Dominasi Caleg Petahana di DKI Jakarta Sulit Dibendung
Banyak calon anggota DPR petahana yang masuk sepuluh besar peraih suara terbanyak di DKI Jakarta. Mengapa demikian?
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Calon anggota DPR petahana ”menguasai” kontestasi di tiga daerah pemilihan di DKI Jakarta. Banyak yang masuk sepuluh besar peraih suara terbanyak di setiap daerah pemilihan dan berpeluang kembali melenggang ke Senayan, tempat anggota DPR bekerja. Capaian itu dianggap buah dari kerja mereka merawat konstituen.
Di Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta I yang meliputi Jakarta Timur, total ada tujuh calon anggota DPR petahana yang masuk 10 besar calon anggota DPR suara terbanyak jika mengacu pada hasil rekapitulasi suara manual oleh KPU DKI Jakarta pada 7-9 Maret 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketujuhnya ialah Mardani Ali Sera (176.584 suara) dan Anis Byarwati (64.304 suara) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Putra Nababan (105.559 suara) dan Sondang Tampubolon (68.370 suara) dari PDI Perjuangan, Habiburokhman (96.914 suara) dari Partai Gerindra, Eko Hendro Purnomo (93.673 suara) dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Ahmad Ali (56.364) dari Partai Nasdem. Khusus Ahmad Ali pada Pemilu 2019 maju dari Dapil Sulawesi Tengah. Total kursi yang diperebutkan di dapil tersebut enam kursi.
Tiga lainnya, caleg pendatang baru, ialah Hasbiallah Ilyas dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 80.895 suara, Faldo Maldini dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meraih 56.725 suara, dan Ario Bimo Nandito dari Partai Golkar yang dikenal dengan nama Dito Ariotedjo, Menteri Pemuda dan Olahraga, meraih 55.560 suara.
Sementara untuk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan yang masuk Dapil DKI Jakarta II, ada enam calon anggota DPR petahana di antara 10 calon anggota DPR yang meraih suara terbanyak.
Keenamnya ialah Hidayat Nur Wahid dari PKS yang memperoleh 205.545 suara, Himmatul Aliyah dari Partai Gerindra (68.445 suara), Kurniasih Mufidayati dari PKS (56.982 suara), Melani Leimena Suharli dari Partai Demokrat (53.763 suara), serta Masinton Pasaribu (44.243 suara) dan Eriko Sotarduga (40.880 suara) dari PDI-P.
Empat lainnya, Abraham Sridjaja dari Partai Golkar (60.906 suara), Ida Fauziyah dari PKB (60.180 suara) yang kini menjabat Menteri Ketenagakerjaan, Once Mekel dari PDI-P (47.896 suara), dan Uya Kuya dari PAN (46.326 suara).
Namun, 10 besar calon anggota DPR peraih suara terbesar di Dapil DKI Jakarta II ini masih bisa berubah. Pasalnya, masih menanti tuntasnya pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur yang digelar hari ini. Dapil DKI Jakarta II juga mencakup pemilih di luar negeri.
Berbeda dengan DKI Jakarta I dan II, di Dapil DKI Jakarta III yang mencakup wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Utara, dan Kota Jakarta Barat, calon anggota DPR petahana kalah bersaing dengan mereka yang belum pernah menjadi anggota DPR. Dari 10 calon anggota DPR peraih suara terbanyak, hanya empat yang petahana.
Keempat petahana dimaksud ialah Ahmad Sahroni dari Partai Nasdem (163.292 suara), Charles Honoris dari PDI-P (97.016 suara), Adang Daradjatun dari PKS (95.773 suara), dan Darmadi Durianto dari PDI-P (95.553 suara).
Sementara calon nonpetahana ialah Grace Natalie dari PSI (193.478 suara), Erwin Aksa dari Partai Golkar (186.897 suara), Ermi Yusfa dari PKS (60.440 suara), Rahayu Saraswati dari Partai Gerindra (52.932 suara), Sigit Purnomo alias Pasha Ungu dari PAN (50.222 suara), dan Ahmed Zaki Iskandar dari Partai Golkar (49.022 suara).
Total tersedia 21 kursi DPR yang diperebutkan dari Provinsi DKI Jakarta dengan rincian Dapil DKI Jakarta I terdapat enam kursi, Dapil DKI Jakarta II tujuh kursi, sedangkan Dapil DKI Jakarta III delapan kursi. Siapa di antara 10 besar calon anggota DPR peraih suara tertinggi di setiap dapil yang akan melenggang ke Senayan, belum dapat dipastikan. Penentuan peraih kursi akan ditentukan saat rekapitulasi tingkat nasional oleh KPU RI. Penentuan tak hanya mengacu pada raihan suara tinggi, tetapi ada syarat parpol harus lolos ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional selain perhitungan konversi suara menjadi kursi yang ditentukan dengan menggunakan metode Sainte Lague.
Merawat konstituen
Melihat fenomena banyaknya calon petahana yang meraih suara tinggi di DKI Jakarta, Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana tidak heran. Tak hanya di Jakarta, ia melihat potensi fenomena serupa bisa saja terjadi di wilayah lain.
Peluang petahana kembali ke Senayan besar karena mereka sudah dikenal masyarakatnya. Mereka juga dianggap sudah punya modal finansial yang cukup sebagai bekal kampanye di wilayahnya. Apalagi jika petahana itu rajin merawat konstituennya saat masa reses DPR. Merawat dalam artian intens berkomunikasi, mengadvokasi kebutuhan masyarakat, dan membantu apa yang mereka butuhkan.
”Ini keuntungan dari petahana. Mereka bisa menawarkan pengalaman dan prestasinya. Lagi pula, pemilih itu tidak akan ke mana-mana. Caleg hanya perlu merawat basis pemilihnya secara rutin. Misalnya, suaranya 100.000, maka mereka saja yang terus dirawat,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (10/3/2024).
Saat petahana pindah daerah pemilihan atau tak lagi ikut kontestasi, barulah caleg-caleg baru bisa bersinar. Apabila tidak ada elemen tersebut, peluang caleg baru untuk lolos ke Senayan sangat sulit.
”Biaya politik Indonesia itu mahal. Caleg baru harus punya sesuatu yang ditawarkan, entah itu popularitas atau modal yang besar. Kalau tidak, saya kira caleg baru tak ada peluang,” ucapnya.
Ia mencontohkan sejumlah caleg baru seperti Uya Kuya, Once Mekel, dan Erwin Aksa yang tak termasuk caleg petahana. Ketiganya memperoleh suara masif didorong oleh popularitas dan kemampuan modal yang besar.
Jika tak ada popularitas dan modal, bisa saja dukungan coba dikumpulkan dengan terlebih dahulu menjadi anggota DPRD provinsi. Barulah setelah terpilih, rajin merawat konstituennya, dan kemudian melangkah ke kontestasi pemilihan anggota DPR.