Meski Harga Beras Sulit Turun, Presiden Tetap Gencarkan Operasi Pasar
Kendati terus impor beras, harga dinilai sulit turun. Namun, pemerintah tetap gelontorkan beras guna stabilitas.
Oleh
NINA SUSILO, MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melonjaknya harga beras dan komoditas lain, antara lain, terjadi akibat perubahan iklim dan El Nino. Kendati ada beras impor, Presiden Joko Widodo menilai harga akan sulit diturunkan, apalagi bulan Ramadhan menjelang. Pemerintah pun menggencarkan operasi pasar serta mendorong kepolisian mengaktifkan Satuan Tugas yang mencegah penimbunan beras.
Presiden Joko Widodo mengingatkan jajarannya di Kabinet Indonesia Maju untuk memastikan persediaan pangan dan stabilitas harga pangan, terutama bahan pangan pokok. ”Dan juga percepatan pembagian seluruh paket perlindungan sosial dan jaminan sosial,” tuturnya dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna, Senin (26/2/2024) di Istana Negara, Jakarta.
Sejauh ini, harga beras di pasaran melompat jauh. Beras medium kualitas rendah kini dijual di kisaran Rp 12.000-Rp 15.000 per liter. Beras medium seperti setra ramos dijual dengan harga Rp 93.000-Rp 103.000 per 5 kilogram. Komoditas lain pun menyusul naik, seperti telur yang kini melompat ke harga Rp 31.000-Rp 32.000 per kilogram dan cabai merah yang mulai melonjak ke Rp 85.000-Rp 92.000 per kilogram.
Dan juga percepatan pembagian seluruh paket perlindungan sosial dan jaminan sosial.
Impor beras dipercepat
Impor beras akan dipercepat. Apabila sebelum ini ada kuota impor 2 juta ton dan baru direalisasikan 500.000 ton, realisasi impor 1,5 juta ton sisanya akan dipercepat. Selain itu, pemerintah akan menambah 1,6 juta ton beras impor lagi.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, seusai sidang kabinet, menjelaskan, impor beras akan dipercepat. Apabila sebelum ini ada kuota impor 2 juta ton dan baru direalisasikan 500.000 ton, realisasi impor 1,5 juta ton sisanya akan dipercepat. Selain itu, pemerintah akan menambah 1,6 juta ton beras impor lagi.
”Pak Presiden mintanya harus ada stok di Bulog 1,2 juta ton minimal, beliau malah penginnya ada 3 juta ton sehingga ketika produksi dalam negeri belum (ada), pemerintah tetap (memiliki persediaan),” ujarnya.
Suharso menambahkan, untuk impor beras, Indonesia harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp 25 triliun per tahun. Masalahnya, impor beras pun terlambat akibat semua negara penghasil, terutama eksportir beras terbesar, India, menahan beras mereka akibat perubahan iklim.
Pak Presiden mintanya harus ada stok di Bulog 1,2 juta ton minimal, beliau malah penginnya ada 3 juta ton sehingga ketika produksi dalam negeri belum (ada) pemerintah tetap (memiliki persediaan).
Namun, lanjutnya, impor beras tetap perlu segera dilakukan. ”Karena impor (beras) pun, menurut Bapak Presiden tadi, harga sudah sulit diturunkan,” tutur Suharso kepada wartawan.
Selain keterlambatan impor, produksi padi juga terganggu perubahan iklim dan keterlambatan penyediaan pupuk. Karena itu, kata Suharso, Presiden Jokowi meminta pupuk segera didistribusikan. Untuk itu, disediakan anggaran Rp 14 triliun-Rp 15 triliun untuk masa tanam ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, akibat El Nino, produksi beras Januari, Februari, dan Maret lebih rendah 1 juta dibandingkan kuartal pertama tahun lalu. Karena itu, Airlangga membenarkan adanya tambahan subsidi pupuk senilai Rp 14 triliun untuk meningkatkan produksi di masa panen Juli, Agustus, dan September.
Petani tidak usah risau. Presiden memenuhi kebutuhan petani seperti 2015, 2016, 2017, dan 2018.
Dengan subsidi itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pupuk yang disiapkan akan meningkat dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton sepanjang 2024. Pupuk subsidi ini bisa diakses menggunakan kartu tani atau KTP. ”Petani tidak usah risau. Presiden memenuhi kebutuhan petani, seperti 2015, 2016, 2017, 2018,” tuturnya.
Amran mengklaim, Maret ini produksi akan aman. Sebab, dalam perhitungan BPS, produksi beras akan mencapai 3,5 juta ton, melebihi kebutuhan yang berkisar 2,5 juta-3 juta ton per bulan.
Untuk menurunkan harga beras, menurut Arief, selain mempercepat impor, penyaluran beras Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) akan ditambah dari 180.000 ton menjadi 250.000 ton per bulan.
Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi menambahkan, operasi pasar akan dipercepat. ”Berapa pun yang diminta (daerah), kita kasih. Sesuai permintaan,” ujarnya.
Beras SPHP ini dinilai akan mengatasi harga tinggi beras untuk masyarakat kelas menengah yang tidak tercakup bantuan pangan. Adapun 22 juta keluarga dengan ekonomi terlemah diberikan bantuan pangan cadangan beras pemerintah sebanyak 10 kilogram beras setiap bulan sampai Juni.
Airlangga pun mengatakan, harga beras tetap ditarget turun saat puasa. Selain bansos yang sudah ada, disiapkan pula Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa dicairkan untuk mengatasi gejolak. ”Diharap Maret ini bisa dicairkan,” ujarnya.
Diharap Maret ini bisa dicairkan.
Adapun terkait harga cabai, minyak goreng, dan ayam, Badan Pangan Nasional akan memfasilitasi distribusi pangan. Daerah yang mengalami defisit komoditas perlu bekerja sama dengan daerah yang mengalami surplus komoditas tersebut.
Untuk ayam, ketika harga jatuh di daerah tertentu, pemerintah akan menyerap melalui BUMN IdFood dan membekukannya. Ayam beku ini bisa dimanfaatkan untuk mengatasi tengkes dan didistribusikan kepada 1,4 juta keluarga dengan risiko stunting yang didata Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Program ini diakui terlambat dari rencana awal tahun. Sebab, proses administrasi terkait regulasi dan pendanaan dari Himbara perlu disiapkan. Adapun anggaran yang disiapkan untuk ini Rp 380 miliar untuk tiga bulan.
Kementerian Pertanian, menurut Amran, selain mendorong produktivitas sawah yang ada melalui penambahan pupuk subsidi dan pompanisasi air sungai seperti dari Sungai Bengawan Solo ke sawah di Jawa Timur, lahan rawa akan dioptimalisasi. ”Lahan rawa yang indeks pertanaman 1 menjadi 2 atau 3 kalinya,” tuturnya.Untuk mengoptimalisasi lahan rawa, air akan dikelola dengan membuat tanggul besar. Saat ini, kata Amran, diprioritaskan lahan rawa di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dengan target minimal 250.000 hektare.