Wajar Parpol Dukung Hilangnya Tabulasi
Wajar jika parpol tak mempermasalahkan hilangnya tabulasi Sirekap karena parpol memang tak inginkan adanya transparansi.
JAKARTA, KOMPAS — Sikap sejumlah partai politik yang tidak mempermasalahkan hilangnya tampilan tabulasi perolehan suara disebabkan parpol menjadi pihak paling berkepentingan dalam rekapitulasi suara Pemilu 2024. Praktik jual beli suara, penggelembungan, ataupun pencurian suara yang terjadi selama ini dan selama pemilu lalu juga berpotensi terjadi di semua parpol. Oleh karena itu, parpol pasti akan mendukung langkah-langkah yang membuat rekapitulasi suara semakin tidak transparan dan sulit diawasi publik.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah saat dihubungi Kompas, Kamis (7/3/2024), di Jakarta. ”Jika rekapitulasi suara dilakukan secara transparan dan mudah dikawal publik, praktik manipulasi suara akan menjadi lebih sulit dilakukan,” ujarnya.
Itulah mengapa banyak parpol tidak menganggap hilangnya tampilan tabulasi perolehan suara pada proses rekapitulasi Pemilu 2024 sebagai sebuah masalah. Padahal, dengan hilangnya tampilan tabulasi perolehan suara, publik tidak dapat melakukan pengawasan sehingga berpotensi terjadi manipulasi suara.
Seperti dilaporkan Kompas.id, Kamis (7/3/2024), KPU memperbarui tampilan laman Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) suara hasil pemilu. Tabulasi perolehan suara pasangan calon presiden-calon wakil presiden, partai politik, dan calon anggota legislatif ditiadakan. Kondisi itu akan membuat publik semakin sulit ikut mengawal suara hasil Pemilu 2024. Potensi manipulasi juga akan meningkat karena masyarakat tidak memiliki data pembanding rekapitulasi.
Dalam tampilan Sirekap yang baru, publik hanya diberikan menu akses formulir C Hasil yang bisa ditelusuri berdasarkan wilayah pemilihan mulai tingkat provinsi. Sirekap tetap memuat unggahan formulir C Hasil dari TPS. Namun, publik harus mencari satu per satu TPS yang dituju untuk bisa mengakses foto formulir C Hasil.
Hal itu diungkapkan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil. Ia mengatakan, dihilangkannya tabulasi rekapitulasi suara dalam Sirekap tidak menyelesaikan kegaduhan di masyarakat. KPU seharusnya cukup memperbaiki data anomali tersebut sehingga data yang ditampilkan di Sirekap lebih akurat.
Baca juga: Tabulasi Suara di Sirekap Hilang, Publik Semakin Sulit Mengawal Suara
Informasi mengenai tabulasi rekapitulasi suara itu sendiri, lanjut Fadli, sangat penting bagi publik. Melalui fitur itu, dengan cepat dan mudah bisa dibandingkan rekapitulasi perolehan suara capres-cawapres, parpol, dan caleg dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga. Publik juga bisa melihat pergerakan perolehan suara dari waktu ke waktu. Dihilangkannya informasi tabulasi suara justru membuat pengawasan publik kian sulit. Publik tak lagi memiliki data pembanding untuk mengawal rekapitulasi suara. Jika harus merekapitulasi suara satu per satu dari data formulir C Hasil, akan lebih sulit dan memakan waktu. Akibatnya, potensi manipulasi suara meningkat.
Hal serupa juga ditegaskan pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini. Menurut Titi, Sirekap, khususnya tabulasi capres-cawapres, parpol, dan caleg, sangat membantu publik yang masih dalam jeda masa tunggu hasil pemilu yang baru ditetapkan KPU paling lambat pada 20 Maret 2024. Ketika tabulasi dihilangkan, justru bisa menguatkan spekulasi bahwa tindakan itu untuk menutupi hal-hal tertentu. ”Tindakan yang dilakukan KPU justru malah menimbulkan makin kuatnya spekulasi terhadap adanya hal-hal yang ditutupi,” ucapnya.
Jika rekapitulasi suara dilakukan secara transparan dan mudah dikawal publik, praktik manipulasi suara akan menjadi lebih sulit dilakukan.
Titi menambahkan, penutupan tabulasi Sirekap merupakan langkah mundur dalam hal transparansi publik. Padahal, sebelumnya KPU sudah menunjukkan langkah perbaikan (Kompas.id, 7/3/2024).
Banyak parpol tak permasalahkan
Sebelumnya, sejumlah partai politik justru tidak mempermasalahkan langkah Komisi Pemilihan Umum yang menghilangkan tampilan tabulasi perolehan suara pasangan calon presiden-calon wakil presiden, partai politik, dan calon anggota legislatif di laman Sirekap. Pasalnya, kegaduhan selama ini memang disebabkan atas perbedaan data antara formulir C Hasil dan tabulasi di Sirekap. Evaluasi terhadap laman Sirekap pun harus dilakukan untuk mengungkapkan kekacauan yang telah terjadi selama penghitungan suara Pemilu 2024.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi saat dihubungi pada Kamis (7/3/2024) di Jakarta mengatakan, sampai saat ini Sirekap tetap memuat unggahan formulir C Hasil dari tempat pemungutan suara (TPS). Namun, KPU hanya menghilangkan tampilan tabulasi perolehan suara yang selama ini telah memicu polemik bagi peserta pemilu dan masyarakat.
Selain itu, tampilan tabulasi ini telah berdampak pada psikologi masyarakat akibat data yang ditampilkan di Sirekap tidak sesuai dengan formulir C Hasil yang diunggah. PPP sudah meminta agar KPU cukup menampilkan unggahan formulir C Hasil saja di Sirekap.
”Grafik yang menampilkan perolehan suara itulah yang ditutup karena memang grafik itu yang memunculkan kegaduhan di publik selama penghitungan suara. Saya minta KPU memang tidak menampilkan hal tersebut yang membuat kegaduhan itu,” tutur Baidowi.
Dengan tidak adanya tampilan tabulasi, peserta pemilu fokus kembali mengumpulkan formulir C Hasil. PPP terus mengawal suara di setiap jenjang penghitungan suara mulai dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional dari setiap formulir C Hasil tersebut. Dari temuan PPP sejauh ini di lapangan, rekapitulasi suara sudah masuk di tingkat provinsi. Karena itu, lanjut Baidowi, formulir C Hasil dari TPS sudah 100 persen selesai.
”Saat ini, kita harus kembali kepada penghitungan yang manual dan berjenjang. PPP fokus mengikuti rekapitulasi berjenjang tersebut,” katanya.
Grafik yang menampilkan perolehan suara itulah yang ditutup karena memang grafik itu yang memunculkan kegaduhan di publik selama penghitungan suara.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga demikian. Bahkan, PKS telah memberikan catatan kepada KPU agar Sirekap hanya menampilkan formulir C Hasil yang diunggah oleh petugas TPS. Menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, sejak awal KPU dinilai sudah salah memaksakan menampilkan tabulasi hasil perolehan suara sementara di Sirekap. Sebab, sejak awal sudah ada perbedaan data antara formulir C Hasil dan tabulasi di Sirekap.
Sejak awal KPU dinilai sudah salah memaksakan menampilkan tabulasi hasil perolehan suara sementara di Sirekap. ”Kami sudah berikan tiga catatan, yakni pertama KPU sudah salah memaksakan menampilkan tabulasi suara. Kedua, seharusnya diumumkan apa yang jadi hasil rekapitulasi manual. Ketiga, Sirekap harusnya menampilkan formulir C Hasil dari TPS saja tanpa dikonversi jadi angka-angka,” kata Mardani.
Cuma alat bantu
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief. Ia juga menyatakan langkah KPU untuk menghilangkan tampilan tabulasi penghitungan suara saat ini sudah tepat. Menurut dia, sudah ada C Hasil plano mulai dari tingkat kecamatan hingga kabupaten.
KPU sejak awal menjelaskan kepada publik bahwa hasil penghitungan suara dilakukan secara manual dan berjenjang, bukan pada hasil tabulasi suara yang ditampilkan di Sirekap.
Seharusnya, kata Andi Arief, KPU sejak awal menjelaskan kepada publik bahwa hasil penghitungan suara dilakukan secara manual dan berjenjang, bukan pada hasil tabulasi suara yang ditampilkan di Sirekap. Polemik Sirekap ini bisa diantisipasi jika KPU intensif menyosialisasikan bahwa fungsi Sirekap hanya alat bantu.
Partai Amanat Nasional (PAN) pun memberikan komentar yang sama dengan parpol lainnya terkait hilangnya tampilan tabulasi perolehan suara. Penghilangan tampilan tabulasi penghitungan suara di Sirekap dinilainya juga sudah tepat. Dihilangkannya tabulasi suara akan berdampak pada publik yang terbatas mengawasi penghitungan suara peserta pemilu. Walau demikian, menurut Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, publik masih bisa mengawasi melalui dari lembaga independen pemantau pemilu.
Baca juga: Tabulasi Suara di Sirekap Hilang, Potensi Manipulasi Menguat
Sirekap, lanjut Eddy Soeparno, sudah menimbulkan kecurigaan di antara calon anggota legislatif dan partai politik peserta pemilu. Menurut dia, setiap caleg dan parpol memiliki penghitungan sendiri yang diperoleh dari TPS. Data yang dipegang itu terkadang tidak sesuai dengan data perolehan suara yang dipublikasikan di Sirekap. Jumlah perolehan suara caleg di Sirekap juga kadang naik-turun.
Tidak akuratnya data caleg dan parpol itu juga menimbulkan keresahan di antara para pendukung. Ada sebagian pendukung yang berpandangan bahwa data di Sirekap valid dan bisa dijadikan rujukan utama karena dikeluarkan oleh KPU. Padahal, Sirekap sejatinya hanya merupakan alat bantu untuk rekapitulasi suara, sementara penetapan hasil pemilu tetap mengacu pada rekapitulasi manual berjenjang.
”Perlu dilakukan evaluasi atas penggunaan Sirekap pada akhir masa pemilu nanti. Ini bisa dilakukan oleh teman-teman Komisi II DPR. Evaluasi ini untuk mendalami dan mengetahui bagaimana kekacauan Sirekap ini terjadi, apalagi biaya negara yang digunakan tidak sedikit. Maka, dibutuhkan akuntabilitas dalam penggunaan Sirekap itu,” tutur Eddy.