Jumlah kursi PSI di DPRD Kota Surakarta berpotensi meningkat lima kali lipat. Apa yang memengaruhi lonjakan itu?
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Keluarga Presiden Joko Widodo seakan mengungkit perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia pada Pemilu 2024 di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Suara PSI melonjak di basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dominasi partai berlambang banteng itu pun seolah tergerus di kandangnya sendiri.
Berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surakarta, PSI meraup 39.582 suara dalam pemilihan legislatif untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Surakarta pada Pemilu 2024 ini. Jumlah suara itu memosisikan partai itu menjadi peraih suara terbanyak ketiga di bawah PDI-P dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dengan suara sebanyak itu, PSI berpotensi memperoleh lima kursi dari 45 kursi yang diperebutkan. Itu menjadi capaian lain bagi partai berlambang mawar yang pada Pemilu 2019 hanya bisa mendapatkan satu kursi. Artinya, jumlah keterwakilan mereka di parlemen tingkat kota itu bakal meningkat lima kali lipat.
”Mungkin ini karena selama ini kami sering turun, blusukan, dan mendengarkan aspirasi warga. Ini kemungkinan dilihat sebagai hal positif bagi kami selaku partai baru,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Kota Surakarta Sonny saat ditemui di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (4/3/2024).
Sonny menjadi calon anggota legislatif yang berhasil meraup suara terbanyak di Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Surakarta 2, yang berada di Kecamatan Laweyan. Total dukungan yang mampu dikumpulkannya 5.558 suara.
Menariknya, perolehan suara Sonny mengungguli calon anggota legislatif petahana dari PDI-P, Budi Prasetyo. Budi harus puas berada di peringkat kedua dengan perolehan 4.327 suara walaupun menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surakarta.
Kondisi PSI jauh berbeda jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Kala itu, PSI hanya bisa memperoleh satu kursi lewat terpilihnya Antonius Yogo Prabowo. Kursi itu pun didapatkan hanya dengan mengumpulkan 893 suara.
Sonny tak memungkiri, kedekatan partainya dengan keluarga Presiden Joko Widodo turut mendorong peningkatan elektabilitas partai tersebut. Lebih-lebih partai tempatnya bernaung dipimpin oleh putra bungsu Presiden, Kaesang Pangarep.
”Karena Mas Kaesang sebagai ketua umum dan anak Presiden, tentunya berefek bagi kami. Apalagi, beliau itu orang asli Solo (Surakarta). Ini sangat berpengaruh pada penambahan suara kami,” kata Sonny.
Oleh karena itu, Sonny juga selalu berusaha melakukan hal-hal yang sering dilakukan Presiden, seperti blusukan. Kegiatan itu ditempuhnya sejak 1,5 tahun sebelum masa pemilu demi membangun kedekatan dengan para calon pemilihnya.
”Sekarang itu masyarakat sudah pintar dan bisa menilai. Bukan cuma pasang spanduk dan baliho. Mereka butuh caleg yang benar-benar turun ke masyarakat,” kata Sonny.
Potensi meningkatnya perolehan kursi PSI disertai kemunculan isu soal tergerusnya dominasi PDI-P. Mirisnya, peristiwa itu terjadi pada wilayah yang selama ini dikenal sebagai ”Kandang Banteng” atau basis kuat pemilih PDI-P.
Sebaliknya, PDI-P justru mengalami situasi yang berbanding terbalik dengan PSI. Jumlah perolehan kursi partai berlambang banteng itu diprediksi menurun pada pemilu kali ini. Memang, suara yang dikumpulkan masih menjadi yang terbanyak dibandingkan partai-partai lainnya, yaitu 143.433 suara. Namun, suara sebanyak itu hanya mampu meraih 20 kursi di DPRD Kota Surakarta.
Apabila dibandingkan, perolehan suara PDI-P menurun 10 kursi dengan capaian mereka pada Pemilu 2019. Saat itu, mereka bisa memperoleh 30 kursi dari 45 kursi yang diperebutkan. Capaian itu sekaligus menegaskan status kota tersebut sebagai Kandang Banteng.
Dihubungi terpisah, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Kota Surakarta Her Suprabu membenarkan adanya potensi penurunan jumlah perolehan kursi tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan situasi semacam itu dapat terjadi. Mulai dari dugaan gelontoran bantuan sosial hingga politik uang kepada pemilih loyal partai itu.
Keikutsertaan putra sulung Presiden, Gibran Rakabuming Raka, patut diduga menjadi penyebab lain bergesernya suara pemilih PDI-P. Lebih-lebih ia melaju sebagai kandidat calon wakil presiden dengan status Wali Kota Surakarta. Adapun jabatan wali kota diperoleh Gibran lewat rekomendasi PDI-P pada Pilkada 2020 lalu.
”Memang seperti diketahui, pertempuran kemarin cukup keras. Yang loyal masih memilih kami. Yang lain-lainnya, karena faktor ekonomi dan lain-lain, akhirnya bergeser ke partai lain,” kata Her.
Di sisi lain, Her menyebut, nama-nama caleg yang nantinya akan menduduki kursi DPRD Kota Surakarta belum diketahui meski partainya berpotensi meraup 20 kursi. Itu disebabkan adanya instruksi dari DPP PDI-P yang mengharuskan perolehan suara partai mesti berbanding lurus dengan perolehan suara calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung partai tersebut.
Jumlah perolehan kursi partai berlambang banteng itu diprediksi menurun pada pemilu kali ini.
Celakanya, pasangan capres dan cawapres yang diusung PDI-P, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, hanya meraup 128.674 suara, atau setara 34,25 persen. Perolehan suaranya kalah dari pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mendapatkan 375.638 suara atau setara 50,8 persen.
”Jadi potensi 20 kursi itu akan diisi siapa saja kami menunggu arahan. Belum tentu yang dilantik nanti caleg dengan perolehan suara terbanyak. Instruksi itu belum dicabut,” kata Her.
Pakar psikologi politik dari Universitas Sebelas Maret, Abdul Hakim, mengungkapkan, keikutsertaan keluarga Presiden dalam kontestasi Pemilu 2024 memengaruhi melemahnya suara PDI-P di Kota Surakarta.
Dua putra Presiden, yakni Kaesang dan Gibran, berdiri pada kubu yang berseberangan dengan partai berlambang banteng itu. Gibran menjadi cawapres Prabowo, sedangkan PSI yang dipimpin Kaesang juga melabuhkan dukungannya pada partai yang dipimpin Prabowo.
Untuk itu, Hakim menduga adanya pergeseran karakter politik dari masyarakat Kota Surakarta dalam pemilu kali ini. Itu disebabkan PDI-P yang telah bercokol lama dan mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat mendadak berkurang jumlah dukungannya. Ceruk suara pemula yang kemungkinan direbut PSI pada wilayah berstatus Kandang Banteng tersebut.
”Saya lihat, generasi tua masih setia dengan PDI-P. Tetapi, generasi muda, loyalitasnya tidak sekuat itu. Mereka terbuka dengan partai-partai alternatif. Dalam hal ini, PSI menjadi salah satu pilihan. Terlebih faktor Kaesang membuat partai ini memiliki ikatan dengan masyarakat Surakarta,” kata Hakim.