MK Tak Terganggu dengan Gugatan Anwar Usman di PTUN
Kinerja MK dan soliditas hakim konstitusi tak terganggu dengan gugatan Anwar Usman ke PTUN Jakarta.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun status Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo menjadi tidak pasti akibat adanya gugatan dari Hakim Konstitusi Anwar Usman, kinerja lembaga penafsir tunggal konstitusi tersebut tidak terganggu. MK tetap bekerja, bahkan secara maraton, memeriksa dan mengadili perkara pengujian undang-undang mengingat waktu penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU kian dekat.
”Enggak (terganggu). Setiap proses (pembuatan) putusan harus terus berjalan, untuk mengejar jangan sampai keadilan yang mereka tuntut dengan pengujian undang-undang itu terhenti dalam waktu yang cukup lama. Kami harus maraton terus bersidang agar proses memeriksa (perkara pengujian undang-undang) ini harus dilakukan,” ujar Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih, Senin (19/2/2024).
Seperti diketahui, posisi Suhartoyo sebagai Ketua MK saat ini tengah dipersoalkan oleh pendahulunya, Anwar Usman. Anwar menggugat Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Suhartoyo Masa Jabatan 2003-2008 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Setelah melalui lima kali sidang pemeriksaan persiapan/dismisal, gugatan MK memasuki tahap selanjutnya, yaitu pembacaan gugatan dan jawaban atas gugatan.
Proses tersebut berbarengan dengan pemeriksaan perkara pengujian undang-undang di MK yang akan segera dihentikan persidangannya karena harus menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Sesuai perintah undang-undang, MK harus memprioritaskan penanganan PHPU mengingat waktu yang terbatas.
Berdasarkan jadwal tahapan pemilu yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum, penetapan hasil rekapitulasi suara nasional dilakukan antara tanggal 15 Maret hingga 20 Maret 2024. Pengumuman hasil penetapan rekapitulasi suara secara nasional paling lambat 21 Maret. Sementara itu, MK akan membuka pendaftaran perkara PHPU tiga hari (untuk pilpres) dan 3 x 24 jam sejak pengumuman hasil rekapitulasi suara secara nasional.
Kami harus maraton terus bersidang agar proses memeriksa (perkara pengujian undang-undang) ini harus dilakukan.
”Ketika nanti ada pengajuan terkait proses pemilu presiden dan pemilu legislatif itu, kami sudah menghentikan sementara waktu (persidangan pengujian undang-undang). Jangan sampai waktu ini jadi panjang gara-gara kami harus memikirkan hal-hal di luar itu. Kami tetap konsentrasi dan fokus,” kata Enny.
Beberapa hari lalu, beredar kabar mengenai putusan sela PTUN Jakarta yang mengabulkan permohonan provisi dari Anwar Usman untuk menunda surat ketetapan MK mengenai pengangkatan Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai Ketua MK menggantikan Anwar Usman yang dicopot dari jabatannya sebagai ketua oleh Majelis Kehormatan MK ad hoc. Namun, kabar tersebut ternyata tidak benar.
Ketika nanti ada pengajuan terkait proses pemilu presiden dan pemilu legislatif itu, kami sudah menghentikan sementara waktu (persidangan pengujian undang-undang).
”Kalau kemarin yang beredar di masyarakat itu, kan, hoaks. Artinya, sengaja dipanas-panasin kurang lebih. Itu (yang beredar) adalah bagian dari petitum, kemudian diangkat seolah-olah ada putusan,” tambah Enny.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, MK berharap proses persidangan dilaksanakan secara independen dan profesional. MK dalam posisi menghormati seluruh proses yang sedang berjalan.
Sidang gugatan Anwar Usman akan kembali digelar pada 21 Februari 2024. Adapun agendanya adalah pemberian jawaban gugatan dari MK. Sidang dilakukan secara e-court.
Melaksanakan putusan MKMK
Ketua Umum Perhimpunan Pengacara Konstitusi Viktor Santoso Tandiasa mengungkapkan, gugatan yang diajukan Anwar bukan menjadi kewenangan PTUN untuk memeriksa dan memutusnya. Sebab, perlu dipahami bahwa Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Suhartoyo merupakan keputusan yang diterbitkan untuk melaksanakan putusan MKMK tertanggal 7 November 2023.
Apabila keputusan MK yang diterbitkan untuk melaksanakan putusan MKMK tersebut dapat dikoreksi dan dibatalkan oleh PTUN, hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
”Artinya, keputusan tersebut berbeda dengan keputusan MK tentang pengangkatan Ketua MK yang dilakukan secara periodik,” kata Viktor.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf e UU PTUN yang mengatur bahwa keputusan TUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan tidak termasuk dalam pengertian keputusan TUN yang dapat digugat ke PTUN.
Bagi Viktor, putusan MKMK memiliki sifat yang sama dengan produk badan peradilan seperti dimaksud dalam Pasal 2 huruf e UU PTUN. Sebab, putusan tersebut mengandung sanksi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan seperti halnya putusan pidana ataupun perdata.
”Apabila keputusan MK yang diterbitkan untuk melaksanakan putusan MKMK tersebut dapat dikoreksi dan dibatalkan oleh PTUN, hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena tentunya sebelum PTUN menyatakan keputusan MK tersebut tidak sah dan dinyatakan batal, maka terlebih dahulu PTUN harus menilai dan mengoreksi substansi putusan MKMK. Hal tersebut sudah keluar dari kompetensi absolut PTUN,” ujarnya.