalil dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tidak mengulangi perbuatan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya. Sementara jaksa menuntut agar Masduki dipidana penjara selama 6 bulan penjara.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar masing-masing terdakwa dihukum pidana denda sebesar Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menyelewengkan kewenangannya
Jaksa menyebutkan, hak yang memberatkan terdakwa adalah selaku penyelenggara pemilihan umum harusnya melaksanakan penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak menyimpang. Terhadap terdakwa Masduki, jaksa menilai, yang bersangkutan telah menyelewengkan kewenangannya sehingga terdapat Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN) Kuala Lumpur ”fiktif” yang berakibat kinerja Pantarlih LN Kuala Lumpur menjadi tidak maksimal. Masduki juga tidak memenuhi panggilan penyidik dan sempat masuk daftar pencarian orang (DPO).
Terdakwa dinilai kooperatif dan tidak berbelit, sebagian merupakan mahasiswa yang tengah studi lanjut di Malaysia, serta lima terdakwa sudah memiliki tanggungan keluarga.
Adapun hal yang meringankan adalah hasil dari rangkaian tindak pidana yang dilakukan para terdakwa telah dianulir dan dinyatakan tidak sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan para terdakwa telah dinonaktifkan dari jabatannya. Hal meringankan lainnya, terdakwa dinilai kooperatif dan tidak berbelit, sebagian merupakan mahasiswa yang tengah studi lanjut di Malaysia, serta lima terdakwa sudah memiliki tanggungan keluarga.
Terhadap tuntutan tersebut, ketujuh terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan. Sidang dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa akan dilangsungkan pada Rabu (20/3/2024) esok.