Majelis Hakim Tolak Keberatan Dua Terdakwa Eks PPLN Kuala Lumpur
Menurut rencana, sidang tindak pidana pemilu akan diputus sebelum hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2024 diumumkan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak keberatan dua terdakwa eks Panitia Pemilu Luar Negeri Kuala Lumpur, Malaysia, dalam kasus pidana pemilu. Dengan demikian, majelis hakim segera memulai proses pembuktian terhadap tujuh terdakwa dalam kasus itu.
Dalam kasus pidana pemilu yang terjadi di Kuala Lumpur tersebut, terdapat 7 terdakwa yang diajukan ke persidangan. Mereka adalah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur beserta para anggota PPLN Kuala Lumpur, yakni Tita Oktavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad. Enam terdakwa yang pertama kini berstatus nonaktif, sementara Masduki sudah tidak lagi menjadi anggota PPLN Kuala Lumpur.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan kedua adalah Pasal 545 UU tentang Pemilu juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Terhadap dakwaan tersebut, dua terdakwa, yakni Aprijon dan Masduki, mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024), Ketua Majelis Hakim Buyung Dwikora menyatakan, eksepsi atau nota keberatan terdakwa Aprijon dan Masduki ditolak. ”Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara,” kata Ketua Majelis.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim berpendapat bahwa ketidaklengkapan alamat sebagaimana dipermasalahkan penasihat hukum Aprijon masih dapat ditoleransi. Menurut majelis hakim, hal yang penting adalah tidak mengganggu atau membingungkan terdakwa dalam melakukan pembelaan di persidangan.
Demikian pula terkait keberatan tentang dakwaan kesatu dan kedua yang dianggap hanya menyalin ulang, majelis hakim berpendapat berbeda. Menurut majelis hakim, jika dibaca secara keseluruhan dan saksama, terdapat perbedaan yang mendasar dari kedua dakwaan.
Majelis hakim juga berpendapat berbeda dengan penasihat hukum tentang pelanggaran yang terjadi di Kuala Lumpur merupakan pelanggaran administratif, bukan pidana pemilu. Menurut majelis hakim, hal itu telah masuk pokok perkara sehingga keberatan terdakwa tersebut dikesampingkan.
Oleh karena beberapa keberatan lain yang disampaikan kedua terdakwa dinilai sudah masuk pokok perkara, majelis hakim memutuskan untuk mengesampingkannya. ”Karena yang menjadi keberatan sudah masuk ke materi perkara,” ujarnya.
Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara.
Dengan putusan sela tersebut, majelis hakim menyatakan agar segera melakukan pemeriksaan terhadap saksi secara bertahap. Adapun jaksa penuntut umum menyiapkan 19 saksi, baik yang dihadirkan secara langsung di ruang sidang maupun yang hadir secara daring. Menurut rencana, sidang tindak pidana pemilu akan diputus sebelum hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2024 diumumkan.