Prabowo Terima Pangkat Jenderal Kehormatan, Komisi I DPR: Bukan untuk Purnawirawan
Menurut anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, pemberian pangkat kehormatan hanya untuk prajurit aktif.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menegaskan bahwa pangkat jenderal kehormatan atau jenderal TNI (Hor) seharusnya diberikan kepada prajurit aktif dan memiliki keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya, bukan untuk pensiunan TNI atau purnawirawan.
Ini menyusul bakal diberikannya pangkat jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (28/2/2024).
TB Hasanuddin saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/2) malam, mengatakan, dalam militer saat ini sudah tidak ada lagi istilah pangkat kehormatan untuk purnawirawan. Hal itu berlaku sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
”Dalam UU TNI tidak ada kenaikan pangkat dari purnawirawan ke purnawirawan. Terlebih sejak berlakunya UU TNI, hal itu sudah tidak ada lagi seperti di era Orde Baru,” ujar Hasanuddin.
Presiden Joko Widodo diagendakan akan menyematkan pangkat jenderal kehormatan atau jenderal TNI (Hor) kepada Prabowo dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Pangkat terakhir Prabowo di militer adalah letnan jenderal, bintang tiga.
Karier militer Prabowo di TNI resmi berakhir pada 24 Agustus 1998 lewat pengumuman langsung oleh Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata RI (sekarang TNI). Alasannya, pertimbangan dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bahwa Prabowo terkait penculikan aktivis pro-demokrasi pada masa reformasi.
Hasanuddin melanjutkan, aturan pangkat di lingkungan TNI telah diatur dalam Pasal 27 UU TNI. Di Ayat 1, misalnya, disebutkan, setiap prajurit diberi pangkat sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab hierarki keprajuritan. Kemudian di Ayat 2 Huruf a, pangkat menurut sifatnya dibedakan meliputi pangkat efektif yang diberikan kepada prajurit selama menjalani dinas keprajuritan dan membawa akibat administrasi penuh.
Di Ayat 2 Huruf b, pangkat lokal diberikan untuk sementara kepada prajurit yang menjalankan tugas dan jabatan khusus yang sifatnya sementara, serta memerlukan pangkat yang lebih tinggi dari pangkat yang disandangnya, guna keabsahan pelaksanaan tugas jabatan tersebut dan tidak membawa akibat administrasi.
Kemudian, di Ayat 2 Huruf c, pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI. Pangkat ini berlaku selama masih memangku jabatan keprajuritan tersebut, serta membawa akibat administrasi terbatas.
Pemberian penghargaan bagi prajurit TNI, lanjut Hasanuddin, juga telah diatur dalam UU No 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Penghargaan diberikan untuk menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi.
Kemudian, mengacu pada Pasal 33 Ayat 3 UU No 20/2009, penghormatan dan penghargaan diberikan untuk penerima tanda jasa dan tanda kehormatan yang masih hidup. Itu dapat berupa pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa; pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Menurut Hasanuddin, hal yang perlu digarisbawahi pada Pasal 33 Ayat 3 Huruf a ialah ”pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa” tersebut diberikan kepada prajurit aktif atau belum pensiun. Berdasarkan aturan dan undang-undang pun ditegaskan, ”pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa” itu diberikan kepada prajurit TNI yang berprestasi dalam tugas atau berjasa. ”Misalnya dari kolonel naik menjadi brigjen atau dari letjen menjadi jenderal lantaran memiliki keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya. Bukan untuk purnawirawan atau pensiunan TNI,” ucap Hasanuddin.