Dominasi Puan, Kejutan Pinka, dan Faktor ”Trah Soekarno”
Puan Maharani dan putrinya berpotensi lolos ke Senayan dalam Pemilu 2024. Faktor ”trah Soekarno” dinilai menjadi kunci.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SOLO, KOMPAS - Perolehan suara Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani terlihat cukup dominan di daerah pemilihannya, Solo Raya, Jawa Tengah. Kesuksesan Puan berpotensi diikuti putrinya, yakni Diah Pikatan O Putri Haprani, atau Pinka Haprani, yang bertarung di daerah pemilihan sebelahnya. Faktor ”trah Soekarno” dinilai menjadi faktor kuatnya dukungan bagi kedua sosok itu.
Berdasarkan data hitung cepat sementara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Rabu (28/2/2024), Puan mampu memperoleh 187.695 suara. Raihan itu mendudukkannya sebagai calon anggota legislatif (caleg) dengan perolehan suara tertinggi di daerah pemilihan (dapil) V Jawa Tengah yang meliputi Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta. Itu merupakan kabupaten-kabupaten yang sebelumnya berada dalam wilayah eks Karesidenan Surakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jika dibandingkan dengan caleg-caleg lain di daerah itu, perolehan suara Puan unggul jauh. Bahkan, caleg yang meraih suara terbanyak kedua, Adik Sasongko dari Partai Gerindra, hanya mampu mengumpulkan 95.315 suara. Selisih yang tercipta antara Adik dan Puan di atas 90.000 suara.
Selisihnya lebih timpang lagi jika dibandingkan perolehan suara rekan-rekan satu partai yang berada di dapil yang sama dengan Puan. Di dapil tersebut, suara terbanyak kedua diperoleh Aria Bima, yakni 73.908 suara. Jumlahnya tidak mencapai separuh dari semua suara yang berhasil didapatkan Puan.
Capaian yang begitu dominan membuat peluang Puan melenggang ke Senayan terbuka lebar. Perolehan suaranya juga rasa-rasanya sulit terkejar oleh caleg-caleg lain mengingat data yang masuk ke KPU sudah sekitar 80 persen.
Menariknya, kesuksesan berpeluang didulang pula oleh putri Puan, Pinka, yang bertarung di dapil IV. Medan pertarungan Pinka meliputi Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo. Nama besar sang ibu membuat Pinka cukup disoroti banyak pihak.
Sorotan publik dibuktikan Pinka lewat perolehan suaranya yang mencapai 64.073 suara menurut hitung cepat sementara KPU hingga Rabu Sore. Hasil itu memosisikannya sebagai caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua di antara sesama caleg PDI-P di dapil tersebut. Ia hanya kalah dari seniornya yang juga petahana pada dapil tersebut, Dolfie OFP, yang memperoleh 88.505 suara.
Pinka enggan berbesar kepala dengan perolehan suaranya. Ia lebih memilih menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU. Di satu sisi, rekapitulasi juga masih berlangsung. Namun, cucu dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri itu yakin bisa merebut satu kursi di DPR.
”Insya Allah yakin. Modal yakin dulu sekarang. Kan, sudah lewat semuanya,” kata Pinka di sela-sela kehadirannya dalam peringatan kenaikan takhta Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara X di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Senin (19/2/2024).
Demi meraih suara, Pinka menekankan pentingnya bertemu langsung dengan masyarakat calon pemilihnya. Menurut dia, perjumpaan dengan warga meningkatkan peluang keterpilihan. Apalagi selaku calon wakil rakyat, dirinya bisa menyerap sebanyak-banyaknya aspirasi dari warga.
”Kalau kita semakin banyak bertemu masyarakat, more likely for them to vote for you. Sama mendengar banyak aspirasi. Banyak mendengarkanlah,” kata Pinka saat ditanyai soal strateginya.
Unggul atas kader senior
Keberhasilan Pinka mengungguli tiga petahana dari PDI-P di dapil itu menambah kejutan lain dalam gelaran kali ini. Ketiga petahana itu ialah senior Pinka di partai tersebut, yaitu Bambang Wuryanto atau Bambang ”Pacul”, Agustina Wilujeng Pramesti, dan Paryono.
Merujuk total perolehan suara sementara, PDI-P diprediksi hanya bisa mendapatkan tiga kursi dalam pileg kali ini. Praktis, tinggal Pacul yang paling berpeluang lolos mengambil kursi ketiga milik PDI-P. Pasalnya, ia menjadi caleg yang meraup suara terbanyak ketiga dari partai bergambar banteng itu dengan jumlah 59.764 suara.
Memang, Paryono bisa meraup dukungan 58.178 suara. Selisihnya hanya 1.616 suara dari perolehan suara Pacul. Persoalannya, jumlah kursi yang didapatkan PDI-P berkurang satu dibandingkan Pemilu 2019 lalu. Mau tidak mau, Wakil Bupati Karanganyar periode 2008-2013 itu harus merelakan kursinya terenggut Pinka.
PDI-P masih mempertahankan citranya sebagai representasi aspirasi masyarakat abangan, masyarakat biasa, dan rakyat jelata.
Agustina sedikit banyak bakal bernasib sama seperti Paryono. Bendahara Umum DPD PDI-P Jateng itu hanya bisa meraih 37.455 suara di dapilnya. Perolehan itu berselisih cukup jauh dengan Pinka. Rentangnya hampir separuh.
Dihubungi terpisah, Abdul Hakim, pakar psikologi politik dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, menganggap wajar keunggulan suara Puan dan Pinka dibandingkan caleg-caleg lain di wilayah Solo Raya. Kondisi itu dipengaruhi garis keturunan sepasang ibu dan anak tersebut yang menjadi bagian dari keluarga besar Presiden ke-1 Soekarno, atau juga disebut trah Soekarno.
”Kuncinya adalah trah Soekarno. Pengaruh ajaran dan sosok Soekarno begitu melekat bagi masyarakat Solo dan sekitarnya. Oleh karenanya, anak-anak dan keluarga Soekarno akan mendapatkan dukungan besar,” kata Hakim.
Bukti kuatnya faktor trah Soekarno boleh ditilik dari perjalanan Puan menjadi anggota DPR sejak mencalonkan diri pertama kali pada Pemilu 2009. Dalam percobaan pertamanya itu, ia berhasil mengumpulkan 242.504 suara.
Perolehan suaranya meningkat menjadi 326.927 suara pada Pemilu 2014. Cucu sang proklamator itu pun sekaligus menjadi wakil rakyat yang memperoleh suara terbanyak kedua dalam dua gelaran itu.
Puncaknya dirasakan Puan pada Pemilu 2019. Ia mendapatkan dukungan sebanyak 404.034 suara. Capaian itu membuatnya menjadi anggota DPR dengan raihan suara terbanyak dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Menurut Hakim, kedekatan antara wong Solo dan trah Soekarno didasari karakteristik ideologis warga yang cenderung nasionalis dan sosialis. Terlebih lagi, dalam sejarah politiknya, pernah ada perselisihan antara rakyat dan bangsawan keraton. Oleh karena itu, pilihan mereka ditambatkan pada PDI-P, yang memiliki citra sebagai partai orang kecil alias wong cilik.
”Memang harus diakui seperti itu. PDI-P masih mempertahankan citranya sebagai representasi aspirasi masyarakat abangan, masyarakat biasa, dan rakyat jelata,” katanya.