Pemungutan Suara Makin Dekat, Antisipasi Berbagai Potensi Masalah
Sejumlah elemen masyarakat sipil di bidang demokrasi dan pemilu memberikan catatan dalam tahapan Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kendala teknis, masalah dalam Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap, dan potensi kecurangan selama pemungutan serta penghitungan suara dalam Pemilu 2024 perlu diwaspadai. Hal ini untuk memastikan pemilu berjalan dengan lancar, damai, jujur, dan adil.
Setelah melewati masa kampanye selama 75 hari, mulai Minggu (11/2/2024) hingga Selasa (13/2/2024), Pemilu 2024 sudah memasuki masa tenang. Setelah itu, pemungutan suara akan berlangsung pada Rabu (14/2/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, apa yang terjadi di tempat pemungutan suara (TPS) menggambarkan proses panjang tahapan pemilu. ”Saya sangat khawatir karena dari prosesnya banyak masalah,” katanya dalam diskusi ”Ulasan Temuan Masyarakat Sipil dalam Penyelenggaraan Kampanye”, di Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Potensi masalah selama pemungutan suara terlihat dari penyusunan daftar nama peserta pemilih yang bermasalah. Hal ini menyebabkan potensi hilangnya hak suara. Ia mencontohkan, di Malaysia terdapat ratusan ribu pekerja migran Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ada juga surat suara kembali sebelum dicoblos. ”Artinya akurasi data bermasalah,” ujarnya.
Selain itu, ada potensi masalah terkait pengadaan alat pengganda dokumen. Alat ini dibutuhkan untuk membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara. Ketersediaan alat elektronik, listrik, dan internet juga menjadi tanda tanya besar.
Dalam pemaparannya, ia juga menyebutkan potensi masalah dalam Sirekap untuk penghitungan suara pada Pemilu 2024. Aplikasi baru yang dibuat tersebut akan menggantikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang digunakan pada beberapa pemilu sebelumnya.
Sirekap bekerja dengan membaca foto hasil penghitungan suara yang tercatat di formulir C1 plano. Namun, data yang bisa dilihat publik di situs dan aplikasi itu bukan lagi data berupa foto mentah formulir seperti ditampilkan di Situng. ”Hasil rekapitulasi harusnya disampaikan apa adanya. Kalau terjadi apa-apa, ini akan mempengaruhi hasil. Permasalahan Sirekap akan berdampak fatal, yaitu membuka potensi kecurangan pemilu,” katanya.
Baca juga: Pojok Pemilih
Kendati begitu, anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (10/2/2024), mengatakan, KPU akan membuka data Sirekap di laman Infopemilu.kpu.go.id. Informasi yang dibuka ke publik, yakni foto formulir C.Hasil yang diunggah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS. Selain itu, informasi juga memuat data hasil pembacaan atas formulir C.Hasil yang diunggah dalam bentuk diagram (Kompas.id, 10/2/2024).
Banyak masalah
Menurut Kaka, potensi masalah dalam pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2024 sudah terlihat sejak jauh-jauh hari karena banyaknya masalah yang muncul, mulai dari pendaftaran capres-cawapres, penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik, serta pelanggaran kampanye dan dana kampanye.
Pendaftaran peserta pemilu juga bermasalah karena kendala dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Tahapan kampanye juga dinilai punya banyak masalah, mulai dari pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, hingga pemasangan dan penurunan alat peraga yang dilakukan melanggar aturan. Selain itu, dalam masa tenang juga terdapat potensi masalah politik uang.
Dengan banyaknya masalah dalam tahapan Pemilu 2024, Kaka meminta agar masyarakat senantiasa waspada dan berani melaporkan masalah yang muncul selama pemungutan dan penghitungan suara. ”Perlu ada mitigasi terhadap sejumlah persoalan, seperti politik uang dan kecurangan pemilu,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Kahfi Adlan Hafiz, mengatakan, terdapat indikasi keberpihakan terhadap pasangan calon nomor 2 dalam Pemilu 2024 karena putra sulung Presiden Joko Widodo, yaitu Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden. Keberpihakan terlihat dari pernyataan Jokowi yang mengatakan presiden boleh mengikuti kampanye.
”Integritas pemilu semakin dipertanyakan karena ada rekam jejak pelanggaran etik di tubuh penyelenggara pemilu,” tuturnya.
Menurut dia, beberapa anggota KPU sudah mendapat sanksi administrasi hingga peringatan keras terakhir. Beberapa problem yang terlihat, kata dia, soal verifikasi faktual parpol di mana manipulasi data memberikan kesempatan bagi partai yang tidak lolos karena tidak memenuhi syarat menjadi partai peserta Pemilu 2024.
Selain itu, kata dia, juga ada problem keterbukaan, seperti tidak semua informasi dibuka ke publik, bahkan juga kepada Badan Pengawas Pemilu. Ini misalnya pada kasus Sistem Informasi Pencalonan Partai Politik serta Sistem Informasi Dana Kampanye. Dalam hal keterwakilan perempuan minimal 30 persen, kendati sudah ada putusan Mahkamah Agung, KPU tidak berubah.
”KPU mengabaikan. Kita lihat banyak partai di banyak daerah pemilihan tidak memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan tanpa sanksi apa pun,” katanya.