Permohonan Ditolak, MAKI Akan Kembali Ajukan Praperadilan terhadap KPK
Boyamin menilai hakim hanya menimbang unsur normatif dalam putusan praperadilan terkait Harun Masiku.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan tidak sahnya penghentian penyidikan terhadap Harun Masiku dalam perkara korupsi pergantian antarwaktu DPR periode 2019-2024 terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesaat setelah putusan, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia atau MAKI Boyamin Saiman menyatakan akan kembali mengajukan permohonan praperadilan terhadap perkara yang sama dua minggu lagi.
Putusan terhadap permohonan praperadilan tidak sahnya penghentian penyidikan terhadap Harun Masiku dalam perkara korupsi pergantian antarwaktu DPR periode 2019-2024 dibacakan hakim tunggal Abu Hanifah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024). Pihak kuasa hukum pemohon maupun termohon hadir di ruang sidang.
Pada putusannya, hakim memutuskan menolak seluruh permohonan pihak pemohon. ”Permohonan pemohon tidak bisa diterima seluruhnya. Karena ditolak, pemohon diwajibkan membayar biaya perkara,” kata Abu Hanifah.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan, tidak ada satu bukti yang menyebutkan bahwa proses penyidikan dihentikan berupa surat perintah penghentian penyidikan meskipun hal itu tidak diatur secara tegas. Sebaliknya, pihak termohon justru menunjukkan surat penyidikan baru yang diterbitkan pada 2023 lalu.
Permohonan pemohon tidak bisa diterima seluruhnya. Karena ditolak, pemohon diwajibkan membayar biaya perkara.
Ranah etik
Demikian pula terkait ketidakprofesionalan termohon hakim menilai, hal itu merupakan ranah etik dan bukan merupakan ranah praperadilan. ”Tidak ada satu bukti yang menyatakan pemberitahuan penghentian penyidikan,” ujar hakim.
Tidak ada satu bukti yang menyatakan pemberitahuan penghentian penyidikan.
Seusai sidang, Boyamin selaku pemohon menyayangkan hakim mempersoalkan bukti berupa surat. Padahal, kata Boyamin, kasus tersebut terkatung-katung selama empat tahun tanpa kejelasan, entah ditangkap atau dilanjutkan.
”Jadi, sebenarnya saya berharap hakim untuk masuk ke materi perkara berupa hal-hal penghentian perkara secara diam-diam,” kata Boyamin.
Jadi, sebenarnya saya berharap hakim untuk masuk ke materi perkara berupa hal-hal penghentian perkara secara diam-diam.
Atas putusan hakim tersebut, Boyamin menyatakan akan mengajukan permohonan praperadilan lagi untuk permohonan yang sama dalam waktu dua minggu ke depan. Menurut Boyamin, yang membedakan antara permohonan kali ini dan yang akan datang adalah dimasukkannya dalil penghentian penyidikan pada kasus tindak pidana korupsi Bank Century sebagai lampiran permohonan.
Pada permohonan praperadilan kala itu, menurut Boyamin, pihaknya memenangkan praperadilan yang diajukan. Pada permohonan praperadilan berikutnya, Boyamin berharap mendapatkan hakim yang tidak sekadar mementingkan formalistis dan materialistis, tetapi hakim yang mau berani keluar dari hal yang sifatnya normatif.
Di sisi lain, kedaluwarsa perkara ini akan habis dalam waktu 12 tahun lagi. Janji pimpinan KPK untuk mengungkap kasus itu ternyata hanya sekadar janji kosong, tetapi tidak ditepati.
”Ini baru pemanasan. Tapi, kami pastikan dalam waktu dua minggu sampai satu bulan ke depan kami akan ajukan permohonan praperadilan kembali. Ini baru pertama kali, tapi kami tidak bosan untuk menggugat terus sampai 100 kali,” ujarnya.