Tabulasi Suara di Sirekap Ditutup, KPU Minta Publik Pantau Media Sosial
Alih-alih membuka tabulasi suara Sirekap, KPU malah menyarankan publik memantau lewat media sosial KPU daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum meminta publik memantau media sosialKPU daerah untuk mengetahui rekapitulasi hasil penghitungan suara. Ini karena KPU belum berencana membuka kembali tabulasi rekapitulasi suara di Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap yang ditutup.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU belum berencana membuka kembali tabulasi perolehan suara di Sirekap. Laman Sirekap tetap difungsikan untuk mengunggah formulir C Hasil dari tempat pemungutan suara dan hasil rekapitulasi berjenjang di tingkat kecamatan hingga nasional.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Meski tabulasi suara di Sirekap ditutup, publik masih bisa mengawasi proses rekapitulasi berjenjang di berbagai wilayah. Pelaksanaan rekapitulasi disiarkan secara daring sehingga dapat diikuti publik. Bahkan, hasil rekapitulasi suara berjenjang diunggah di situs web dan media sosial jajaran KPU yang melaksanakan rekapitulasi.
”Masyarakat bisa mengakses media sosial atau website KPU yang melaksanakan rekapitulasi suara. Kami telah menginstruksikan jajaran di daerah untuk mengumumkan hasil perolehan suara peserta pemilu,” ujar Idham saat dihubungi pada Kamis (7/3/2024).
Sejak Selasa (5/3/2024) malam, KPU memperbarui tampilan laman Sirekap. Tabulasi perolehan suara pasangan calon presiden-calon wakil presiden, partai politik, dan calon anggota legislatif ditiadakan.
Dalam tampilan Sirekap yang baru, publik hanya diberikan menu akses formulir C Hasil yang bisa ditelusuri berdasarkan wilayah pemilihan mulai tingkat provinsi. Sirekap tetap memuat unggahan formulir C Hasil dari TPS. Namun, publik harus mencari satu per satu TPS yang dituju untuk bisa mengakses foto formulir C Hasil.
Idham menuturkan, saat ini rekapitulator di berbagai daerah pada umumnya telah menyelesaikan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota. Hanya ada sebagian daerah yang masih melaksanakan rekapitulasi tingkat kecamatan, seperti di Kecamatan Tapus, Kota Depok, Jawa Barat, karena ada situasi di luar kendali penyelenggara.
Masyarakat bisa mengakses media sosial atau website KPU yang melaksanakan rekapitulasi suara. Kami telah menginstruksikan jajaran di daerah untuk mengumumkan hasil perolehan suara peserta pemilu.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah menilai, langkah KPU yang menutup tabulasi suara di Sirekap justru menurunkan transparansi dalam tahap rekapitulasi suara. Publik menjadi kesulitan mengawasi proses rekapitulasi berjenjang karena tidak ada informasi pembanding yang lengkap dan mudah diakses dari KPU.
Padahal, tabulasi suara di Sirekap merupakan alat bantu yang sangat penting bagi publik untuk mengawal proses rekapitulasi suara. Sebab, sumber daya yang dimiliki KPU untuk memublikasikan hasil rekapitulasi suara berada di seluruh TPS. Publikasi juga mencakup seluruh jenis pemilihan, mulai dari pilpres, pileg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, hingga DPD.
Meskipun ada gerakan masyarakat sipil yang merekapitulasi suara, keberadaan Sirekap tidak tergantikan. Data yang dihimpun masyarakat sipil tidak selengkap KPU karena keterbatasan sumber daya. Pengawalan suara pun biasanya hanya untuk pilpres dan pileg DPR.
”Kurangnya transparansi rekapitulasi suara bisa membuat hasil pemilu tidak dipercaya publik. Siapa pun yang menang atau terpilih tidak punya legitimasi yang kuat,” katanya.
Lebih jauh, lanjutnya, penutupan tabulasi hasil suara justru menguntungkan parpol. Sebab, praktik kecurangan untuk menggelembungkan atau mencuri suara sulit diketahui publik. Meskipun KPU berdalih tidak ada kecurangan dalam proses rekapitulasi, publik justru semakin curiga akibat penutupan informasi tabulasi di Sirekap.
”Kalau ada kecurigaan manipulasi, seharusnya Sirekap diperkuat agar proses rekapitulasi lebih transparan, bukan justru menutup informasi tabulasi yang dibutuhkan publik,” tutur Hurriyah.