“Curcol” Presiden, dan Hilangnya Daya Tahan Lumbung Pangan Kita?
Presiden sempat "curcol" saat kunjungan kerja ke Labuhanbatu. Di mana daya tahan lumbung pangan kita?
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
Urusan beras yang tak kunjung selesai selama ini membuat Presiden Joko Widodo “curcol” alias curhat colongan. Maklum. Tercatat sudah dua bulan ini, harga beras melambung tinggi. Kalaupun turun, hanya sedikit saja. Malah, stok beras di toko ritel sempat lenyap di pertengahan Februari. Itulah yang menjadi pertanyaan warga ke mana dan di mana daya tahan lumbung pangan kita selama ini?
Kali ini, dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara, Presiden Jokowi tak lupa meninjau Gudang Bulog Bakaran Batu sekaligus menyerahkan bantuan pangan cadangan beras pemerintah (CBP) kepada keluarga penerima manfaat (KPM). Penyerahan bantuan dilakukan di Kompleks Pergudangan Bulog Bakaran Batu, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatra Utara, Jumat (15/3/2024).
Sebelum menyerahkan bantuan, Presiden pun memberi sambutan sembari "curcol" atau "curahan hati colongan", ungkapan anak muda untuk pengungkapan perasaan. Presiden menjelaskan kompleksitas tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengelola kebutuhan pangan nasional. Dilema terjadi dalam menjaga keseimbangan harga beras. Petani meminta harga tinggi untuk keuntungan lebih, sementara konsumen, khususnya ibu-ibu, membutuhkan harga yang terjangkau.
“Kita ini sulit, kalau harga beras turun, saya dimarahi petani. Tapi kalau beras naik, saya dimarahi ibu-ibu,” ujar Presiden serius.
Presiden Jokowi menambahkan bahwa urusan pemerintah dalam mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang mencapai 270 juta orang bukanlah hal yang mudah. Dia menyebut ada tantangan produksi beras untuk memenuhi kebutuhan tahunan sebanyak 31 juta ton, salah satunya kondisi iklim.
"Tapi kalau produksi petani dari petani banyak ya kita tenang. Tapi begitu kayak kemarin, musim keringnya panjang, ini nanti pasti nanamnya mundur atau basahnya terlalu, hujannya terlalu lebat, ada yang kena banjir," tutur Presiden.
“Kita ini sulit, kalau harga beras turun, saya dimarahi petani. Tapi kalau beras naik, saya dimarahi ibu-ibu”
Selain itu, Presiden justru menyebutkan keragaman geografis Indonesia yang tersebar di tujuh belas ribu pulau menimbulkan kompleksitas dalam distribusi dan penanganan pangan di seluruh tanah air. "Inilah negara Indonesia yang sangat besar, sangat besar. Kalau negara lain penduduknya 10 juta, 20 juta lebih mudah, kita 270 juta tersebar di tujuh belas ribu pulau dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Inilah Indonesia," tambahnya.
Menutup mata
Curcol Presiden kepada rakyatnya sebenarnya boleh-boleh saja. Namun, Presiden seakan menutup mata dari kenyataan. Ketika harga beras melambung, tak berarti petani menikmati harga tinggi dan semakin sejahtera.
Presiden Jokowi juga tak menyinggung asumsi sebagian kalangan yang menduga kemungkinan pasokan beras kita tersendat karena pemilu kemarin. Selain untuk bansos yang diberikan masif selama kampanye, juga karena digunakan oleh para calon legislatif untuk bagi-bagi beras ke calon pemilih.
Dalam catatan Kompas, kenaikan harga beras lebih tinggi ketimbang kenaikan nilai tukar petani (NTP) yang selama ini menjadi tolok ukur kesejahteraan petani. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, harga beras di tingkat perdagangan besar Februari 2024 rata-rata Rp 14.397 perkilogram dan naik 5,95 persen dari bulan sebelumnya. Pada kurun waktu yang sama, NTP tanaman pangan meningkat tapi lebih kecil, yakni hanya 3,56 persen.
Pola ini sama dari antara perubahan harga beras dan NTP tanaman pangan dari tahun ke tahun. Kenaikan harga beras selalu lebih tinggi, sedangkan kenaikan NTP jauh lebih kecil, Seperti pada data bulanan 2010-2024, rata-rata perubahan harga beras 0,64 persen, sedangkan perubahan NTP tanaman pangan cuma 0,24 persen (Kompas, 4 Maret 2024).
Dalam pantauan, warga yang mengantre untuk mendapatkan beras operasi pasar Bulog juga termasuk petani. Mereka tak lagi mampu membeli beras yang kini melambung harganya seperti petani di Desa Lurah, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Kompas, 4 Maret 2024). Rumsi (47) petani asal Desa Lurah ikut mengantre karena harga beras di pasaran mencapai Rp 15.000-16.000 perkilogram. Namun, Rumsi akhirnya tak kebagian beras dengan harga Rp 52.000 per lima kilogram itu karena antrean terlalu panjang.
Karena itu, curcol Presiden ini banyak dinilai menjadi ironi. Sebagian kalangan pun akhirnya menuding Presiden terkesan sekadar menyalahkan keadaan. Pemerintah seakan kebingungan dengan akar masalah perberasan ini. Seperti disampaikan Deputi Bidang Perekonomian Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono, Rabu (13/3/2024). Harga beras medium turun di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta dan Pasar Induk Beras Johar Karawang seperti dalam peninjauan Presiden Jokowi. Namun, di pasar-pasar tradisional, ritel, dan warung-warung, harga tidak ikut turun.
“Hal ini bikin kami penasaran dan menimbulkan pertanyaan besar. Kenapa harga beras medium yang sudah turun di kedua pasar induk itu tidak bertransformasi sepenuhnya di pasar-pasar tradisional dan warung-warung?,” ujarnya dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta (kompas.id, 13 Maret 2024).
Kenapa harga beras medium yang sudah turun di kedua pasar induk itu tidak bertransformasi sepenuhnya di pasar-pasar tradisional dan warung-warung?
KSP pun meminta pemerintah berhati-hati mencermati harga beras. Apalagi, Edy berpendapat peningkatan produksi beras akibat panen raya padi pada Maret-April 2024 belum tentu berakibat signifikan terhadap penurunan harga beras.
Pemerintah pun terus menambah impor beras, alih-alih memperkuat ketahanan pangan dengan meragamkan kembali bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Namun setidaknya, bantuan sosial berupa 10 kilogram beras CBP yang diberikan kepada masyarakat berpendapatan rendah membantu warga.
Presiden Jokowi, saat menyerahkan bantuan pangan CBP kepada masyarakat di Gudang Bulog GDT (Gudang Daerah Tertinggal) Huta Lombang, Kabupaten Padang Lawas, Sumut, Jumat pagi, mengatakan bahwa bantuan ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga beras. "Jadi Bapak/Ibu sekalian, beras ini diberikan kepada Bapak Ibu karena harga beras sekarang naik," ujarnya.
Presiden menambahkan, kenaikan harga beras terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Sebab, ada perubahan iklim yang mengakibatkan gagal panen. Ke depannya, seperti janji Presiden Jokowi di Gudang Bulog Bakaran Batu, Kabupaten Labuhanbatu maupun di Gudang Bulog GDT, Kabupaten Padang Lawas, bantuan ini berlanjut sampai Juni mendatang. Namun, setelahnya, keberlanjutan bantuan bergantung pada ketersediaan anggaran negara.
"Nanti kalau APBN-nya memungkinkan setelah Juni akan dilanjutkan tapi saya nggak janji, janjinya hanya sampai yang Juni. Nanti saya lihat lagi APBN kira-kira cukup, diteruskan," tutur Presiden yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, dan Penjabat Gubernur Sumatra Utara Hassanudin.
Tentu, harapan kita, jangan sampai ketahanan lumbung pangan kita lenyap karena kesalahan urus selama pemilu lalu.