Panwaslih Aceh Antisipasi Politik Uang dan Keterlibatan Aparatur Desa
Di Bireuen, kepala desa dan dua calon legislator ditetapkan sebagai tersangka karena memakai bansos untuk berpolitik.
BANDA ACEH, KOMPAS — Potensi pelanggaran, seperti politik uang dan keberpihakan aparatur desa di Aceh, berpotensi meningkat pada Pemilu 2024. Pengawasan diperkuat melalui patroli desa dan sosialisasi bagi warga untuk melapor jika terjadi pelanggaran.
Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Provinsi Aceh Agus Syahputra seusai apel siaga Pemilihan Umum 2024, Minggu (11/2/2024), mengatakan, potensi praktik politik uang dan aparatur desa tidak netral meningkat menjelang hari pemilihan. ”Dari aduan yang kami terima, ada kenaikan keterlibatan aparatur desa,” kata Agus.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Keterlibatan aparatur desa berupa mengajak atau memobilisasi untuk memenangkan calon tertentu. Agus mengingatkan agar aparatur desa netral dan menghormati pilihan setiap warga.
Baca juga: Aparatur Negara di Jabar yang Terlibat Pelanggaran Netralitas Kian Meningkat
Kasus dugaan ketidaknetralan aparatur desa ditemukan di Kabupaten Bireuen. Salah seorang kepala desa dan dua calon anggota legislatif ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diketahui berpolitik uang dengan cara menyalahgunakan bantuan sosial (bansos) dari kementerian untuk kepentingan politik.
Agus mengatakan, politik uang atau materi untuk membeli suara pemilih juga rentan terjadi. Politik uang termasuk pelanggaran berat dalam pemilu. Yang melanggar dapat dijatuhi sanksi penjara. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pelaku politik uang diancam pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Untuk mengantisipasi politik uang atau sering disebut sebagai serangan fajar, tim pengawas pemilu melakukan operasi ke desa-desa. Selain untuk menutup ruang bagi pelaku politik uang, kehadiran petugas di tengah-tengah warga juga untuk sosialisasi kepada publik melawan kecurangan.
Kami juga mengawasi akun media sosial para calon agar tidak melakukan kampanye di media digital.
Agus mengatakan, pengawasan pada masa pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) juga menjadi fokus mereka. Ada potensi pelanggaran berupa penggunaan surat suara lebih, surat suara rusak, dan ada pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali.
Baca juga: Pelanggaran Etik Berulang, Menggerus Kepercayaan Publik
Agus menuturkan, pada masa tenang 11-13 Februari 2024, partai politik dan peserta pemilu dilarang melakukan aktivitas kampanye dan semua alat peraga kampanye harus diturunkan. ”Kami juga mengawasi akun media sosial para calon agar tidak melakukan kampanye di media digital,” kata Agus.
Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Provinsi Aceh Agus Syahputra
Sementara itu, Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) Aceh Saiful mengatakan, persiapan menjelang pemilu di provinsi paling barat Nusantara itu berjalan sesuai dengan rencana. Jajaran pelaksana pemilu di tingkat provinsi hingga tingkat desa bersiap menghadapi hari pemungutan suara.
”Mulai besok logistik pemilu ke daerah terpencil akan kami distribusikan. Sejauh ini tidak ada kendala,” kata Saiful.
Sebanyak 3.742.037 pemilih di Aceh akan memberikan suara pada 14 Februari 2024. Adapun jumlah TPS di Aceh sebanyak 16.052. Pemilu di Aceh sedikit berbeda dengan provinsi lain karena adanya keikutsertaan partai politik lokal.
Saiful mengatakan, pada Pemilu 2024, target partisipasi pemilih minimal 85 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar. Adapun pada Pemilu 2019, jumlah partisipasi pemilih di Aceh sebesar 82 persen.
Baca juga: Pemilu 2024 Menjadi Ujian Netralitas ASN