Perolehan Suara PSI Melonjak, Presiden: Itu Urusan Partai, Tanyakan ke KPU
Presiden Jokowi meminta publik menanyakan kepada partai politik dan KPU terkait dengan lonjakan suara PSI.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN, NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perolehan suara sementara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang sempat melonjak menjadi sorotan banyak kalangan. Meski demikian, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa soal rekapitulasi suara merupakan urusan partai politik dan Komisi Pemilihan Umum.
Presiden juga tidak bersedia berkomentar lebih panjang terkait dengan perolehan suara partai yang dipimpin oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep, tersebut. ”Itu urusan partai, tanyakan ke partai, tanyakan ke KPU,” ujar Presiden Jokowi kepada wartawan sebelum bertolak ke Australia untuk menghadiri KTT Khusus ASEAN-Australia, Senin (4/3/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Suara PSI pada 1 Maret sempat naik drastis pada pukul 17.00 dan pukul 19.00. Hanya dalam dua jam, suara PSI bertambah 19.000 yang berasal dari 110 tempat pemungutan suara (TPS). Ini berarti PSI rata-rata mendapatkan 173 suara di setiap TPS. Hingga Senin (4/3/2024) pukul 17.00 WIB, jumlah suara legislatif DPR yang diperoleh PSI mencapai 2.404.212 atau 3,13 persen.
Itu urusan partai, tanyakan ke partai, tanyakan ke KPU.
Perolehan suara PSI tersebut hampir mendekati ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, kenaikan perolehan suara PSI versi Sirekap tentu menjadi tanda tanya publik. Bahkan, publik melihat dengan penuh curiga. Hal ini karena perolehan suara PSI sangat anomali dibandingkan dengan partai yang lainnya.
Apalagi, lanjut Adi, hanya PSI yang naik signifikan, sementara partai politik yang lain landai cenderung stagnan. Kecurigaan publik, antara lain, dipengaruhi karena faktor Ketua Umum PSI yang adalah putra Presiden. ”Seakan PSI punya privilese dalam politik. Padahal, belum tentu juga karena PSI pun butuh kerja keras. Di negara ini segala sesuatu yang terkait penguasa dan kekuasaan selalu dicurigai,” ujarnya.
Selain itu, penghitungan cepat atau quick count oleh sejumlah lembaga juga memprediksikan bahwa PSI tak akan lolos ke parlemen karen raihan suaranya masih di bawah 4 persen. Karena itu, saat suara PSI naik signifikan, justru menimbulkan kecurigaan. ”Padahal, mestinya biasa saja. Karena data real count berbasis Sirekap bukan hasil resmi pemilu,” ujarnya.
Menurut Adi, secara logika politik, apabila data sudah masuk di atas 60 persen, naik turunnya perolehan suara partai atau calon anggota legislatif biasanya datar. ”Tak ada lonjakan-lonjakan yang signifikan. Ini yang perlu diinvestigasi untuk mengetahui datanya secara akurat agar semua transparan,” ucapnya.
Kemungkinan lainnya, lanjut Adi, data PSI naik signikan karena suara yang di-input ke Sirekap berasal dari wilayah basis PSI, seperti Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Di luar wilayah itu, PSI dinilai lemah. ”Karena itu, jangan juga buru-buru menghakimi,” ucapnya.
Hanya alat bantu
Adi mengingatkan, Sirekap tidak digunakan sebagai penentu hasil pemilu dan hanya alat bantu penghitungan suara. Hasil pemilu ditentukan lewat rekapitulasi manual berjenjang dari tempat pemungutan suara (TPS), kecamatan, kabupaten/ kota, hingga tingkat nasional oleh KPU. Hal yang penting saat ini adalah publik harus mengawal rekapitulasi manual ini.
Secara terpisah, pengajar Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, menilai, saran Presiden Jokowi sudah tepat. Pembuktian suara PSI naik wajar atau naik tidak wajar baru akan diketahui setelah proses rekapitulasi manual berjenjang selesai. ”Jika publik tahu prosedur rekapitulasi secara benar, tidak mungkin akan percaya dengan isu adanya kenaikan suara PSI secara tidak wajar,” ujarnya.
Ferry menambahkan bahwa pembuktian perolehan suara tak wajar tidaklah sulit. Pengecekan bisa dimulai dengan menyelidiki TPS yang diduga terjadi penggelembungan suara. Pengawas TPS dan saksi-saksi parpol dapat dimintai keterangan. Selanjutnya, bisa dilakukan pemeriksaan berita acara atau pembukaan kotak suara.
Jika memang terbukti suara PSI digelembungkan, proses peradilan bisa ditempuh. Hal ini bisa melalui penanganan pelanggaran administrasi dan pidana di Bawaslu serta proses penanganan pelanggaran etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Apabila benar terjadi pelanggaran yang menyebabkan berkurangnya suara parpol lain, mekanisme yang dapat di tempuh adalah melalui sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi.