PAN: Ambang Batas Parlemen Tak Cocok Diterapkan di Sistem Multipartai
Jika ambang batas parlemen benar-benar dihapus, aspirasi rakyat akan terselamatkan dalam hak berdemokrasi.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Partai Amanat Nasional atau PAN mendukung putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan pembuat undang-undang mengubah angka ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional di pemilihan umum. PAN berpandangan ambang batas parlemen tidak cocok diterapkan pada sistem multipartai. Aspirasi rakyat akan terselamatkan dalam hak berdemokrasi jika ambang batas parlemen benar-benar dihapus.
Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad H Wibowo, saat dihubungi Jumat (1/3/2024), mengatakan, PAN tentu mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pembuat undang-undang mengubah angka ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional di pemilu. Sejak dulu, PAN berpandangan bahwa politik Indonesia mencerminkan keberagaman masyarakatnya. Artinya, Indonesia mempunyai ekosistem multipartai.
”(Oleh) karena itu, ambang batas parlemen dinilai tidak cocok diterapkan. Dengan putusan MK ini, jika ambang batas parlemen benar-benar dihapuskan, maka aspirasi masyarakat, pilihan masyarakat yang kemudian—di pemilu legislatif yang akan datang— itu tidak akan hilang lagi,” kata Dradjad.
Sebelumnya, dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Kamis (29/2/2024), MK menyatakan, ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengubah ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional tersebut.
Meski demikian, MK juga menyatakan, ketentuan ambang batas parlemen yang diatur dalam Pasal 414 Ayat (1) UU Pemilu itu masih konstitusional digunakan pada Pemilu 2024. Ambang batas parlemen 4 persen itu tidak bisa lagi diberlakukan di Pemilu 2029. Oleh karena itu, perubahan ketentuan ambang batas tersebut juga harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Revisi sebaiknya juga dirampungkan sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.
Dengan putusan MK ini, jika ambang batas parlemen benar-benar dihapuskan, aspirasi masyarakat, pilihan masyarakat yang kemudian—di pemilu legislatif yang akan datang—itu tidak akan hilang lagi.
Atas hal tersebut, Dradjad meyakini Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan akan memerintahkan anggota Fraksi PAN di DPR untuk menjalankan keputusan MK tersebut. Selain itu, revisi UU Pemilu juga bisa dilakukan saat ini karena dalam putusan MK disebutkan bahwa revisi sebaiknya dirampungkan sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.
”PAN tentu siap membahasnya bersama DPR dan pemerintah. Jangan lupa MK menegaskan revisi UU Pemilu sebelum 2029. (Hal) Itu artinya MK juga membuka peluang bagi pemerintah dan DPR jika ingin merevisinya sekarang,” kata Dradjad.
Walau demikian, Dradjad menyarankan kepada DPR agar menyusun formula yang bisa menyeimbangkan antara ambang batas parlemen dan penyederhanaan partai politik. Setiap formula memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
”(Oleh) karena itu, saran saya dari putusan MK ini agar DPR mengambil inisiatif untuk mengadakan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum lebih dulu dengan berbagai kalangan masyarakat sehingga kita bisa bersama-sama mencari formula yang terbaik,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, PKS masih mempelajari keputusan MK tersebut sebab putusan MK itu bersifat final dan mengikat. ”Kami menghargai mengapresiasi keputusan tersebut. Kami akan mempelajari detailnya dahulu,” kata Mardani.
Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS itu, DPR perlu segera merespons putusan MK tersebut dalam masa sidang DPR pada 5 Maret 2024. Hal ini agar ada posisi hukum yang jelas dan DPR dapat menyusun kembali formulasi norma hukum baru dengan cara merevisi UU Pemilu sesuai perintah dalam putusan MK tersebut.
Suasana rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2023). Rapat paripurna DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pemilihan Umum (Perppu Pemilu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang (UU).
”DPR bersama pemerintah perlu segera memformulasi kalau tidak ada ambang batas maka perlu ada upaya tetap mendorong terjadinya simplifikasi atau penyederhanaan partai politik. Setuju dengan putusan MK (bahwa) tidak boleh ada suara yang terbuang,” ujar Mardani.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, putusan MK terkait ambang batas parlemen 4 persen itu tidak bisa lagi diberlakukan di Pemilu 2029 sudah tepat. Putusan itu disebutnya sebagai bentuk keadilan dari suara rakyat karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi kursi.
Oleh karena itu, revisi UU Pemilu terkait ambang batas parlemen sebaiknya langsung dibahas oleh para anggota parlemen periode 2024-2029 yang akan dilantik nanti. ”Pembatasan-pembatasan lainnya jika diperlukan bisa dibicarakan kemudian di parlemen 2024-2029. Ada banyak opsi yang baik yang bisa diputuskan bersama nanti,” kata Andi.