Mayoritas Petugas Penyelenggara Pemilu Meninggal di Jabar Punya Komorbid
Jumlah petugas penyelenggara Pemilu 2024 yang meninggal mencapai 24 orang. Mayoritas korban memiliki komorbid.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebanyak 24 petugas penyelenggara pemilu di Jawa Barat meninggal seusai pemungutan suara Pemilu 2024 dalam sepekan terakhir. Mayoritas memiliki komorbid, seperti jantung dan tekanan darah tinggi.
Kasus terakhir menimpa Eri Fajar Nugraha, Selasa (20/2/2024) pukul 16.30. Eri adalah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) RT 007 RW 006 Kelurahan Jatisari, Kota Bandung.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dengan kasus ini, sebanyak 15 petugas KPPS di Jabar meninggal. Selain itu, tujuh petugas ketertiban tempat pemungutan suara (TPS) dan satu anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa mengembuskan napas terakhir. Tercatat juga satu pengawas di TPS meninggal.
Ketua Divisi Data dan Informasi KPU Jabar Ahmad Nur Hidayat, Rabu (21/2/2024), mengatakan, mayoritas korban memiliki komorbid. Beberapa punya penyakit jantung hingga tekanan darah tinggi.
”Dalam proses perekrutan, masih terdapat penyelenggara pemilu, seperti KPPS, yang memiliki sakit komorbid. Hal ini akan dievaluasi. KPU mengalami kendala minimnya animo warga untuk mendaftar sebagai penyelenggara pemilu,” ungkap Ahmad.
Ia menuturkan, petugas penyelenggara juga bekerja terlalu lama karena molornya waktu jeda istirahat Hal ini disebabkan sejumlah faktor, salah satunya saksi partai politik yang meninggalkan lokasi TPS terlalu lama.
”Ada hal-hal khusus yang memicu petugas penyelenggara bekerja terlalu lama. Padahal, ada TPS yang sudah menuntaskan proses pemungutan suara pada Rabu karena manajemen waktunya lebih baik,” katanya.
Sementara itu, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Jabar Hedi Ardhia mengimbau para petugas tidak memaksakan diri. Sebab, tahapan pemungutan suara di tingkat kecamatan baru akan diumumkan pada tanggal 3 Maret 2024.
”Petugas penyelenggara di tingkat kelurahan dan kecamatan diharapkan tidak terlambat makan dan tidak bekerja tergesa-gesa dalam kondisi tertekan. Diperlukan manajemen waktu dalam tahapan rekapitulasi sehingga tidak terdampak pada kondisi kesehatan,” ucap Hedi.
Temuan Perludem
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berpendapat, ada sejumlah masalah teknis saat pemungutan suara. Hal itu memicu jam kerja berlebihan para penyelenggara pemilu di TPS. Masalah tersebut antara lain surat suara tertukar hingga kekurangan surat suara.
Ia pun mengungkapkan, faktor lain adalah petugas bekerja di bawah tekanan mental dan fisik selama belasan jam. Kondisi ini tidak didukung pola makan sehat dan bergizi. Akibatnya, banyak penyelenggara terkena asam lambung.
”Dari temuan kami, dengan meminta keterangan dari sejumlah KPPS, mereka bertugas 18 jam hingga melewati 24 jam. Kondisi tubuh yang lelah dapat memicu penyakit komorbid yang diderita petugas,” ucap Titi.
Titi menambahkan, proses pemeriksaan kesehatan penyelenggara pemilu sebelum pemungutan suara belum optimal. Hal ini memicu penyelenggara dengan komorbid tetap direkrut untuk bertugas di TPS.
”Dari pantauan kami, mereka hanya menjalani pemeriksaan kesehatan dasar, seperti pemeriksaan tekanan darah. Seharusnya mereka mendapatkan pemeriksaan kesehatan lengkap untuk mencegah kasus kematian,” katanya.