logo Kompas.id
Politik & HukumSivitas Akademika Universitas ...
Iklan

Sivitas Akademika Universitas Trisakti Menentang Pelanggaran Etika dalam Pemilu 2024

Maklumat Trisakti Melawan Tirani disampaikan sebagai bentuk penentangan atas pelanggaran etika dalam Pemilu 2024.

Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
· 4 menit baca
Para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumnus lain Universitas Trisakti Jakarta saling bergandengan tangan ketika menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumnus lain Universitas Trisakti Jakarta saling bergandengan tangan ketika menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah dosen, mahasiswa, dan alumni Universitas Trisakti menentang berbagai pelanggaran etika yang terjadi selama Pemilu 2024. Mereka khawatir atas matinya reformasi dan lahirnya tirani baru.

Penentangan tersebut dilakukan melalui aksi Trisakti Bergerak dengan membacakan Maklumat Trisakti Melawan Tirani dan orasi di Tugu 12 Mei Reformasi, Jakarta, Jumat (9/2/2024). Aksi ini diikuti sejumlah dosen Universitas Trisakti, seperti Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Dadan Umar Daihani dan dosen Fakultas Hukum, Irene Mariane. Hadir juga sejumlah alumnus Universitas Trisakti, salah satunya Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Maklumat Trisakti Melawan Tirani dibacakan oleh Presiden Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti Vladima Insan Mardika. ”Kami menentang berbagai pelanggaran etika kehidupan berbangsa yang diperlihatkan oleh penyelenggara negara, terutama oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan Presiden, diikuti oleh jajaran pejabat istana, kementerian, dan lembaga hingga penyelenggara pemilu, yakni KPU (Komisi Pemilihan Umum),” kata Vladima.

Baca juga: Suara Kegelisahan Mahasiswa dan Warga di Mimbar Bebas Surabaya

Mereka juga menolak personifikasi dan personalisasi kewajiban negara atas hak-hak rakyat untuk tujuan partisan elektoral, salah satunya bantuan sosial (bansos). Vladima menegaskan, bansos merupakan hak rakyat, tetapi dimanipulasi sebagai hadiah atau pemberian pribadi Presiden Joko Widodo dan pejabat pendukung pasangan calon (paslon) tertentu.

"Kami menentang berbagai pelanggaran etika kehidupan berbangsa yang diperlihatkan oleh penyelenggara negara, terutama oleh MK dan Presiden, diikuti oleh jajaran pejabat istana, kementerian, dan lembaga hingga penyelenggara pemilu, yakni KPU."

Para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta berkumpul serta menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta berkumpul serta menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Mereka menentang pula pemberantasan korupsi yang bermotif dan bertujuan politik partisan. Jika negara serius, penanganan korupsi tidak berhenti ketika pejabat yang diperiksa justru menjadi juru kampanye paslon tertentu yang didukung penguasa. Hal Ini merusak sendi-sendi hukum dan demokrasi.

”Kami mengutuk segala cara-cara intimidatif ataupun kekerasan negara terhadap ekspresi kritik dan protes mahasiswa, para aktivis dan warga biasa yang bersuara kritis, termasuk pengondisian politik ketakutan terhadap masyarakat luas dalam mengaktualisasikan hak pilihnya pada hari pemungutan suara,” kata Vladima.

"Kami mengutuk segala cara-cara intimidatif ataupun kekerasan negara terhadap ekspresi kritik dan protes mahasiswa, para aktivis dan warga biasa yang bersuara kritis, termasuk pengondisian politik ketakutan terhadap masyarakat luas dalam mengaktualisasikan hak pilihnya pada hari pemungutan suara."

Menurut Vladima, Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama yang tidak adil, bebas, dan demokratis semenjak masa reformasi. Itu terlihat dari banyaknya ketidaknetralan pejabat dan aparat negara, termasuk penyalahgunaan fasilitas dan sumber daya negara lainnya untuk kepentingan partisan paslon tertentu.

Mereka mendukung suara gerakan keprihatinan guru besar beserta sivitas akademika dari berbagai universitas, lembaga, dan sekolah tinggi atas kemunduran demokrasi yang terjadi saat ini serta mendukung seruan untuk kembali ke jalan demokrasi yang benar.

Orasi para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta saat menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Orasi para mahasiswa, sivitas akademika, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta saat menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Grogol, Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Iklan

”Kami mendesak presiden dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali ke jalur Reformasi 1998: menegakkan supremasi hukum dan HAM, memberantas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), mengadili kroni-kroni (mantan Presiden) Soeharto, menjaga otonomi daerah, mencabut dwifungsi ABRI, dan membatasi kekuasaan melalui UUD 1945,” tutup Vladima.

Milik semua orang

Dalam orasinya, Dadan Umar Daihani mengingatkan kembali peristiwa reformasi yang terjadi pada 26 tahun lalu yang membuat empat mahasiswa Universitas Trisakti gugur. Dadan juga ingin melengkapi pembicaraan para guru besar di sejumlah universitas yang mengingatkan bahwa negara ini milik semua orang.

Ia menegaskan, etika merupakan nomor satu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kampus mengajarkan supaya semua sivitas akademika beretika dan beradab. ”Bagaimana mungkin negara ini akan baik membawa kita semua ke arah yang benar kalau cara-cara yang dilakukan untuk memilih pimpinan saja sudah tidak beradab, tidak melakukan keadaban?” kata Dadan.

"Bagaimana mungkin negara ini akan baik membawa kita semua ke arah yang benar kalau cara-cara yang dilakukan untuk memilih pimpinan saja sudah tidak beradab, tidak melakukan keadaban?"

Menurut Dadan, saat ini demokrasi telah dilanggar dan seolah-olah penguasa menjadi pemilik negeri. Ia menegaskan, negeri ini milik semua warga negara Indonesia sehingga semua orang memiliki hak bersuara. Kualitas kekuasaan tidak dilihat dari lama dan besarnya intimidasi, tetapi dari kualitas kebergunaan bagi seluruh bangsa. Karena negara ini sudah tidak beradab, kata Dadan, maka kampus sebagai tempat menimba ilmu terpanggil lagi untuk mengembalikan demokrasi.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia yang juga alumnus Universitas Trisakti, Usman Hamid, berorasi ketika bersama mahasiswa, sivitas akademika, dan alumnus lain Universitas Trisakti Jakarta menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Jakarta, Jumat (9/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia yang juga alumnus Universitas Trisakti, Usman Hamid, berorasi ketika bersama mahasiswa, sivitas akademika, dan alumnus lain Universitas Trisakti Jakarta menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Dukung penguasa

Usman Hamid dalam orasinya juga menegaskan bahwa mereka berkumpul di Tugu 12 Mei Reformasi demi menjaga cita-cita mereka yang gugur dalam memperjuangkan Reformasi 1998. Perjuangan itu adalah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Akan tetapi, pemerintah, khususnya Presiden, pimpinan MK, bahkan pimpinan KPU, kata Usman, justru mempertontonkan pengkhianatan terhadap pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kita menyaksikan bahwa pimpinan partai politik diproses hukum untuk mendukung penguasa. Ketika pimpinan partai politik mendukung penguasa, seluruh proses pemberantasan korupsi berhenti.

Karena itu, ia mendukung suara dari sivitas akademika dan masyarakat yang terpinggirkan untuk merebut kembali kedaulatan rakyat. Sebagai negara republik, semua warga harus diperlakukan dengan setara. Hukum tidak dijadikan senjata untuk menundukkan lawan politik.

”Kita menyaksikan bahwa pimpinan partai politik diproses hukum untuk mendukung penguasa. Ketika pimpinan partai politik mendukung penguasa, seluruh proses pemberantasan korupsi berhenti,” kata Usman.

Baca juga: Seruan Kebangsaan dari Universitas Indonesia

Kepalan tangan kiri para mahasiswa, sivitas akademik, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta ketika menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Jakarta, Jumat (9/2/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Kepalan tangan kiri para mahasiswa, sivitas akademik, dan alumni Universitas Trisakti Jakarta ketika menggelar aksi Trisakti Bergerak di sekitar Tugu Reformasi di Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Ia menegaskan, itu bukan pemberantasan korupsi yang diinginkan rakyat. Pemberantasan korupsi yang diinginkan adalah pemberantasan korupsi untuk kedaulatan rakyat, yakni mengembalikan aset-aset rakyat yang ada di dalam negara. Pemberantasan korupsi bukan untuk dipermainkan demi memperpanjang kekuasaan. Usman mendesak Presiden Joko Widodo serta pimpinan MK dan KPU untuk kembali ke jalur reformasi.

Editor:
SUHARTONO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000