Dari Malam Tirakatan, Menghimpun Kekuatan dan Menyelamatkan Demokrasi
Tirakatan sangat jarang dilakukan oleh masyarakat sipil dan hanya dilakukan pada momen genting seperti kondisi sekarang.
Dari atas panggung bernuansa hitam, dengan mengambil tempat di halaman Gedung Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, Senin (12/2/2024) malam, para aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat dengan beragam latar belakang menyuarakan suara.
Suara itu berisi keprihatinan dan kekecewaan mereka atas tindakan Presiden Joko Widodo yang dianggap telah merusak secara sistematis sendi-sendi demokrasi Indonesia. Jokowi dianggap telah memanipulasi lembaga negara dan sumber daya pemerintahan, serta bersekongkol dengan oligarki demi kepentingan politik keluarganya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Acara bertajuk ”Malam Tirakatan untuk Kejujuran dan Keadilan” juga diikuti banyak warga, baik anak muda maupun orang tua. Kebanyakan dari penonton berpakaian gelap atau hitam. Acara tersebut diawali dengan pertunjukan musik dari Paduan Suara GITAKU serta penampilan koreografi oleh Nudiandra Sarasvati & Nusa Wicastya.
Menurut sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Neng Dara Affiah, malam tirakatan ini bertujuan untuk menghimpun energi dan kekuatan serta suara dalam melakukan penyelamatan demokrasi. Namun, tirakatan ini sangat jarang dilakukan oleh masyarakat sipil dan hanya dilakukan pada momen genting seperti kondisi sekarang ini.
”Mungkin kita harus melakukan dalam lima tahun sekali tirakatan seperti ini. Jadi, masyarakat sipil bisa menghimpun kekuatan dan saling mendukung segala tindakannya,” ucap Neng Dara.
Baca juga: Jangan Merusak Demokrasi
Secara bergantian, para akademisi dan aktivis menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi demokrasi pada malam tirakatan itu. Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, dalam keprihatinannya, menyampaikan, ada penyimpangan kehidupan demi kepentingan personal dan kekuasaan yang telah dilakukan Jokowi.
Mungkin kita harus melakukan dalam lima tahun sekali tirakatan seperti ini. Jadi, masyarakat sipil bisa menghimpun kekuatan dan saling mendukung segala tindakannya.
Hal itu, antara lain, berupa pemanfaatan Mahkamah Konstitusi untuk mengubah aturan syarat pendaftaran capres-cawapres, penggunaan fasilitas negara dan aparat untuk kepentingan politik partisan elektoral, dan ketidaktegasan pemimpin negeri dalam memperlihatkan netralitas dalam Pemilu 2024. Ini merupakan ancaman nyata terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia.
”Hal ini juga menunjukkan ketiadaan teladan etis republik yang seharusnya dicontohkan oleh pemimpin,” ujar Airlangga.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Yanuar Nugroho, meminta masyarakat untuk melawan segala bentuk tindakan merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun di Indonesia yang dilakukan oleh para penguasa. Saat ini, ruang gagasan di masyarakat semakin kecil dimunculkan dalam membangun sebuah bangsa.
Capaian negara dalam demokrasi tidak boleh mundur. Sebab, tidak ada negara yang maju tanpa diikuti penguatan demokrasi dan partisipasi masyarakat. ”Agenda terpenting di masyarakat sipil adalah konsolidasi. Kita sudah jarang ngomong gagasan,” kata Yanuar.
Yanuar mengajak masyarakat berani menjaga dan memastikan pemilu ini berjalan dengan benar. Masyarakat harus bijak memilih siapa calon pemimpin agar tidak lebih buruk dari kondisi saat ini.
Baca juga: Pojok Pemilih
Tertipu janji manis
Aktivis 1998, Petrus Hariyanto, mengatakan, pada Pemilu 2014, ada harapan saat Jokowi terpilih menjadi presiden dalam menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Namun, sampai saat ini, ia dan beberapa korban serta keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa 1998 tertipu kata-kata manis Jokowi yang telah berjanji ingin menuntaskan persoalan HAM di Indonesia.
Bahkan, Jokowi justru mendukung Prabowo Subianto. Jokowi juga ingin melanjutkan kekuasaannya melalui keluarganya, yakni anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
Baca juga: Seruan Berani Bersuara untuk Melawan Politik Dinasti
”Yang lebih membuat kami geram, dia mendukung Prabowo Subianto yang oleh keputusan Dewan Kehormatan Perwira tegas menyatakan pelaku penculikan aktivis. Jokowi telah mendukung pelanggar HAM,” kata Petrus.
Pengamat politik Exposit Strategic, Arif Susanto, mengatakan, permasalahan ini bermula dari tindakan Jokowi yang telah melakukan manipulasi terhadap lembaga negara dan sumber daya pemerintahan, serta bersekongkol dengan oligarki demi kepentingan politik keluarganya. Hal ini akibat dari kekuasaan yang sangat kuat sehingga kekuasaan itu menghantam balik demokrasi.
Sebelumnya, di Jakarta, pada 2 Februari 2024, menanggapi gelombang kritik terhadap pemerintahannya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa merupakan hak demokrasi dan hak setiap orang untuk berbicara dan berpendapat. ”Ya, itu hak demokrasi, setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan,” kata Presiden Joko Widodo.