Mahasiswa Soroti Demonstrasi Berbau Gimik di Balai Kota Surakarta
Selasa lalu, Gibran menemui demonstran. Namun, aksi itu dianggap gimik. Elemen mahasiswa lain mengkritisi hal itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elemen mahasiswa di Kota Surakarta, Jawa Tengah, menyoroti gelaran demonstrasi yang sekadar dijadikan gimik bagi elite politik. Aksi semacam itu dikhawatirkan akan merusak gerakan kritis mahasiswa. Mereka sekaligus menegaskan bukan terafiliasi pada kubu politik tertentu.
Keresahan itu diungkapkan para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Perlawanan Rakyat Solo Raya (Sodara) di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (8/2/2024). Terdapat ratusan mahasiswa yang turut serta dalam aksi tersebut.
Mereka berasal dari beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Slamet Riyadi, Universitas Surakarta, dan lain-lain. Ada juga beberapa organisasi mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia.
”Kami menyayangkan langkah yang dilakukan beberapa hari lalu. Ada demonstrasi yang kami anggap suatu gimik belaka,” kata koordinator aksi Sodara, Fierdha Abdullah Ali, di sela-sela aksi unjuk rasa tersebut.
Aksi yang dimaksud Fierdha ialah unjuk rasa serupa yang ditemui oleh calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, Selasa (6/2/2024). Itu menjadi kali pertama bagi Gibran menemui pengunjuk rasa sejak menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pada 2021.
Menurut Fierdha, kejanggalan terdapat pada penandatanganan pakta integritas oleh Gibran. Ia menganggap pakta integritas itu justru lebih mirip visi misi Gibran dalam kontestasi pemilu kali ini. Kejanggalan lainnya, aksi unjuk rasa juga hanya tertuju bagi satu pasangan calon, yakni Prabowo-Gibran.
”Hemat kami, dari elemen mahasiswa, langkah yang dilakukan itu akan merusak gerakan mahasiswa,” kata Fierdha.
Selain itu, Fierdha mengungkapkan, para mahasiswa juga tidak pernah terkotak-kotakkan pada pasangan calon tertentu. Ia menegaskan, gerakan mahasiswa tetap independen. Ia menganggap adanya pengubuan sekadar klaim dari elite politik.
”Jikalau mahasiswa itu diklaim di salah satu pasangan calon, itu tidak masuk akal. Itu merusak moral generasi muda. Sebab, generasi muda cenderung berpikir obyektif. Kami tidak memandang seseorang berdasarkan gimiknya,” kata Fierdha.
Kami menyayangkan langkah yang dilakukan beberapa hari lalu. Ada demonstrasi yang kami anggap suatu gimik belaka.
Seharusnya, jelas Fierdha, mahasiswa ikut mengawal jalannya demokrasi dan konstitusi di negara ini. Itu semua bertujuan menciptakan pemerintah yang adil, bersih, dan makmur.
Oleh karena itu, lanjut Fierdha, pihaknya juga menyayangkan kondisi demokrasi belakangan ini. Ia menyatakan, konstitusi ditabrak berkali-kali guna mengikuti Pemilu 2024. Itu dicontohkan lewat pengusungan Gibran menjadi calon wakil presiden yang diikuti oleh beberapa pelanggaran etik, baik dari Mahkamah Konstitusi maupun Komisi Pemilihan Umum.
”Sebab, akan bahaya jika negara ini tidak menerapkan konstitusinya. Konstitusi bisa dibongkar pasang, diotak-atik oleh segelintir pihak saja, dan itu dipertontonkan secara nyata hari ini,” kata Fierdha.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang GMNI Surakarta Deana Sari mengungkapkan, aksi yang diadakan pada Kamis itu dilakukan secara sadar dan kritis. Pihaknya ikut merasa miris dengan unjuk rasa yang ditunggangi kepentingan politik. Lebih-lebih ada kalangan mahasiswa yang ikut serta.
”Saya rasa, aksi hari ini tidak ada bayaran. Ini juga bukan aksi tandingan. Ini adalah keresahan kami untuk kepentingan nasional, khususnya Indonesia,” kata Deana.