Eks PPLN Kuala Lumpur Didakwa Palsukan Data Pemilih atas Lobi Partai Politik
Jaksa menyebut, tujuh eks anggota PPLN Kuala Lumpur mengubah DPT untuk memenuhi permintaan partai politik.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tujuh eks anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2024). Selain mengubah daftar pemilih tanpa didasarkan bukti yang otentik, mereka juga didakwa memalsukan data pemilih hanya karena permintaan atau lobi dari perwakilan partai politik.
”Terdakwa telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan, atau yang turut serta melakukan,” kata jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan perkara tindak pidana pemilu di PN Jakarta Pusat.
Sidang dipimpin Buyung Dwikora sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Arlen Veronica dan Budi Prayitno sebagai anggota majelis. Sementara itu, tim jaksa penuntut umum Kejagung dipimpin oleh jaksa Danang Dermawan.
Adapun para terdakwa adalah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur beserta para anggota PPLN Kuala Lumpur, yakni Tita Oktavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad. Masduki sempat menjadi buron kepolisian hingga akhirnya menyerahkan diri ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Rabu pagi dan hadir ketika sidang tengah berjalan.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, berdasarkan daftar pemilih yang diterima dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih di wilayah PPLN Kuala Lumpur adalah 493.856 orang. Karena data yang dikirim KPU kurang lengkap, PPLN Kuala Lumpur meminta data ke Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur. Hasilnya, ada sekitar 200.000 orang yang terdata di KBRI sudah memenuhi syarat sebagai pemilih, Setelah dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit), ternyata jumlahnya hanya 64.148 pemilih.
Kemudian dalam rapat pleno yang diikuti sejumlah pihak, sebagian perwakilan partai politik mengeluhkan data pemilih hasil coklit tersebut. Untuk mengakhiri perdebatan, akhirnya PPLN Kuala Lumpur memutuskan data DP4 yang belum melalui proses coklit dijadikan daftar pemilih sementara (DPS) sehingga hasil akhir didapatkan 491.152 pemilih.
”Data tersebut merupakan data yang tidak valid dan tidak sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena data pemilih yang telah dicoklit hanya sejumlah 64.148,” kata jaksa.
Jaksa menyatakan, perbaikan DPS yang dilakukan PPLN Kuala Lumpur hanya didasarkan pada masukan partai politik, bukan berdasarkan data yang valid. Sementara itu, DPS hanya diumumkan di story dan feed Facebook sehingga tidak mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat.
Setelah disinkronisasi, jumlah pemilih yang ditetapkan sebagai DPS hasil perbaikan adalah 442.526 orang. Rinciannya, sebanyak 438.665 orang masuk kategori pemilih yang mencoblos di tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN), 525 pemilih melalui kotak suara keliling (KSK), dan pemilih dengan metode pos berjumlah 3.336 orang.
Kemudian, dalam rapat pleno terbuka, perwakilan partai politik meminta PPLN untuk menambah jumlah pemilih dengan metode pos dan KSK. Pada awalnya PPLN menolak permintaan itu. Namun, setelah perwakilan partai politik melakukan lobi, PPLN Kuala Lumpur akhirnya mengubah komposisi daftar pemilih tetap (DPT) KSK dari semula 525 menjadi 67.945 pemilih. DPT Pos juga diubah dari semula 3.336 menjadi 156.367 pemilih, sedangkan TPSLN menjadi berjumlah 222.945 pemilih.
Tak hanya itu, PPLN Kuala Lumpur juga mengirimkan surat suara sebanyak 155.629 lembar untuk para pemilih dengan metode pos. Namun, hanya 81.253 lembar surat suara yang kembali ke PPLN Kuala Lumpur.
”Tindakan para terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT Pos hanya berdasarkan permintaan perwakilan parpol tanpa dilengkapi dokumen otentik,” kata jaksa.
Sebenarnya, Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) telah menyampaikan temuan adanya DPT dengan metode pos yang tidak sesuai karena berlokasi di luar wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur. Akan tetapi, Ketua PPLN Kuala Lumpur menyampaikan, selama tidak terjadi kegandaan dan masih dalam wilayah daerah pemilihan DKI Jakarta II, tidak akan menjadi persoalan.
Tindakan para terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT Pos hanya berdasarkan permintaan perwakilan parpol tanpa dilengkapi dokumen otentik.
Jaksa juga menyebut, terdakwa Tita sempat memberi tanda DPT pos yang berada di luar wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur dan mengirimkan ke grup Whatsapp PPLN Kuala Lumpur. Namun, pernyataan Tita tersebut tidak ada yang menanggapi.
Tita juga sempat mengirimkan pesan ke anggota KPU Betty Epsilon Idroos untuk konfirmasi. Namun, Betty meminta Tita untuk langsung menghubungi Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Bukan hanya itu, Tita juga berupaya menelepon Betty tetapi tidak diangkat.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan kedua adalah Pasal 545 UU tentang Pemilu juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, terdakwa Aprijon mengajukan eksepsi. Sidang eksepsi akan dilakukan pada Kamis (14/3/2024).